Sesudah auidiens memberikan tanggapan maupun penjelasan terkait pelaksanaan UKG tahun ini, saya langsung memindahkan channel ke TV lain. Dengan begitu saya tidak mendengar langsung apa tanggapan dari Sesditjen GTK ketika menanggapi pertanyaan atau pun penjelasan audiens yang hadir, termasuk Kepala LPMP Provinsi Sulawesi Selatan, Prof. Wasir.
Meski demikian, saya merasa sangat rasional apa yang diusulkan oleh Kepala LPMP Provinsi Sulawesi Selatan, mengingat kondisi yang terjadi di lapangan sehubungan pelaksanaan UKG ini. Dari persepsi saja, sudah menimbulkan kegalauan hati yang amat sangat bagi sebagian besar guru, apalagi harus “memberi tumbal”, korban jiwa. Jangan sampai hal ini berdampak pada animo peserta untuk hadir mengikuti “ujian”.
Harus dipahami bahwa, di samping karena faktor teknis dan nonteknis, tekanan psikologis (stress) yang berlebihan, hal lain yang turut berpengaruh terhadap tingkat partisipasi para guru mengikuti U(ji) ini, adalah kondisi geografis dan keterjangkauan transportasi ke lokasi ujian (TUK). Jadi masalah ketidakhadiran sebagian peserta untuk mengikuti UKG, juga karena kondisi geografis para guru yang sangat jauh terpencil. Jangan kan kendala transportasi, masalah akses informasi dan komunikasi menjadi salah satu hambatan utama. Bahkan sebagian besar alasan peserta tidak hadir dengan tanpa keketrangan, karena alasan inforasi yang tidak sampai.
Juga perlu dipertimbangkan bahwa filosofi UKG yang dilaksanakan secara online ini adalah untuk meminimalisir setiap kemungkinan berlaku curang dan meningkatkan sikap jujur. Tapi bila dalam pelaksanaannya masih jauh dari kondisi ideal, apalagi diikuti pula dengan ekses negatif, maka wajar bila nomenklatur atau istilah U(ji) dipertimbangkan kembali. Selanjutnya dipikirkan untuk mengganti istilah U(ji) dengan istilah yang lebih netral, yang tidak saja menjelaskan maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan itu, juga mengurangi dampak yang tidak diinginkan, khususnya dampak negatif seperti yang terjadi di Kabupaten Tator itu. Pemberian nomenklatur juga harus mempertimbangkan makna denotatif, sehingga tidak bias makna. Jika istilah bermakna konotatif, malah dipahami secara keliru pula.
Ya sudah, begitu saja reportase penulis, selamat membaca, ...
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 30 November 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H