Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Memperlambat Alzheimer dengan Tari Poco-poco

7 September 2015   16:29 Diperbarui: 8 September 2015   03:46 1767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut dr. Ria Maria, Tari Poco-Poco memenuhi kriteria sebagai salah satu aktivitas yang dapat mengurangi (memperlambat) alzheimer), karena memiliki kriteria, antara lain: gerakannya memenuhi kriteria aerobik; mempunyai bit 120 permenit; semua orang dapat melakukannya; gerakkannya melangkah ke kanan, ke kiri, maju, mundur, serong, dan berputar. Karena itu, gerak-gerakkan Tari Poco-Poco sangat cocok dan mampu merangsang fungsi-fungsi otak dan fungsi kognitif sehingga memperlambat terjadinya penurunan fungsi kognitif (memori, dll). Lebih lanjut dr. Ria Maria mengatakan, bahwa Tari Poco-Poco dipilih karena gerakannya menunjukkan aktivitas fisik, menarik, mudah dilakukan, murah, dapat dilakukan di mana saja (praktis), menyenangkan, laki-laki maupun perempuan dapat melakukan, berbagai usia dapat melakukan, merupakan budaya bangsa, dan tak kalah pentingnya adalah tidak melanggar norma-norma yang ada di Indonesia.  

Menurut Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), bahwa penyakit Alzheimer ini secara medis belum dapat disembuhkan (belum ada obatnya). Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mencegah berkembangnya Alzheimer adalah dengan jalan memperlambatnya.  Tari Poco-Poco dianggap sangat cocok untuk memberikan rangsangan, baik secara fisik maupun mental-spiritual karena mampu memberi stimulasi kepada syaraf (jaringan) otak, sehingga dapat memperlambat berkembangnya alzheimer.

“Tari poco-poco adalah bentuk proses biopsikososial yang baik. Poco-poco menuntut gerakan terstruktur, kemampuan psikomotorik dan sensorik yang cepat, serta mengatur tempo gerakan seiring ketukan lagu secara emosional. Meski memiliki gerakan rumit, tari ini terbukti membuat tubuh lebih energik dan melatih daya pikir. Kerumitan gerakan tari poco-poco secara langsung mempengaruhi perbaikan fungsi eksekutif dan plastisitas neuron. Dari gerakan rumit inilah poco-poco merangsang aktivitas sel neuron dan meningkatkan panjang dendrit (cabang sel neuron). Faktor itu menguntungkan bagi orang tua yang berpotensi besar terkena Alzheimer” (sumber).

 Senam atau Tari Poco-Poco juga mempunyai manfaat untuk memperbaiki kolesterol dalam darah. Sebab gerakan Poco-Poco dapat menurunkan berat bedan karena adanya pengurangan cairan yang keluar melalui keringat sebagai pembakaran lemak dalam tubuh, meningkatkan denyut jantung yang sangat memenuhi senam aerobik yang dapat merangsang fungsi syaraf otak, dan meningkatkan nilai kolesterol baik (HDL) dalam darah sebagai bukti adanya mobilisasi lemak, sehingga dapat mengurangi terkena resiko alzheimer (sumber).  

Sebenarnya menurut dr. Ria Maria, bahwa ada beberapa tarian tradisional lainnya, misalnya Tari Saman dari Aceh, yang juga “didiskusikan” menjadi obyek penelitian berkaitan dengan alzheimer. Akan tetapi, karena pertimbangan “ke-praktis-an”, maka Tari Poco-Poco yang berasal dari Manado ini dipilih sebagai obyek penelitian. Secara kelakar, dr. Ria Maria mengatakan bahwa bila Tari Saman yang dipilih, maka ketika melakukan gerakan sambil berlutut, setelah tarian usai tidak dapat bangun (berdiri) kembali. Apalagi responden penelitiannya adalah penderita diabeltes melitus (DM) dengan daya kognitif ringan dan hipertensi dengan usia antara 45 – 59 tahun.

Mengingat begitu besarnya manfaat gerakan Tari Poco-Poco, maka Menkes Nila F. Moeloek menganjurkan agar masayarkat tetap hidup sehat, maka Tari Poco-Poco diajarkan sejak dini (usia SD), serta mengaktifkan kembali Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Menkes menyatakan bahwa Tari Poco-Poco sebagai budaya bangsa tidak hanya digalakkan ketika usia senja karena gejala demensia (alzheimer), tapi harus diperkenalkan sejak awal (usia SD), dan juga menggalakkan kembali UKS. Karena menurut Menkes, sejak adanya layanan jaminan kesehatan nasional (JKN) jumlah pasien meningkat tajam menjadi 73% yang dirawat, padahal proporsi yang ideal adalah 20% : 80%. Artinya 80 persen orang sehat dan hanya 20 persen (pasien) yang dirawat.  

Penutup: Relasi Penderita dengan Keluarga

Untuk mengurangi “beban” bagi penderita alzheimer, maka dianjurkan kepada setiap anggota keluarga, terutama anak-nanaknya agar dapat meluangkan waktu lebih banyak bersama orangtua, agar mereka merasa hidupnya bermakna. Mengingat, orangtua yang telah memasuki masa purna bhakti, kadang merasa kesepian akibat post power syndrome, sehingga mereka merasa hidupnya seperti tidak lagi berarti apa-apa. Apalagi bila anak-anaknya kurang memberikan apresiasi yang cukup dengan menunjukkan rasa bhakti dan hormat kepada orangtuanya yang telah pensiun, yang sungguh sangat berjasa dalam hidup mereka. Sehubungan dengan itu, Dy Suharya memberikan “tips” untuk mengurangi  perkembangan alzheimer, yakni :

  • Memaksimalkan waktu anak bersama orangtua, meski hanya melalui telepon
  • Membantu lanjut usia (lansia) hidup bermakna
  • Mengurangi resiko lawan pikun dengan segala cara hidup sehat, misalnya main catur dengan cucu, fotografi, ikut Tari Poco-Poco, dll.

Melalui langkah-langkah yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan, Dy menyebutkan tujuan YAI yaitu, meningkatkan taraf hidup orang dengan demensia dan caregivers, dan memberikan pemahaman (kenali) 10 gejala demensia melalui training, dan mengurangi resiko terkena demensia alzheimer. Dy juga menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, orangtua yang dititipi cucu dua kali (tidak boleh lebih) seminggu dapat memperlambat alzheimer. Terakhir sebagai pernyataan penutup untuk memberikan inspirasi, Dy mengatakan bahwa “selalu mengaktivasi potensi ilahi sehingga hidup selalu bermakna”, termasuk menjaga hubungan baik (relasi) dengan semua anggota keluarga.

 

Ya sudah, begitu saja “reportase” saya, selamat membaca, …

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun