Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Artikel Ini Tanpa Judul, Hanya Sebuah Renungan

31 Juli 2015   14:05 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:00 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini kembali publik Indonesia disuguhkan tontontan yang memperlihatkan perilaku para pemimpin politik, pemimpin pemerintahan, birokrat, politisi, hakim, advokat, yang sangat paradoksal dengan sikap keledai. Mereka tidak pernah (mau) belajar dan bercermin pada kondisi sosial yang ada di sekitarnya. Mereka bahkan dengan sengaja menantang dan ingin menulis sejarahnya sendiri. Sehingga yang tampak adalah sikap-sikap arogan, sikap pongah, sikap sombong, laku tak bertanggung jawab, laku menyimpang, dan sikap-sikap serta laku-laku distortif lainnya.

Lihatlah pentas politik nasional dan daerah. Di sana tergambar dengan jelas potret buram perilaku para pengelola negara (dan juga daerah) “bermain” tanpa merasa risih bahwa ada yang mengawasi. Amanah yang dipercayakan kepada mereka, bukannya dijunjung tinggi-tinggi sebagai bentuk pertanggungjawaban, malah dikangkangi hanya untuk memenuhi libido dan syahwat ingin kaya tanpa hak. Keserakahan telah menyeret demikian jauh kesungguhan untuk mengabdi menjadi kerakusan menumpuk harta. Celakanya hal itu dilakukan dengan mengutil sesuatu yang bukan haknya, dana yang mestinya diperuntukan bagi kesejahteraan bersama, dan bagi mereka yang tak berpunya.

Wahai para pemimpin dan pengelola negeri ini, belajarlah pada KELEDAI, ...!!!

Ya sudah, begitu saja “tausyiah” penulis, selamat membaca, …

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 31  Juli  2015    

 

Sumber gambar

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun