Mohon tunggu...
emnis wati
emnis wati Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang guru dari SDN 012 Surya Indah di Kecamatan Pangkalan kuras. Sekarang pindah ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Pengawas sekolah Dasar di Kabupaten Pelalawan. Saat ini tengah menekuni belajar menulis cerpen. Motto: Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tai Kucing dan Anak Tukang Pamer

30 Agustus 2022   11:08 Diperbarui: 30 Agustus 2022   11:10 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tinggal di pasar yang rumahnya rapat, hanya dinding pembatasnya. Pergaulan anak pasar dengan anak yang bukan hidup di pasar sangat  berbeda. Sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata hanya bisa dirasakan. Harus banyak sabar dan kuat iman. Kalau dilihat dari segi teman bermain anak memang banyak teman. Mereka akan bermain bersama sampai tutup pintu rumahnya.

Namun tingkah anak-anak  seusia dengan anak kita. Kadangkala, mereka itu saling menyaingi. Contoh, anak tetangga itu baru beli mobil-mobilan baru. Dia akan bilang, "Saya ada mobilan baru ...."

Si anak bakal pulang sambil merengek ke ibunya. Biasanya saya bujuk begini, "Besok kalau sudah ada uang  kita beli yang besar dan bisa dinaiki."

Dah, diam dia. Lari lagi ke rumah temannya itu.

Besoknya datang lagi temannya untuk bermain.  Dia bilang begini," saya ada sandal baru...."

Kemaren pas pulang sekolah kami mampir dulu ke rumah paman yang tak jauh dari pasar. Pas nyampe rumah, sudah ada teman si anak ini yang menunggunya. Dia langsung bilang

"Saya ada baju baru ...."

Mulai lagi.

Saya  masuk ke rumah. Si anak berhenti dekat temannya.

"Saya ada sepatu baru ...." Anak tetangga gigih manas-manasin.

Si anak diam saja. Mungkin karena di tangannya ada es krim.

"Saya ada mainan baru ...."

Si anak masuk rumah, bertanya, "Aku ada apa?"

Saya lagi di kamar, malas menanggapinya.

"Saya ada sepeda baru ...."

Pamer masih berlanjut. Kedengaran sampe di dalam.

Si anak tampak tersudut, dia lantas menuju bapaknya yang gemes karena dari tadi bolak-balik buang tai kucing. Rumah kalau terbuka sedikit saja, kucing pada masuk ke dalam dan meninggalkan tai di mana-mana. Tak memelihara kucing, tapi tainya selalu ada.

"Bilang gini sama dia," kata bapaknya mengajari anaknya. "Saya ada tai kucing, kamu tidak punya ...."

Langsung temannya berlari pulang. Si anak keheranan temannya sudah menghilang begitu saja.

Tak terbayangkan, apa yang akan dikatakan dia pada ibunya sesampai dirumah. Tukang pamer sudah pergi. Si anak sudah tenang. Ternyata tai kucing mampu menghentikan si tukang pamer. Saya sampai sakit perut menahan tawa. Tingkah laku mereka menjadi hiburan seketika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun