[caption caption="(ucapan terimakasih si prof di agenda saya, berikut sebuah foto jepretan saya saat pernikahannya)"][/caption]***
Apa yang Sakral dari Sebuah Pernikahan?
"Cinta dan komitmen menjaganya sampai maut memisahkan.“
***
Saya turun terburu-buru dari mobil Gaby, supervisor kami, yang meminta saya untuk datang di hari Sabtu sore itu. Cuaca memang tidak begitu cerah. Langit berbalut warna abu-abu saja. Tidak ada langit biru yang katanya salah satu penanda kegembiraan mengiringi hari-hari di musim panas. Namun, Sabtu itu, keriaan tidak sedikitpun meluruh dari wajah-wajah yang berdiri menyambut pengantin di depan kastil tua, di Negara bagian Saxony, bagian timur Jerman. Ya, hari itu adalah hari bahagia Professor kami dan calon suaminya. Kami sedang berdiri di depan kastil tempat mereka akan mengukuhkan pernikahan dengan catatan sipil.
[caption caption="(kastil tempat catatan sipil si prof)"]
Saya sempat mengedarkan pandangan ke sekeliling. Para tamu pria dengan pakaian resmi setelan jas dan para tamu wanita dengan pakaian yang tidak kalah resmi dan juga meriah. Oke! Tidak mengapa saya dengan Batik saja. Tunggu. Tidak hanya saya saja, Gaby yang katanya jatuh cinta dengan Indonesia itu, pakai Batik juga di pernikahan Profesor kami.
Ssstt… Batiknya Gaby seperti baju tidur loh. Haha. Tapi, diam-diam saja ya, nggak ada yang tau ini lah. Ini kan di Jerman! Yang penting dia tetap percaya diri, dan yang penting lagi jangan diledekin ya! Karena saya sendiri kaget lihat dia tiba-tiba muncul pakai (baju tidur) batik, lalu bilang “Kezia, ini bajunya beli di Bali! Cantik, kan?”
“Warna nya cerah!” sahutku singkat.
Senyumnya mengembang. Saya pun tidak sampai hati memberitahu perihal tipikal „baju tidur“ di tanah air, yang tidak jauh beda dengan apa yang dipakainya saat itu.
[caption caption="(di depan kastil. benar kan baju Gaby seperti daster?)"]