(meja kita, saya dapat hadiah malaikat kecil dari teman saya)
Sore itu, kita janjian ketemu di Alexanderplatz, Berlin. Langit biru Berlin sempat hampir membuatku terlambat untuk kembali ke restoran di bawah tv tower Alexanderplatz tepat waktu. Saya memang sempatkan angkat kamera berjalan menuju si merah balai kota berlin, gereja St. Mary dan air mancur Neptune di dekatnya. Selain jadi tempat yang paling tepat buat ngejepret tv tower dengan sempurna sampai ke puncaknya, senang saja rasanya duduk di jajaran kursi taman yang dipajang berjejer di sana. Geliat turis, selalu saja memberi kesan berbeda tiap saat, walau duduk di tempat yang sama di waktu yang berbeda.
Saya bergegas meninggalkan bangku taman panjang tersebut menuju restoran Italia tempat kami janjian. Benar saja, dia memang sudah berdiri di depan restoran dengan memegang tali seekor anjing imut. Kita bicara tentang hobi yang mempertemukan kita, membicarakan kabar teman-teman yang terakhir kita ketemuan dan membicarakan kegiatan terbaru masing-masing. Berhubung saya belum makan siang, saya pesan pizza currywurst Berlin serta bitter lemon, sementara dia memesan makanan Italia yang manis serta cappuccino. Oh ya, currwurst sangat terkenal untuk area Berlin. Kedengarannya aneh memang, currywurst, tapi masuk dalam kuliner Berlin.
Ketika tiba saatnya membicarakan tentang kegiatan terbaru, (biasanya di sini) merujuk seputar liburan. Dia bercerita bahwa musim panas kemarin dihabiskan di Filipina. Lebih dari 5 minggu dia di sana. "Pantainya indah, saya lihat banyak pohon kelapa." katanya sembari menunjukkan foto-foto yang dia ambil selama liburan. Iya, pohon kelapa tidak ada di sini, jadi wajar itu poin penting buat dia. Haha. "Transportasinya ada yang seperti ini." ditunjukkan nya sebuah foto bus tua yang berjubel dengan orang, serta sebuah kendaraan mirip bajaj. "Kalau saya punya banyak uang, saya akan memilih tinggal di Asia. Cuacanya sangat menyenangkan sepanjang tahun." lanjutnya lagi.
Saya tidak mau kalah promosi cuaca dan alam Indonesia juga, mumpung dia sudah bawa tema ke sana. Pembicaraan menjadi kemana-mana. Sampai pada suatu foto lain, dia bilang, "ini (mantan) pacar saya!" dia menunjukkan sebuah foto. Saya melihat sebuah foto pria yang saya tebak baru dua puluhan, berpose miringin kepala, ala alay kata orang Indonesia. Saya coba pasang tampang tidak kaget, tetap dengan muka tenang walau dalam hati ada sejuta pertanyaan. "Dia yang saya kunjungi di Filipina. Tapi tidak sampai 2 minggu setelah kami ketemuan di sana, dia pergi." Setelah kalimat itu, baru saya berani bertanya "kenapa?"
"Dia bilang, merasa tidak cocok dengan saya. Dua tahun ini kami hanya berhubungan lewat internet. Skype dan facebook. Saya juga selalu mengirimkannya uang tiap bulan dengan teratur. Oh iya, saya kenal dia dari online dating." tambahnya lagi.
Kalau sudah masalah "hati" apalagi terselip "kecewa" seperti ini, saya mikir panjang untuk komentar kecuali ada pertanyaan. Karena itu, saya memilih untuk mendengarkan.
"Dia hanya mau uang saya!" bahasanya mulai tidak enak. Saya yang dengar dan saya yang orang Asia, makin merasa canggung untuk berkomentar.
"Tapi saya akan kembali lagi ke Filipina musim panas nanti. Saya ingin menikmati lagi pantai-pantai di sana." Dan saya pun mulai menarik nafas yang tadinya mulai sedikit tegang. Nada optimis ini membuatku merasa kalo dia sudah mengakhiri rasa kecewa, setidaknya, mencoba.
"Sudah, lupakan dia. Pasti kamu akan ketemu yang lebih baik!" hanya itu yang saya coba berani bilang. Nasehat umum, yang mungkin buat dia juga tidak lagi perlu ditampung.