Mohon tunggu...
Denny Boos
Denny Boos Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Perempuan asal Tobasa. Menyukai hal-hal sederhana. Senang jalan-jalan, photography, sepedaan, trekking, koleksi kartu pos UNESCO. Yoga Iyengar. Teknik Sipil dan Arsitektur. Senang berdiskusi tentang bangunan tahan gempa. Sekarang ini sedang ikut proyek Terowongan. Tinggal di Berlin.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Saat Membicarakan Kondom Menjadi (Tidak) Tabu

23 Juni 2012   18:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:37 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya juga ingat, ketika mantan pacar pertama saya, Jerman, cukup tertarik mendengar penjelasan saya yang sejenis, bahwa wanita Indonesia hanya akan tidur dengan pasangan resminya, dalam arti resmi menikah.

Satu pemikiran yang mencerahkan tentang kebebasan orang barat buat saya pribadi, yang dulu katanya, ibarat test drive (tidur bersama pasangan) itu adalah wajar bahkan semasa pacaran, dan menurut saya, itu tidak selamanya benar. Kuncinya ada pada kesepakatan yang menjalani, yang penting ditegaskan dari awal.

Kurang lebih yang saya pahami, bahwa pemikiran "Loe suka, gue suka, ayuk! Kalo loe gak mau, ya sudah!" sangat mereka pegang. Sehingga pada akhirnya, jarang terdengar adanya pihak yang merasa dikorban atau mengorbankan dalam hal terkait, bahkan semisal dijalanan para wanita berpakain minim atau menerawang sekalipun tidak akan menjadi masalah, toh pada akhirnya, jika tidak pernah ada kesepakatan tidak akan terjadi apa-apa, disamping peran hukum juga besar tentunya.

Saya tidak mengatakan bahwa budaya mereka lebih baik. Namun, pemikiran bahwa orang yang sudah dewasa bebas menentukan jalan hidupnya, diharapkan membuat pilihan dengan berhati-hati dan bertanggung jawab, termasuk saat memutuskan perjalanan study, pekerjaan ataupun perihal pasangan, memberi saya pemikiran tersendiri. Sehingga jika teman dekat kita tiba-tiba bercerita tentang apa saja yang baru dilakukan tanpa beban, yang membuat pemikiran ketabuan akan suatu hal kadang terpental, saya bisa paham. Dan saya tidak lagi menjadi banyak bertanya, saat melihat rata-rata asrama mahasiswa di Berlin dan Dresden menyediakan mesin automat, tempat untuk membeli alat "safety" bernama kondom tersebut. Karena, ya, pada umumnya mereka memikirkan dengan matang sebelum membawa pada tindakan. Dan yang terpenting, saat kita tetap bisa membawa diri pada jalan yang kita yakini baik dan tidak menjadi terpengaruh.

[caption id="attachment_184111" align="aligncenter" width="300" caption="Letak mesin automat"]

1340445780670259905
1340445780670259905
[/caption]

Penampakan mesin automat kondom di salah satu dormitory mahasiswa di Berlin

[caption id="attachment_184112" align="aligncenter" width="300" caption="mesin automat"]

1340446145514680807
1340446145514680807
[/caption]

Lagi-lagi tidak ada maksud mempromosikan gaya hidup kaum muda di negara ini. Hanya, saya ingin sedikit berbagi tentang pandangan mereka tentang "kondom"  (terkait dengan topik ini lagi banyak dibicarakan beberapa hari lalu). Dan satu hal yang kemudian saya pikirkan bahwa penyediaan alat ini buat mereka, tak lebih dari kepedulian pemerintah terhadap generasi muda nya, mungkin sebagai solusi untuk mereka yang sesat? mari kita sebut demikian.  Buat mereka yang belum ingin punya anak, yang tidak ingin menanggung resiko penyakit menakutkan (HIV/AIDS).

Karena, tidak ada orang yang ingin menjalani aborsi, tak ada orang tua yang rela menanggung malu atas tindakan anak yang aborsi lalu meninggalkan sekolah/kuliah, apalagi jika si anak harus menanggung resiko penyakit menakutkan HIV/AIDS. Dan mungkin atas dasar pemikiran-pemikiran tersebut, solusi inilah yang ditawarkan buat yang terlanjur ada dalam lingkaran pergaulan bebas.

Dan kalau dipikir-pikir lagi, walau semisal menyebutnya sesat, apa lantas mereka tidak layak untuk diberikan solusi? Tampaknya juga tidak, bukan? Kembali lagi dari sisi mana kita  memandang.

Yang pasti, selagi masih bisa, mari kita tetap berada di jalur yang kita yakini baik, bukan hanya untuk diri kita, keluarga, tapi juga untuk orang lain. Membiasakan melakukan sesuatu hal yang baik akan membuat kita jauh lebih menikmati kehidupan. Bukannya ingin mengumbaar, namun saya tidak bisa membayangkan jika saya terlanjur "tidur" dengan mantan pacar saya (yang katanya pergaulan barat itu bebas lalu terikut-ikut didalamnya), karena seperti cerita saya pada tulisan saya sebelumnya, pada akhirnya dia menjadi kakak ipar saya...:-)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun