Mohon tunggu...
Denny Boos
Denny Boos Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Perempuan asal Tobasa. Menyukai hal-hal sederhana. Senang jalan-jalan, photography, sepedaan, trekking, koleksi kartu pos UNESCO. Yoga Iyengar. Teknik Sipil dan Arsitektur. Senang berdiskusi tentang bangunan tahan gempa. Sekarang ini sedang ikut proyek Terowongan. Tinggal di Berlin.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tor-tor dan Gondang Diklaim Malaysia? Saatnya Kita Bercermin.

17 Juni 2012   21:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:51 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_183111" align="aligncenter" width="300" caption="Menari Tor-tor saat Pesta Danau Toba (http://us.nasional.vivanews.com)"][/caption]

Beberapa menit yang lalu saya membuka website Kompas Online edisi Sabtu 16 Juni 2012. Disana diberitakan tentang keinginan pemerintah Malaysia untuk "mengakui Tari Tor-tor dan alat musik Gondang Sambilan (Sembilan Gendang) dari Mandailing sebagai salah satu warisan budaya Malaysia."

Dan rencana tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Datuk Seri Rais Yatim di sebuah Kantor berita, Bernama, di Malaysia usai meresmikan Perhimpunan anak-anak Mandailing, Kamis 14 Juni 2012, yang mana menyatakan bahwa:

"Tarian ini akan diresmikan sebagai salah satu cabang warisan negara"  tapi (pengiktirafan ini) dengan syarat, pertunjukan berkala mesti ditunjukkan, bermakna tarian mestilah ditunjukkan, paluan gendang dipelbagaikan dalam pertunjukan di khalayak ramai" Rencana itu penting dilakukan untuk memperjuangkan seni dan budaya masyarakat Mandailing. Upaya ini juga bertujuan membuka wawasan warga di negara tersebut tentang asal usul mereka.

Tak bisa dipungkiri bahwa komunitas masyarakat Mandailing banyak yang tinggal di negara jiran itu, bahkan sejak perang Paderi jaman dahulu [1]. Namun, untuk rencana mengklaim tor-tor dan gondang, termasuk dua hal penting bagi masyarakat Batak, yang ibarat pentingnya dua sisi mata uang logam itu (dalam hal ini gondang adalah musik pengiring tari tor-tor) tampaknya tidaklah bijak. Sederhananya, bukankah asal usul (sejarah) tor-tor dan gondang ada di Sumatera Utara? Dan SUMUT adalah bagian dari Indonesia.

Mengikuti perkembangan berita. Sebagaimana juru bicara Kemendikbud, Ibnu Hamad, hari ini memberikan respon terhadap peryataan tersebut bahwa akan segera di cek ulang informasi yang beredar dan sekiranya betul sepihak, diharapkan Malaysia tidak melupakan kasus-kasus klaim budaya yang sudah terjadi sebelumnya dan menimbulkan protes dari masyarakat Indonesia [2].

***

Berita-berita yang isinya kurang lebih seperti ini sudah memenuhi telinga kita sejak beberapa tahun terakhir. Ditertawakan sambil berlalu? Tidak pantas. Karena bagaimanapun juga, tak ada orang yang rela jika hak kepimilikannya diusik oleh orang lain.  Lantas, mau marah? Tampaknya, sudah habis juga kata-kata kemarahan yang terlontar setelah deretan klaim yang pernah ada. Namun lihatlah, berulang dan terus saja berulang berita serupa untuk menggelitik kuping juga pikiran kita.

Selintas saya kemudian terpikir tentang pernyataan juru bicara Kemendikbud diatas. Loh! Memangnya selama ini hanya didiamin saja, yah... Nah, salah siapa kalau sekarang ada lagi terdengar keinginan seperti ini. Dikasi hati minta jantung, itu sih biasa. Kalau kita tidak tegas, ya, siap-siap saja orang lain berulah sejadinya...

Tidak hanya Malaysia, tapi ada beberapa negara atau perusahaan pribadi lainnya yang mengklaim budaya Indonesia. Sebut saja Batik yang diklaim Adidas?, atau, Kopi Toraja oleh perusahaan Jepang?, atau, Sambal Bajak oleh WN Belanda? [3].

Setelah Ulos (pakaian tradisional Batak), Malaysia berencana mengklaim Tor-tor dan Gondang. Bahkan sebelumnya Malaysia sudah mengklaim beberapa budaya, kuliner juga pulau kita. Lantas tindakan apa yang telah dilakukan selain marah? Apalagi, sejauh ini, belum pernah ada pernyataan terbuka dari pemerintah jiran itu menyampaikan kata maaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun