Pagi yang basah. Udara di penghujung musim gugur pun mulai terasa menggigit. Gerimis di akhir November itu menemani perjalanan kami menuju airport Schönefeld, Berlin. Ya, hari itu kami merencanakan perjalanan ke Milan-Italy dengan penerbangan Ryanair, tentunya dengan tiket (super) murah yang sudah diintip beberapa bulan sebelumnya. Tiket seharga 42 euro (sekitar 500 Ribu rupiah) pulang-pergi, Berlin - Bergamo pun ada di tangan, asik bukan? Inilah salah satu cara hemat mahasiswa bepergian.
Penerbangan memerlukan sekitar 1 jam 20 menit. Menjelang Bergamo, indahnya Pegunungan Alpen sudah terlihat, juga Danau Como yang cantik itu. Sayangnya, saya tidak bisa mengabadikan moment tersebut karena kamera ada di cabin. Sesampai di Bergamo, kami naik bus ke Milan Central dengan harga tiket return 14 euro/orang. Bus berhenti di Milan, turun dari bus, kami mengikuti arus lalu lalang orang menuju ke stasiun utama kereta api untuk kemudian mencari turis informasi.
Stasiun Milan
Stasiun di bagian dalam.
Setelah mendapat keterangan dari seorang polisi kalo turis informasi di stasiun sedang ditutup karena adanya renovasi, maka kamipun berangkat ke Duomo, sebagaimana disarankan. Satu hal yang kemudian kami pelajari, bertanyalah pada Polisi, itu lebih baik. Disamping, kita tidak selalu menemukan seseorang yang mengerti berbahasa Inggris. Kami memutuskan membeli tiket harian Milan yang relatif murah dibanding Berlin saat itu, 3 euro/orang. Kita menggunakan kereta nomor 2 ke arah Duomo. Keretanya kecil sekali, cuma satu gerbong dan keretanya sudah tua. Di dinding kereta itu kita bisa baca kapan tepatnya kereta itu dibuat. Jangan lupa, diaktifkan tiket hariannya saat pertama kali dipakai dan selanjutnya tidak perlu lagi.
Kereta ke Duomo
Mengacu pada catatan, bahwa tujuan utama kami ke Milan ingin melihat Duomo di Milano, Galleria Vittorio Emanuele II dan San Siro stadium sepak bola. Di depan Galleria Vittorio Emanuele II, kita menemukan banyak merpati-merpati cantik. Hati-hati ditipu sama orang yang katanya boleh mengambil foto-foto bersama merpati tersebut. Awalnya mereka bilang gratis dan kemudian minta bayar 20 euro. Sementara di dalam Galleria Vittorio Emanuele II kita bisa berbelanja dan juga menemukan banyak pilihan tempat makan. Suasana kesibukan manusia yang lalu lalang di depan Galleria Vittorio Emanuele II sore itu membuatku seperti berada disisi lain Eropa, sedikit berbeda dengan Berlin. Dan oh ya, hati-hati dengan barang bawaan, karena tidak sekali dua kali mendengar teman Indonesia yang kecopetan disini...:-D
Galleria Vittorio Emanuele II
Turis informasi di Milan
Duomo Milan
Map sudah ada di tangan. Kami kembali ke Duomo dan menikmati suasana sekitar gereja (Duomo). Walau sudah tidak bisa masuk ke dalam gereja, kami tetap merasa senang karena akhirnya kesampean juga melihat bangunan gereja bergaya gotik itu, gereja kateral nomor 4 terbesar di dunia dan yang terbesar di Italy. Biasanya, jika berlibur di musim panas, maka orang-orang diijinkan naik ke atas dan menikmatipemandangan sekeliling sembari duduk-duduk. Oh iya, kita sebenarnya pengen lihat lukisan perjamuan kudus yang asli dibuat oleh si Davinci itu, sayangnya sedang tidak dibuka.
Tampak samping dari Duomo. Walo sudah jelang malam tapi langitnya masih tetap terlihat biru.
Perjalanan ke San Siro menggunakan kereta nomor 16. Lucunya, naik kereta dalam kota bisa juga terjebak macet, hampir 2 jam tepatnya. Memang saat itu, orang-orang yang pulang bekerja dan yang ingin berangkat ke San Siro bertemu dalam satu waktu. Pantas saja, pertandingan biasanya diatur di akhir pekan. Sampai di San Siro, kita mencari loket pembelian tiket. Setelah dipertimbangkan baik-baik, akhirnya memilih tiket yang harganya 21 euro - 14 euro. Rupanya harga tiket untuk pria dan wanita/ anak-anak berbeda untuk kelas yang sama, dimana harga tiket untuk pria 21 euro dan untuk wanita/ anak2 14 euro. Lebih kurang pengertian saya, memberi kesempatan kepada wanita dan anak-anak untuk mencintai permainan sepak bola. Bangunan stadium San Siro terlihat begitu megah malam itu. Lampu-lampu keemasan yang memantul di dinding bangunan menambah semarak suasana. Disekitar San Siro kita bisa menemukan kios-kios yang menjual souvenir sepak bola. Selain kios khusus tersebut, kita juga menemukan beberapa orang penjual makanan ringan dan minuman dengan menggunakan sejenis dorongan atau gerobak? Saya menyempatkan membeli sejenis jajanan kacang, berasa di Senayan lagi makan kacang rebus :-) Setelah menemukan gate sesuai karcis, kita masuk antrian untuk kemudian diperiksa tas dan passport. Kita tidak diijinkan membawa minum dalam wadah botol ke dalam. Bahkan botol minum dari kemasan plastik pun ditukar dulu dengan gelas seukuran gelas Mc Donald. Suasana terasa berbeda setelah memasuki stadium. Para penonton mulai  tampak serius, tepatnya tegang. Bergantian terdengar yel-yel an dari pendukung kedua tim untuk menyemangati. Dingin malam itu seakan menguap bersama suara-suara yang bergemuruh. Walau pada akhirnya, babak pertama menghasilkan score 0-0. Saat jeda, kita mendapati di bagian paling atas stadium ada cafe dan ternyata pemandangan stadium terlihat lebih cantik dari sana. Karena itu, kami memutuskan untuk menonton babak kedua dari sana sembari minum cappuccino hangat. Dan harga? tidak mahal untuk ukuran membeli di stadium.
Stadium San Siro dari dekat cafe :-D
Score Inter Milan dan Panathinaikos malam itu.
Setelah pertandingan selesai. Kita turun lewat tangga yang memutar seperti gambar di bawah ini, sekaligus mengagumi betapa luas dan kerennya konstruksi stadium itu (pilar-pilar itu sekaligus berfungsi sebagai tangga yang memutar). [caption id="attachment_181550" align="aligncenter" width="300" caption="Picture: Wikipedia"]
Dan kembali lagi kita ke Central Milan untuk menikmati suasana malam kota, sebelum kemudian ke penginapan.
Buat saya pribadi, ada satu kesenangan yang tak terbayarkan mendapat kesempatan (bonus) nonton bola di San Siro, karena awalnya memang tidak ada rencana sama sekali. Saya mendapati, stadium yang megah dan luas itu bisa dengan tenang selama pertandingan dan setelahnya, penonton datang tanpa rasa khawatir dan pulang dengan damai. Kapan kita bisa seperti itu, ya...
Mengintip Duomo diantara pilar-pilar Galleria Vittorio Emanuele II
Galleria Vittorio Emanuele II by night
Foto-foto yang tidak ada keterangan adalah dokumentasi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H