Duomo Milan
Map sudah ada di tangan. Kami kembali ke Duomo dan menikmati suasana sekitar gereja (Duomo). Walau sudah tidak bisa masuk ke dalam gereja, kami tetap merasa senang karena akhirnya kesampean juga melihat bangunan gereja bergaya gotik itu, gereja kateral nomor 4 terbesar di dunia dan yang terbesar di Italy. Biasanya, jika berlibur di musim panas, maka orang-orang diijinkan naik ke atas dan menikmatipemandangan sekeliling sembari duduk-duduk. Oh iya, kita sebenarnya pengen lihat lukisan perjamuan kudus yang asli dibuat oleh si Davinci itu, sayangnya sedang tidak dibuka.
Tampak samping dari Duomo. Walo sudah jelang malam tapi langitnya masih tetap terlihat biru.
Perjalanan ke San Siro menggunakan kereta nomor 16. Lucunya, naik kereta dalam kota bisa juga terjebak macet, hampir 2 jam tepatnya. Memang saat itu, orang-orang yang pulang bekerja dan yang ingin berangkat ke San Siro bertemu dalam satu waktu. Pantas saja, pertandingan biasanya diatur di akhir pekan. Sampai di San Siro, kita mencari loket pembelian tiket. Setelah dipertimbangkan baik-baik, akhirnya memilih tiket yang harganya 21 euro - 14 euro. Rupanya harga tiket untuk pria dan wanita/ anak-anak berbeda untuk kelas yang sama, dimana harga tiket untuk pria 21 euro dan untuk wanita/ anak2 14 euro. Lebih kurang pengertian saya, memberi kesempatan kepada wanita dan anak-anak untuk mencintai permainan sepak bola. Bangunan stadium San Siro terlihat begitu megah malam itu. Lampu-lampu keemasan yang memantul di dinding bangunan menambah semarak suasana. Disekitar San Siro kita bisa menemukan kios-kios yang menjual souvenir sepak bola. Selain kios khusus tersebut, kita juga menemukan beberapa orang penjual makanan ringan dan minuman dengan menggunakan sejenis dorongan atau gerobak? Saya menyempatkan membeli sejenis jajanan kacang, berasa di Senayan lagi makan kacang rebus :-) Setelah menemukan gate sesuai karcis, kita masuk antrian untuk kemudian diperiksa tas dan passport. Kita tidak diijinkan membawa minum dalam wadah botol ke dalam. Bahkan botol minum dari kemasan plastik pun ditukar dulu dengan gelas seukuran gelas Mc Donald. Suasana terasa berbeda setelah memasuki stadium. Para penonton mulai  tampak serius, tepatnya tegang. Bergantian terdengar yel-yel an dari pendukung kedua tim untuk menyemangati. Dingin malam itu seakan menguap bersama suara-suara yang bergemuruh. Walau pada akhirnya, babak pertama menghasilkan score 0-0. Saat jeda, kita mendapati di bagian paling atas stadium ada cafe dan ternyata pemandangan stadium terlihat lebih cantik dari sana. Karena itu, kami memutuskan untuk menonton babak kedua dari sana sembari minum cappuccino hangat. Dan harga? tidak mahal untuk ukuran membeli di stadium.
Stadium San Siro dari dekat cafe :-D
Score Inter Milan dan Panathinaikos malam itu.
Setelah pertandingan selesai. Kita turun lewat tangga yang memutar seperti gambar di bawah ini, sekaligus mengagumi betapa luas dan kerennya konstruksi stadium itu (pilar-pilar itu sekaligus berfungsi sebagai tangga yang memutar). [caption id="attachment_181550" align="aligncenter" width="300" caption="Picture: Wikipedia"]
Dan kembali lagi kita ke Central Milan untuk menikmati suasana malam kota, sebelum kemudian ke penginapan.
Buat saya pribadi, ada satu kesenangan yang tak terbayarkan mendapat kesempatan (bonus) nonton bola di San Siro, karena awalnya memang tidak ada rencana sama sekali. Saya mendapati, stadium yang megah dan luas itu bisa dengan tenang selama pertandingan dan setelahnya, penonton datang tanpa rasa khawatir dan pulang dengan damai. Kapan kita bisa seperti itu, ya...