[caption id="attachment_177959" align="aligncenter" width="576" caption="Javaanse Jongens (dok. pribadi)"][/caption]
Masih subuh, sekitar pukul 04:00, namun terang sudah menjemput di luar. Ada rasa senang karena musim panas akan segera tiba. Suhu udara akan lebih hangat bahkan panas, tak perlu lagi repot berpakaian dan bisa menikmati terang menjadi lebih lama.
Pagi ini, saya terbangun karena waker tetangga yang sudah teriak kencang membangunkan pemiliknya. Namun, anda tahu, sampai tulisan ini saya mulai, tepat tengah hari pukul 12:00, waker si teman masih bernyanyi. Haha. Maaf, saya tertawa karena sedikit rasa lucu mengganjal beberapa hari terakhir. Ini bukan kali kesekian begitu, bahkan, tiap hari waker itu sibuk bernyanyi :-)
Sembari menyiapkan sarapan, saya sedikit berdiskusi dengan teman perihal aktivitas jam waker tetangga sebelah yang tak berkesudahan itu, keperluan apakah gerangan yang sedang memburunya. Namun, tiap hari? Astaga! Haha. Disatu sisi, kami kasihan dengan si teman, namun, disisi lain, untung kami-kami bukan tipe yang emosian sehingga menertawakan begitu saja kebiasaan teman Pakistan kami.
Pembicaraan bergulir begitu saja. Mulai dari debat ringan tentang tim jagoan masing-masing yang bakal mengangkat piala di final liga champion malam ini, penelitian, sampai pisang molen jadi-jadian buatanku. Dia kemudian minta ijin buat merokok lewat jendela, maksudnya dengan membuka jendela dapur. Karena sebenarnya, ada tempat khusus untuk merokok disetiap lantai apartemen kami. Namun, karena masih cukup pagi, dan akhir pekan pula, rasa malas melebur dengan dinginnya udara, diapun merasa berat kakinya melangkah.
Dan tanpa sengaja aku melihat gambar di bungkus rokok dia saat mulai melinting. Dua pria pake blankon. Hm. Aku berpikir sejenak dan mendekat, Javaanse Jongens tulisannya. Javanese Boys. Ya, Pemuda Jawa.
Saya bercandain dia, rupanya dia sudah kenalan dengan pemuda Jawa sejak lama. Haha. Namun pada ujungnya saya memberitahukan kalau gambar di bungkus rokok itu adalah pakaian adat dari negaraku, pemuda Jawa.
Rasa penasaran kemudian membuatku ingin mencari tahu tentang merek rokok tersebut lewat internet, dan rupanya hanya meminjam merek semata, sedangkan tembakaunya sendiri bukanlah didatangkan dari Jawa.
Ide memang bisa datang dari mana saja, sebagaimana merek rokok linting yang dipasarkan di Jerman ini, dimana Belanda sengaja memilihkan nama tersebut karena Jawa adalah pusat kolonial mereka jaman dahulu. Jadi, produksinya di Belanda, dipasarkan di Jerman, gambar produknya blankon....:-)
Pada akhirnya, apapun ceritanya, saya tetap senang. Produk ini, secara tidak sengaja, memperkenalkan bagian dari pakaian tradisional kita...walau masih terbatas dikalangan perokok :-). Mudah-mudahan, kedepan bisa lebih banyak produk khas kita yang bisa diperkenalkan, semisal, musim panas tahun lalu, Esprit Jerman juga memperkenalkan produk scarf mereka dari batik, dengan nama produk pake "batik" juga di depannya.
***
Oh ya, jadinya jagoin Bayern München atau Chelsea? Siapapun jagoan anda, tetaplah cinta produk dan budaya Indonesia.
Edisi curcol sambil cengengesan dari dapur :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H