[caption id="attachment_172226" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
"Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak."
-Raja Salomo-
Masih jelas dalam ingatan saya bagaimana persiapan ujian akhir sekolah, lalu disusul dengan persiapan masuk perguruan tinggi. Untuk siswa-siswi yang berprestasi, peringkat sepuluh besar selama 5 semester berturut-turut, akan diberi kesempatan melamar jalur khusus ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan bebas tes. Dan setiap PTN itu biasanya punya kriteria masing-masing. Begitulah dulu waktu saya sekolah.
Namun, tidak perlu berkecil hati kalau tidak dapat kesempatan jalur khusus. Masih ada tersedia jalur tes. Hanya selanjutnya, perlu dipertimbangkan baik-baik tentang pilihan jurusan serta universitas yang ingin di tuju. Tidak jarang, tindakan gegabah membuat seseorang membuang waktu, tentunya juga biaya. Karena akhirnya memilih mengulang jurusan lain yang berbeda, sementara teman-temannya sudah menapak disemester yang lebih tinggi. Jujur, saya hampir mengalaminya, saya begitu tergoda untuk kembali ke jurusan kedokteran yang saya tinggalkan tahun pertama selepas SMA (saya sempat diterima di kedokteran di luar Jakarta).
Syukurnya, untuk urusan akademis saya tidak ada masalah, karena kebetulan dasar perkuliahan teknik sipil itu banyak menggunakan matematika dan fisika serta aplikasinya sehingga beban mengikuti materi perkuliahan tidak banyak. Namun sampai semester 5 kuliah teknik sipil, saya masih mempertanyakan benarkan itu yang saya inginkan? Akhirnya saya menemui seorang dosen saat itu. "Saya ingin kembali mengambil kedokteran." begitu saya katakan.
Sang Dosen membesarkan hati saya sekaligus membuatku berpikir. Beliau bilang, kamu cukup berprestasi dengan jurusan ini, apa kamu yakin bisa melakukan yang sama di kedokteran? Kamu udah terlanjur basah, kenapa gak mandi sekalian? Toh nanti kalau kamu sudah lulus, lalu ambil kedokteran lagi, kan bisa dapat gelar dua? Singkat kata saya meneruskan teknik sipil dan tak terpikir lagi dengan kedokteran.
***
Memilih jurusan, memang perlu pertimbangan yang matang. Jangan seperti paparan saya di atas, yang berpeluang besar untuk membelokkan dari tujuan. Â Kenyamanan hati terkait dengan semangat. Dan semangat erat hubungannya dengan prestasi. Kalau sampai salah memilih jurusan, untuk kembali di titik nol bukanlah hal yang mudah, syukur-syukur pilihan yang diambil kemudian bisa disukai. Kalau tidak? bisa menimbukan banyak masalah seperti:
- Masalah phisikologis: tidak menikmati perkuliahan
- Masalah akademis: tidak maksimal dalam perkuliahan, ujungnya nilai yang diperoleh tidak memuaskan
- Masalah hubungan: minder karena gak bisa mengikuti perkuliahan
- Kemungkinan terburuk, mengulang jurusan lain dari awal.
.
Namun disisi lain, jangan kawatir berlebih dan menjadi beban berkepanjangan, sekiranya tidak berada di jurusan yang kurang diminati, selama kemampuan akademis masih mendukung. Karena setelah lulus kuliah pun, banyak orang yang bekerja tidak sesuai dengan bidang perkuliahan yang pernah dijalaninya. Tapi, lagi-lagi, bukankah lebih baik jika kita melakukan pekerjaan yang benar-benar kita pahami baik dari segi teoritis? Dan lebih baik lagi kalau kita senangi. Seperti kata Steve Jobs, penemu Apple, kepada mahasiswanya;