Bila tidak ada wangsit baru yang diterima Presiden Jokowi, Hari Minggu ini kita akan mendengarkan Pengumuman Presiden tentang Susunan Kabinet utk 5th kedepan. Wangsit biasanya bisa berupa mimpi, insting, khayalan, cita-cita, dan bahkan tekanan dari banyak pihak yang pada akhirnya merubah draft akhir Susunan Kabinet.
Seperti pernah di ungkap JK bbrp waktu lalu, saat ia mendampingi sebagai Wapres SBY 2004 silam, penundaan2 pun kerap terjadi, bahkan setengah jam sebelum diumumkannya Susunan Kabinet, draft itu msh terus berubah seiring dengan perkembangan saat itu, dan memang faktanya berubah-ubah. Info-2 penting seperti itu biasanya masuk pada detik2 terakhir jelang pengumuman.
Paling tidak dalam waktu seminggu penuh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden M.Jusuf Kalla sangat intens memilih orang2 terbaiknya sebagai Menteri. Meskipun ditengah kesibukan yang penting itu, Presiden masih terus maladeni pertemuan2 dengan duta besar dan utusan negara asing, kami semua hanya bisa menanti dengan sabar, sambil terus diganggu pikiran dan berita, opini dan diskusi media massa tentang bocoran dan spekulasi Kabinet Presiden Jokowi mendatang.
Rakyat, tentu menanti, rakyat wajar mengikuti. Ditengah berbagai kesulitan yang belum terselesaikan, seperti tingkat pengangguran, tingginya harga pangan, beban biaya listrik dan bahkan bbm yang santer akan segera dinaikkan hingga 40% pada 1 Nopember nanti, tentu membuat rakyat menanti dengan perasaan sok tau dan ingin segera tau: seperti apa wajah2 tim kerja kabinet Presiden Jokowi-JK nanti. Omong kosong kah? Kontroversial kah? Akan menyiksa mereka kah? Atau justru benar2 bisa bekerja? Atau jangan2 ujung2nya juga Penjara?
Semua rasa kepo itu paling tidak akan sedikit terpuaskan setelah tahu wajah-wajah menteri yang baru. Tim Transisi
Kemana Kerja Tim Transisi
Masih segar dalam ingatan kita, bahwa masa tenggang setelah putusan MK yang menetapkan Capres Jokowi sebagai Presiden Terpilih Pemenang Pilpres 2014, sampai dengan tanggal pelantikan Presiden Jokowi 20 Oktober lalu, telah ada dan telah merampungkan kerja sebuah tim yang dinamakan Tim Transisi.
Tim ini terdiri dari banyak Pokja yang menyusun berbagai prioritas program, arah pembangunan, pendekatan, anggaran, strategi dsb yang lingkup pembahasannya setara dengan penyusunan GBHN, yakni tentang pemerintahan 5th kedepan. Pastinya juga dibahas kriteria dan personifikasi struktur kabinet. Lalu kemana hasilnya?
Jadwal pelantikan Kabinet yang awalnya digadang2 berlangsung sehari setelah Pelantikan Presiden, molor. Diluar alasan2 positif yang tentu bisa diungkap seperti mencari the right man on the right place, integritas, kapasitas, chemistry dll dll, tentu alasan negatif juga mulai bermunculan, termasuk anggapan bahwa hasil2 tim transisi sebenarnya bukanlah hasil final yang siap dieksekusi. Hasil tim transisi hanyalah satu input yang harus dimasak sesuai tekanan interaksi politik pd saat akan dieksekusi.
Terbukti, produk2 tim ini ternyata bukanlah barang jadi yg ready to use, tidak sekedar tinggal tekan tombol. Padahal seperti pernah diungkap Jokowi sendiri: semua sudah disiapkan tim dan tidak ada waktu belajar bagi menteri baru karena semua tinggal dijalankan. Performa, strukrur, harmonisasi kabinet dsb dsb sdh tinggal jalan. "Ga ada masalah", kata Jokowi. Nyatanya chemistry, kapasitas, kapabilitas, integritas, gender dan bahkan modal kekuasaan, semuanya sedang digodok ulang. Siapa tepat dibidang apa juga masih terus dibongkar pasang.
Perubahan orientasi seperti juga terucap dari Jokowi saat kampanye, bahwa kabinet mendatang haruslah terdiri dari para profesional, sebagian berasal dari luar partai dan sebagian bisa berasal dari dalam partai politik. Orientasi ini kini dimodifikasi: Menteri akan berasal dari proffesional (orang luar partai) dan orang dalam partai (yang proffesional). Ada kapling2 yang diakomodir, ada kompromi yang sedang diatur2.
Kapling2an jatah menteri asal partai politik bahkan diakui secara terbuka: pemilik tiket paling besar akan mendapat kursi menteri lebih banyak. PDIP mungkin akan mendapat jatah 6 kursi Menteri, Hanura 2 Menteri, PKB 3 Menteri, Nasdem 3 Menteri dan PPP 1 Menteri. Pembagian kursi ini nampaknya menjadi tanda terima kasih dan penghargaan Presiden pada koalisi partai pengusung. Syukur-syukur bila dianggap sebagai tanda pelunasan.
Seperti diungkap politisi PDIP Eva Sundari, bahwa Bu Mega punya Previlage untuk meng-endorse seseorang sebagai calon menteri, meskipun orang tsb bukanlah fungsionaris Partai. Maka bukan isapan jempol, bila kesaktian hak prerogatif itu semakin hari akan tenggelam ditengah tekanan.
Di pasar2 tradisonal, orang sudah berani menilai dan banyak berseloroh: bila dengan Samad saja Jokowi gentar, bagaimana dengan Mega? Berkaca pada perubahan2 ini, tentu tidak sulit membayangkan kerja tim transisi yang segar, berbasis ide2 kerakyatan nntinya hanya akan jadi karya ilmiah selevel skripsi: sekali dibuat, sekali dibaca, sekali dibahas, lalu diletakkan dilemari Presiden. Pada saatnya program2 itu harus dijalankan, pemerintah akan menyesuaikannya dengan iklim, tekanan, interaksi politik dan berbagai tawar menawar yang menghimpitnya. Benarkah akan begitu? hanya waktu yang akan menjawab. Yang jelas, Pelantikan Menteri yang diperkirakan Senin 27 Oktober akan disambut dengan reaksi Rakyat dan Pasar. Dua panggung ini yang akan cepat bereaksi, apakah struktur ini menjanjikan harapan baru, atau menjadi malapetaka baru. Semua akan bermula dr kantong Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H