Sofia, Gadis Skisofrenia Si Pemilik Warmindo
Oleh: Emilianus Elip (https://nawakamalfoundation.blogspot.com)
Siang itu saya bertandang ke Warmindo (Warung Indomie) yang berlokasi hanya 10 M dari GOR Tridadi di Kabupaten Sleman, DIY. Si gadis sang pemilik warung memasak cukup terampil menyiapkan Indomie pesanan saya dan menyajikannya. Kami kemudian berbincang-bincang. Kita tidak akan pernah mengira bahwa si gadis, yang yang biasa dipanggil Sofia itu, pernah mengidap skisofrenia parah.
Sofia Dyah Ayu Marsita (21 tahun), sebuah nama yang indah si pemilik Warmindo tersebut. Dia adalah anak tunggal. Ibunya telah meninggal ketika Sofia masih kanak-kanak. Dia tinggal berdua saja dengan ayahnya, seorang pensiunan pegawai rendahan berumur 68 tahun. Sofia hanya berpendidikan SMP, itupun tidak tamat. Sekitar 3 tahun yang lalu, kader sekaligus pendamping lapangan Yayasan Nawakamal mendapatkan laporan dari masyarakat tetangga Sofia, adanya seorang gadis dengan Skisofrenia yang kondisinya boleh dibilang cukup parah. Maka segera Tim Nawakamal berkunjung ke rumah Sofia.
Itulah pertama kali kami menemukan Sofia. Kondisi rumahnya sangat mengenaskan, terbuat dari papan dan gedhek (anyaman bambu). Rumah itu hanya memiliki satu kamar, yang ditempati Sofia. Waktu itu Sofia hari-hari hanya mendekam di dalam kamarnya. Tidak pernah keluar dari kamar, bahkan kadang untuk buang air kecilpun di dalam kamar. Sekedar untuk duduk-duduk didepan rumahnya yang kecil itu pun, tidak pernah. Dia takut bertemu orang. Kondisinya amat lusuh. Hampir-hampir tidak pernah merawat diri. Sepanjang waktu dia hanya melamun, tidur, kadang berteriak-teriak histeris. Segera kader lapangan Nawakamal berkonsultasi dengan Puskesmas terdekat. Kemudian bersama Puskesmas, juga didampingi perangkat desa Tridadi, Sofia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Ghrasia Provinsi DIY.
Sofia sempat dirawat di RS Ghrasia sekitar 2 bulan untuk observasi dan mendapatkan medikasi sesuai dengan kondisinya. Selama 2 bulan itu, pemerintah Desa Tridadi rupanya amat tergerak kemudian melakukan renovasi terhadap rumah Sofia agar lebih layak. Setelah Sofia kembali dari rumah sakit, kader lapangan Nawakamal melakukan pendampingan kunjungan rutin untuk memantau kondisinya dan memastikan kedisiplinan Sofia minum obat yang disarankan. Yayasan Nawakamal juga melakukan pelatihan-pelatihan dasar tentang kesehatan jiwa dan ketrampilan dasar merawat ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Pelatihan diikuti oleh kader dan perangkat Desa Tridadi serta ibu-ibu tetangga Sofia.
Itulah pendekatan dan kegiatan awal dalam CBR (Community Base Rehabilitation) untuk ODGJ dan keluarga, yang dikembangkan oleh Yayasan Nawakamal. Tetangga, para kader kesehatan desa, tokoh masyarakat, dan perangkat desa harus memiliki wawasan dasar apa itu gangguan jiwa, apakah penyakit ini sama dengan penyakit lain, bagaimana berkomunikasi dengan ODGJ, bagaimana tindakan dasar untuk merawat ODGJ, apa saja tanda-tanda ODGJ sedang mengalami gejala awal kekambuhan, bagaimana melakukan rujukan bagi ODGJ yang bergejala kambuh, bagaimana melakukan komunikasi terapeutik tingkat dasar, dll. Pelatihan dasar ini diikuti dengan pelatihan dengan tingkat yang lebih tinggi, misalnya obat-obatan apa saja yang diperlukan ODGJ sesuai kondisinya, tehnik-tehnik menangkap/memegang ODGJ yang sedang amuk, komunikasi terapeutik lanjut terhadap ODGJ, bagaimana bekerjasama lintas sektor, apa yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Desa, apa itu dukungan sosial (social support),dll.
Selama 8 bulan berikutnya, melalui dampingan rutin kader lapangan Nawakamal yaitu Ibu Rini dan kader-kader lain di Desa Tridadi, kondisi Sofia berangsur-angsur semakin baik. Sofia disiplin meminum obat yang diberikan RS. Ghrasia, dan melalui rujukan dari Puskesmas, Sofia selalu mendapatkan suplai obat-obatan dengan lancar. Ini untuk kasus di Jawa yang fasilitas kesehatan dan rehabilitasi serta obat-obatan tersedia dengan baik. Entahlah....bagaimana yang terjadi di luar Jawa, di daerah terpencil dan wilayah perbatasan negara.... Sofia sedikit demi sedikit sudah berani keluar dari kamar. Mau berkomunikasi dengan tetangga-tetangga atau kader yang berkunjung ke rumahnya. Sungguh...waktu itu kita semua sangat kaget, penampilan sehari-hari Sofia lama kelamaan bagaikan gadis  "normal" yang tidak mengalami gangguan skisofrenia. Bahkan kadang Sofia tersenyum manis dan cantik sebagai ukuran orang desa.