Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Guru - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meluruskan Arti Kasih Sayang di Kalangan Remaja

27 Juli 2019   13:28 Diperbarui: 16 Agustus 2019   23:38 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.vexels.com 

Dulu ketika Ayah/Bunda membangun keluarga barangkali ada 8 kaidah yang saling dipahami, dan sepintas barangkali sesuai dengan hikmah kisah dalam Qur’an Surat Yusuf. Bahwa kaidah ini memuliakan keluarga dan mengokohkan kekeluargaan, lebih dekat kepada nilai fitrah, bukan nilai-nilai ekstrem.

Pertama, laki-laki dan perempuan memiliki kehendak satu sama lain yang menjadikan keduanya Allah ridhai (nikah) atau Allah murkai (zina, QS. 17: 32)). (Untuk kecenderungan terhadap lawan jenis lihat QS. 12: 24).

Kedua, mengajak zina adalah antitesa dari mengajak komitmen untuk nikah. Zina adalah perbuatan keji, mengajak nikah adalah perbuatan mulia. (QS. 12: 23-24, 53). Rasulullah Saw bersabda, “Lam ara lil mutahabbaini mitsla nnikaah”, yang artinya “Saya belum pernah melihat solusi untuk dua orang yang saling cinta, selain nikah” (HR Ibnu Majah).

Ketiga, kebutuhan seseorang kepada Allah untuk diselamatkan dari zina (QS. 12: 53) dan perlunya kita menjauhi sikap putus asa (lihat QS. 12: 87). Lihat Nabi Zakaria as, do’anya yang sangat ramah. “duhai tuhan penciptaku, pemeliharaku, pelindungku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada-Mu, duhai Tuhanku.” (QS. 19: 4)

Keempat, karena setiap manusia berada dalam sistem maka ia perlu mendo’akan diri sendiri dan orang lain. Inilah bentuk lisan dan sikap yang baik. Akhlak terbaik telah ditunjukkan oleh Ya’qub as kepada anak-anaknya yang mencelakai Yusuf as. Begitupun Yusuf as, lisan dan sikapnya menunjukkan kemuliaan dirinya (QS 12: 23-24, 38, 59, 77, 92, 100-101) dan ayahnya (QS. 12: 64, 83-84) ketika menghadapi saudara-saudara Yusuf as.

Agaknya akhlak yang baik kepada orang lain itu dengan do’a “… Rabbi inni u’idzu ha/hu bika wadzurriyata ha/hu minasysyaithoonirrajiim (QS. 3: 36)” yang artinya “Duhai Tuhan penciptaku, pemeliharaku, penyayangku, sesungguhnya aku mohon perlindunganMu untuknya dan keturunannya dari (gangguan) setan yang terkutuk”. Kemudian doa untuk diri sendiri “Rabbana hablana min azwaajina wadzurriyatina qurrata’ayun waj’alna lil muttaqiina imama (QS. 25: 74)” yang artinya “Duhai Tuhan pencipta kami, pemelihara kami, penyayang kami, anugerahkan kepada kami pasangan dan keturunan yang qurrata’ayun dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”.

Kelima, perlunya kita meluruskan niat, istigfar dan taubat (lihat taubatnya saudara-saudara Yusuf as, QS. 12: 91, 97).

Keenam, perlunya sikap untuk mampu memaafkan (lihat maafnya Ya’qub as kepada anak-anaknya (QS. 12: 98), dan sikap pemaafnya Yusuf as kepada saudara-saudaranya (QS. 12: 92). Jadilah orang yang memaafkan sebelum orang lain meminta maaf. Karena pemaaf, menahan amarah dan istigfar itu karakter penghuni Surga (QS. 3: 133-135). Jadilah orang yang memaafkan (bukan iri dengki, lihat QS. 12: 8-10), terlebih ketika datang orang lain kepada kita yang mengakui kesalahan dan meminta maaf! Ini sikap yang mampu mengokohkan kekeluargaan.

Ketujuh, adanya keutamaan sikap mengakui kesalahan pribadi, bukan mencari-cari kesalahan orang lain. Mengakui kesalahan juga bentuk keutamaan jujur (tidak dusta). Ini sikap yang mengokohkan kekeluargaan (lihat pengakuan Yusuf as , QS. 12: 53 dan saudara-saudara Yusuf as, QS. 12: 91, 97 serta lihat dustanya saudara-saudara Yusuf as QS. 12: 17-18, 77).

Kedelapan, ini hal yang tidak banyak diketahui oleh manusia. Ia adalah ‘mata air’ energi seorang muslim yang benar yaitu aqidahnya. Begitupun ‘mata air’ energi sebuah keluarga adalah aqidahnya. Perhatikan lisan Yusuf as! “Wahai penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa? Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. 12:39-40).

Oleh karena itu, perlu melibatkan Allah dalam setiap pengambilan keputusan kita. Kita perlu dekat dengan Allah Swt sebagaimana Rasulullah Saw dekat dengan Allah Swt misalnya kedekatan itu karena Rasulullah Saw bersikap pemaaf yang meniru Allah Yang Maha Pengampun. Semua sifat-sifat hasanah Allah Swt (Asmaul Husna) perlu ditiru agar kita dekat dengan Allah Swt.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun