"Aku tidak bisa memegang tanganku."
"Aku mencintai hidup dan orang-orang bertanya: bagaimana kamu bisa tersenyum terus?"
"Dan aku berkata kepada mereka: ceritanya panjang."
"Memang susah untuk tersenyum saat kamu mengalami hal-hal yang tidak diketahui dan tidak dimengerti. Apa kamu bisa melewati badai kehidupan dan kamu tidak tahu berapa lama badai itu  akan berlalu."
"Aku ingin berbagi prinsip yang kupelajari dalam hidupku. Menjadi sabar itu hal yang paling susah. Aku sadar aku tidak bisa memegang tangan istriku, tapi tiba saatnya aku akan bisa memegang hatinya, aku tidak perlu lagi memegang tangannya."
"Kamu tahu berapa banyak wanita punya masalah dengan makan, banyak orang marah terhadap keadaannya. Terhadap situasi rumahnya, marah kepada orang lain."
"Mengerikan, banyak orang merasa hidupnya tidak berharga."
 "Aku berbagi pengalaman dan melihat sisi pandang hidup baru dan segar, untuk bersyukur, bermimpi besar dan tidak pernah menyerah".
Untung adalah seorang guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum Batang Batang Kab,. Sumenep, Madura, Jawa Timur. Pria yang lahir tanpa tangan ini berhasil menamatkan pendidikannya di pondok pesantren. Ia mengajar Bahasa Arab, Alquran Hadits, Aqidah dan PPKn. Mulai menjadi guru sejak 1992. Keterbatasan fisik dan ekonomi tidak membuatnya putus asa.  Beliau menulis di papan tulis dengan kaki, mengerjakan administrasi kantor juga dengan kaki.
"Beliau lucu dan menyenangkan," komentar seorang muridnya. Guru honorer 25 tahun ini juga mengajar ngaji anak anak di mushola. Untuk mencukup kebutuhan istri dan 2 anaknya ia memelihara burung dan ayam.
Ternyata, dulu ia masuk SD secara diam-diam. Orang tuanya melarang karena khawatir dia akan diejek teman-temannya di SD (bukan SDLB). Memang ada yang mengejek dan menghina. Meski Tidak diizinkan masuk SMA, ia berani berhasil meyakinkan orang tuanya dengan bertekad mengikuti pendidikan pondok pesantren. Â Setelah selesai mondok, beliau mengajar dengan gaji 5 ribu rupiah. Ia tetap bersyukur. Sekarang gajinya 300 ribu rupiah.