Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Administrasi - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengisi Kemerdekaan di Era Transformasi Penjajahan

18 Agustus 2015   07:15 Diperbarui: 18 Agustus 2015   07:15 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Naskah Otentik Teks Proklamasi (historia.id)"][/caption]

Peristiwa Rengasdengklok merupakan puncak pertentangan antara golongan muda dan golongan tua. Golongan tua menghawatirkan pejuang nusantara belum siap dan kemungkinan terjadinya pertumpahan darah. Sedangkan golongan tua meyakini bahwa pejuang sudah siap sehingga proklamasi kemerdekaan harus segera dilakukan. Soekarno dan Hatta yang berencana rapat bersama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) menjadi gagal karena diculik oleh golongan muda pada 16 Agustus 1945, dibawa ke Rengasdengklok.

Peristiwa Rengasdengklok bertujuan untuk mengamankan Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang. Peristiwa ini juga bertujuan untuk mendesak keduanya agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Tugas pengamanan terhadap Soekarno dan Hatta ini dilakukab oleh Shodancho Singgih. Rencana pengamanan memperoleh dukungan berupa perlengkapan tentara PETA dari Chudancho Latief Hendradiningrat.

Di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta ditempatkan di rumah milik Djiaw Kie sung di bawah pengawasan Chudancho Soebono. Setibanya di Rengasdengklok, para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta segera memroklamasikan kemerdekaan Indonesia. Ternyata, Soekarno dan Hatta menolak. Tapi akhirnya soekarno bersedia segera memproklamasikan setelah kembali ke Jakarta. Bersedianya Soekarno terjadi setelah melalui pembicaraan pribadi dengan Shodancho Singgih. Tengah harinya, Shodancho Singgih ke Jakarta untuk memberitahu kepada golongan muda.

Ternyata di Jakarta sudah terjadi kesepakatan antara Mr Achmad Soebardjo (golongan tua) dengan Wikana (golongan muda) bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilakukan di Jakarta. Memang harus segera, apalagi Laksamana Tadashi Maeda (kepala perwakilan angkatan laut Jepang) menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya, Jl Imam Bonjol No 1 Jakarta. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto (golongan muda) pada hari itu juga bersama Achmad Soebardjo dan Soediro, menjemput soekarno dan Hatta di Rengasdengklok untuk menuju ke Jakarta. Pada malam hari itu juga, Soekarno dan Hatta Kembali ke Jakarta. Sebelumnya, Achmad Soebardjo memberi jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa keesokan harinya (17 Agustus 1945) selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB, proklamasi akan dikumandangkan.

Tibalah Soekarno Hatta dan rombongan di Jakarta pada pukul 22.00 WIB. Mereka diantar oleh Laksamana Tadashi Maeda. Kemudian disambut Mayor Jenderal Otoshi Nishimura atas intstruksi Mayor Jenderal Moichiro Yamamato (Kepala Pemerinthaan Militer Jepang di Nusantara) yang tidak ingin menyambut karena perintah Tokyo. Sedangkan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura tidak berani mengizinkan proklamasi kemerdekaan indonesia karena takut disalahkan oleh Sekutu yang memenangkan Perang di Asia-Pasifik. Sumber lain menyebut bahwa Nishimura pura-pura tidak tahu soal proklamasi atas diskusi lobi yang dilakukan Soekarno dan Hatta. Makanya, kerja PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tidak terhalangi. Nishimura dinasehati agar menepati janji, karena Jepang telah berjanji akan memberikan kemerdekaan (inilah yang mendasari memang bahwa penjajah di mana pun dan kapan pun bermoral buruk yaitu mengingkari janjinya dan menipu).

Berdasarkan keingkaran Jepang itulah akhirnya para tokoh bangsa indonesia kukuh untuk proklamasi kemerdekaan akan segera dilaksanakan dan lepas dari pengaruh Jepang. Bertolaklah mereka rombongan Soekarno Hatta ke kediaman Maeda, yang diantar oleh Maeda sendiri. Di rumahnya Maeda, terjadi insiden perumusan teks proklamasi.

Singkat cerita, dari musyawarah tokoh golongan muda-tua indonsia dan orang Jepang seperti Miyoshi (padahal ini orang kepercayaan Mayor Jenderal Nishimura) dan anggota PPKI yang dibentuk Jepang. Perumusan baru selesai pada pukul 03.00 WIB 17 Agustus 1945.

Saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan puasa umat muslim. Soekarno tidak berpuasa karena sakit akibat gejala malaria tertian. Pagi hari Soekarno dibangunkan oleh dokter dan Sokarno mengeluh badannya greges-greges. Ia kemudian disuntik dan minum obat. Setelah itudr lagi, ia baungn pukul 09.00 WIB. Tepat pukul 10.00 dibacakan teks proklamasi. Seteah itu ia kembali ke kamar untuk istirahat. Sungguh luar biasa perjuangannya. Meski sakit ia tetap menyempatkan untuk membacakan teks proklamasi. Bisa saja ia menyerahkan tugas pembacaan kepada Hatta, namun ia tak melakukannya karena itu tanggungjawabnya.

Kemudian, sesuai rencana di halaman rumah Soekarno Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada pagi hari pukul 10.00 WIB teks proklamasi dibacakan oleh soekarno. Setelah dibacakan, dilakukanlah pengibaran bendera Merah Putih oleh S. Suhud dan Chudancho Latief Hendradiningrat (seorang prajurit PETA).

Setelah upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia selesai, para pemuda dari golongan pers bekerja keras meliput semua peristiwa bersejarah itu. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia kemudian disebarluaskan ke seluruh pelosok Indonesia dan dunia internasional.

Apa yang terjadi jika pemuda tidak bersikap kritis? Apa yang terjadi jika pihak Jepang seperti Jendral Nishimura, Laksamana Tadashi Maeda, Miyoshi tidak ikut berperan? Artinya, golongan muda dibutuhkan negara, sedangkan adanya sejumlah orang Jepang yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok dan Perumusan Teks Proklamasi setidaknya menjadi dukungan dan pengakuan kemerdekaan Indonesia, atau paling tidak sejumlah orang Jepang menyadari bahwa kemerdekaan adalah hak siapa pun bangsa.

Apa yang terjadi jika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak disebarluaskan ke seluruh pelosok Indonesia dan dunia internasional? Maka golongan tua jangan meremehkan golongan muda!

Kisahnya akan menjadi berbeda jika para tokoh baik muda maupun tua bersikap tidak terbuka dan tidak mengedepankan persatuan. Kisahnya juga berbeda jika para tokoh tidak mampu berkomunikasi dengan benar. Kisahnya akan berbeda jika Soekarno dan Hatta gagal melobi Mayor Jenderal Otoshi Nishimura. Kisahnya akan berbeda jika golongan muda gagal meyakinkan Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan dan tidak menunggu instruksi Tokyo.

Seteah dikaji ternyata rencana Jepang memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia hanya tipuan. Karena Jepang hanya ingin mendapat simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia di masa sulit peperangan di Asia-Pasifik. Artinya, sukses besar proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menandai kecerdasan, kuatnya hati, besarnya impian, tingginya semangat dan keberanian para tokoh Indonesia meski di antara mereka majemuk dalam pandangan.

Di balik Sukses besar proklamasi itu, adalah rencana besar penggagalannya. Mengingat pasca proklamasi, Belanda yang mewakili sekutu merencanakan hotel Yamato di Surabaya menjadi markas Angkatan Laut Belanda. Untung saja rencana ini digagalkan oleh pejuang Indonesia. Selanjutnya ada perang melawan sekutu-yang-dipimpin Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby di Surabaya pada 10 November 1945 hingga agresi militer Belanda pada tahun 1947 dan 1948. Bahkan Belanda memblokade kekuatan ekonomi Indonesia dengan mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan dalam perdagangan ekspor (yang dilakukan Indonesia). Tapi semua usaha itu gagal, pada intinya kemerdekaan berhasil dipertahankan.

Penjajahan kemudian bertransformasi menjadi bentuk lain seperti lewat finansial dan kebudayaan (seperti pemberian utang yang berujung krisis utang seperti Yunani, sistem kapitalisme dalam finansial global, mode pakaian, ide freesex, dan baru-baru ini gagasan Lesbi-Guy-Transgender-Biseksual atas nama hak asasi manusia yang sebenarnya menyesatkan) dan sisanya tetap dalam bentuk fisik (seperti di Palestina).

Sebenarnya ide penjajahan ini telah ada sejak dahulunya, sejak manusia telah mengenal mana yang profit dan non-profit, kemudian dikuasai oleh keserakahan dan ide “siapa yang kuat dia yang bertahan, yang lain harus disingkirkan” seperti menjadi gagasan di era sains Charles Darwin mulai abad ke-19 hingga abad ke-21 yang beriringan dengan era perang dunia, perang dingin, kekuasaan kapitalisme global dan invasi militer AS ke sejumlah negara. Jauh sebelum era Darwinisme sebenarnya juga telah ada ide keserakahan tersebut.

Kekokohan AS dengan ide penjajahannya (yang mana AS negara superpower tidak mencegah kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina) bertolak belakang dengan kekokohan Soekarno melawan Israel. Seokarno tak pernah mengakui keberadaan Israel. Hatta pun demikian, tidak mengakui negara Israel. Sebab seperti dalam pidatonya, Soekarno dalam memperingati kemerdekaan Indonesia yang ke-21 pada 17 Agustus 1966, “Imperialisme yang pada hakikatnya internasional, hanya dapat dikalahkan dan ditundukkan dengan penggabungan tenaga anti-imperialisme yang internasional juga”. Soekarno tidak hanya ingin mengalahkan imperialisme, tapi juga ingin menundukkannya, tidak hanya regional, tapi juga internasional.

Soekarno juga mengatakan dalam pidatonya itu, “Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa anti-imperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialismee. Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel”. Itulah ide Soekarno, ide alamiah yang dikehendaki setiap manusia yang berpikir jernih dan sehat, yang mana idenya juga telah ada sejak moyang manusia mengenal mana yang profit dan mana yang non-profitn tapi tidak dikuasai oleh keserakahan.

Penjajah yang serakah dan suka bertengkar yang telah ‘mengawini’ korbannya, sebenarnya telah ‘mengajarkan’ korbannya memilih ide yang lebih baik. Tentu saja itu adalah ide kemerdekaan? Mungkin hanya ada dua kemungkinan terkait penjajah, pertama, penjajah itu ingkar janji karena tidak tahu makna kemerdekaan. Kedua, penjajah itu benar-benar keji.

Kembali ke topik proklamasi. Kemerdekaan Indonesia ini sesungguhnya adalah usaha mandiri dan cerdas, kemerdekaan bangsa Indonesia bukan pemberian bangsa lain. Berbeda dengan sejumlah bangsa lain yang kemerdekaannya adalah pemberian bangsa lain, seperti Malaysia diberikan oleh Inggris. Inilah yang menjadi beban bagi generasi berikutnya dalam mengisi kemerdekaan, yakni meneladani kemandirian dan kecerdasan masa lalu bangsanya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun