[caption caption="ilustrasi (kompasiana)"][/caption]
Saya bermaksud singkat aja nih, kalo banyak malah gak terserap pesan dalam tulisan saya ini. Berikut sepuluh alasan kenapa Kompasiana jadi rame. Mau tau?
Pertama. Cara insan yang mulia menghormati insan mulia yang lain salah satunya adalah saling membaca artikel antar kompasianer. Nah di Kompasiana ini terjadi.
Kedua. Kompasianer sering memberi jejak (meninggalkan) komentar.
Ketiga. Tak hanya sering memberi jejak, di kompasiana sering anggotanya berbalas komentar, (tambah rame nih). Kadang saya mendapat inspirasi dari berbalas komentar, sebab memperkaya sudut pandang dan jadi paripurna. Saya berharap sangat di artikel saya (Uang: PKS HANCUR bag. 2 serta Tantang Jokowi, Bilang ke Publik: Jangan Rayakan Valentine Day!) semua komentarnya dkembalikan lagi (refresh). Karena banyak sudut pandang di sana. Help me please! I want to write a book.
Keempat. Putaran diskusi berjalan cukup cepat. Jika format speed (kecepatan) komentar seperti facebook, wah tidak dipungkiri ini bakal tambah rame. Setiap yang berkomentar langsung muncul, tanpa reload tab. Di lembaga tempat saya bekerja, komentar (diskusi) pelanggan diperlukan selain untuk mengevaluasi personal perusahaan tapi juga untuk merangsang pelanggan perhatian dengan perusahaan.
Kelima. Kompasianer saling memberi penilaian (rating) terhadap artikel. Ada menarik, aktual, inspiratif atau bermanfaat.
Keenam. Kompasianer sering menilai artikel punya diri sendiri. Itu mengajarkan diri sendiri agar Pe-De bukan Ge-ER.
Ketujuh. Di kompasiana ini banyak promosi lomba menulis. Meskipun saya tidak pernah sekalipun ikut lomba tersebut tapi saya yakin banyak kompasianer yang tertarik mengikutinya. Setiap situs jurnalisme warga (citizen journalism) punya keunikan tersendiri. Keunikan kompasiana misalnya, terbangun oleh penulis yang mengupload tulisannya. Saya tertarik dengan tulisan-tulisan Zulfikar Akbar, Daniel Ht, Effendi Tjiptadinata, Cahyadi Takariawan, M Ryan, Akhmad Fauzi dan seterusnya masih banyak lagi (pokoknya banyak). Selain itu di Kompasiana ini diberikan perhargaan dengan kategori tertentu. Misal kompasianer teraktif.
Kedelapan. Ada kompasiana TV. Bukan tidak mungkin kompasianer jadi public figure.
Kesembilan. Para kompasianer gak sungkan-sungkan mengkritik admin. Itu suatu tanda kepedulian bukan sebaliknya.
Kesepuluh. Kompasianer suka gosip.
Kesebelas. Siapapun kompasianer bisa jadi penulis sebab, cenderung setiap tulisan yang diupload akan diitayangkan. Banyak pilihan seperti category humaniora, politik dan seterusnya. Cuma category edukasi kok gak ada lagi ya. Sayang sekali, saya sangat berharap category edukasi dimunculkan kembali. Help me please!
Tulisan ini jangan dimasukin ke hati ya? Masukin aja ke liver! Karena tempatnya gak cocok di hati. (Hehehe) Kato logat Jambi, Ini cando be, kalo ado benarnyo, yo anggap ajo kayak dak ado, kalo ado salahnyo, yo anggap ajo kayak dak ado.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H