Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Administrasi - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

MegaWatt: Mega Gawat?

12 April 2015   03:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:14 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Megawati Berpidato pada Kongres IV PDI-P, di Sanur, Bali, Sabtu (11/4/15) [source:republika.co.id]

[caption id="" align="aligncenter" width="465" caption="Megawati Berpidato pada Kongres IV PDI-P, di Sanur, Bali, Sabtu (11/4/15) [source:republika.co.id"]"][/caption]

GGL (Gaya Gerak Listrik) Induksi dapat diperbesar dengan banyak cara. Akan mudah dipahami dengan fakta bahwa GGL induksi berbanding lurus dengan Jumlah lilitan kawat, dan berbanding lurus pula dengan perubahan fluks (garis gaya magnet). Namun GGL induksi diperbesar dengan memperkecil waktu (menyingkat waktu putaran).

Oleh karena Jumlah lilitan sebanding dengan kuat medan magnet dan sebanding pula dengan panjang penghantar maka GGL induksi pun bisa diperbesar dengan memperbesar kuat medan magnet dan memperpanjang penghantarnya.

Sepertinya gak ada hubungannya denagn politik ya?

Tapi setidaknya, Bu Mega ini lagi galau. Sepertinya takut kehilangan kuat GGL induksinya. sehingga ia kadang harus menaikkan dan kadang menurunkan yang lain. Kalau saya ditanya apa yang diturunkan atau di tempt lain dinaikkan, mungkin definisinya lebar.

Sepertinya kemudian sudah jelas, bahwa GGL induksi akan naik jika ada variable yang dinaikkan dan ada pula yang diturunkan.

Dulu Jokowi dinaikkan sebagai capres. Kemduaian diturunkan sebagai petugas partai. dengan demikian tidak akan mengalahkan Megawati untuk menduduki kembali tahta bergengsi super dan kursi panas Ketua Umum PDIP.

Seperti listrik bersambut kepada makna bahwa itulah alasan kenapa Megawatiblak-blakan mengatakan “keluar bagi yang tak mau disebut petugas partai.“

“Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau enggak mau disebut petugas partai, keluar!” ujar Bu Megawati dalam pidato Kongres IV PDI-P, di Sanur, Bali, Sabtu (11/4/15).

Apakah sesempit itu tujuan Megawati? Kemungkinan kenapa Megawati seperti itu adalah:

(1) menjaga ideology partai besar di republik ini,

(2) Merasa belum yakin kepada kemampuan Pak Jokowi-JK karena barangkali: (a) tidak tegas tapi pemarah (b) berusaha tampil jujur tapi menyembunyikan ketidakjujuran yang jelas (c) membodohi public dengan pidato yang tidak di-follow-up, (d) memelintir hukum partai demi melindungi diri, kelompok dan anak buahnya, (e) plin-plan, (f) memperkerjakan orang-orang munafik, (g) visi dan rencana kerja tidak jelas, (h) kurang berpengalaman, (i) kurang kompeten, (j) kurang dekat dengan rakyat (k) kurang didikan, dan (l) kurang aktif dan berpengaruh di partai.

(3) Merasa KMP sebagai musuh besar,

(4) Merasa Gengsi dengan Ical yang masih kuat berpengaruh di Golkar, dan Surya Paloh di Nasdem, serta Amien Rais di PAN,

Namun itu hanya prediksi, dan masih ada lagi prediksi-prediksi lainnya.

Seperti penilaian Nico Harjanto:

“Mestinya semua partai pendukung ada di belkang presiden, bukannya ambil alih peran presiden. Ini yang harus dipahami politisi PDI-P,” kata Nico, Direktur Populi Center (11/4/15).

Lain orang, lain pemikiran, Dewi ikut bicara:

“Itu adalah suasana kebatinan Bu Mega waktu pidato, sakitnya tuh di sini. Jadi seperti pepatah Minang, Mega ibarat membesarkan anak harimau,” kata Dewi Haroen, Psikolog Politikdari Universitas Indonesia (11/4/15)

Dan saya tak ingin ‘menghakimi’ Bu Megawati tanpa mendengar penjelasannya:

“Kader partai yang berkecimpung di eksekutif dan legislative memiliki kewajiban untuk menjalankan instruksi partai. Hal itu merujuk pada UU Partai Politik. Agar semua kebijakan yang diputuskan harus berpihak pada kepentingan rakyat. Rakyat, merupakan elemen penting yang menjadi sumber dan tujuan kerja ideologi. Wajib dan sudah seharusnya menjalankan instruksi partai, ya begitu,” kata Bu Mega (11/4/15).

Saya tak keburu bangga, melihat arah gerak Mega yang paling dekat ini dalam membentuk struktur pengurus PDI-P, meskipun ada yang menilai kurang cakapnya Mega memilih sekjen PDIP (Hasto):

“Buat saya, itu hitung-hitungan. Karena dia itu sangat loyal, makanya ditunjuk jadi Sekjen,” kata Ikrar Nusa Bakti, Pengamat Politik LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) (11/4/15). Seolah Ikrar berkata bahwa Hasto mendapat sedekah karena telah membongkar kasus Abraham Samad yang menggagalkan BG menjadi Kapolri. BG dinilai loyalis Bu Mega.

Dan masih ada lagi kenapa kurang boleh keburu menyimpulkan, meskipun:

“(Pak Jokowi) enggak boleh (renggang) sama sekali (dengan PDIP). Jokowi enggak sadar kalau ada kekuatan lain yang mencoba merenggangkan hubungannya dengan PDIP. ini berbahaya kepada pemerintahan Jokowi 5 tahun ke depan,” ujar Dewi Haroen (11/4/15).

Begitu juga saya gak ingin keburu menyimpulkan meski:

“Beberapa waktu lalu ketika media sepertinya mem-bully saya, sepertinya saya ini orang yang salah, begini salah, begitu salah,” kata Bu Mega (11/4/15).

Saya lagi-lagi gak keburu bangga, meskipun Megawati menonaktifkan Puan dari jabatan parpol. Kalau memang di-nonaktifkan kenapa malah dipilih Puan sebagai Ketua DPP PDIP?

Pun saya tak keburu bangga dengan Megawati meskipun Maruarar Sirait berkomentar berkenaan tidak terpilihnya ia dalam struktur DPP PDIP:

“Saya akan tetap loyal,” kata Maruarar Sirait (10/4/15).

Ikrar menyayangkan atas lenyapnya Maruarar dari DPP PDI-P”

“Misalnya, lenyapnya Maruarar Sirait dari tingkat DPP. Kalau dianggap berbuat dosa, dosa apa yang diperbuat Maruarar?” ujar Ikrar (11/4/15).

Lagipula ada indikasi, baru indikasi ya, bukan fakta. Terindikasi bahwa PDIP gak mendukung Risma lagi karena Risma gak memberi manfaat buat PDIP di Surabaya.

Dan gak keburu menyimpulkan meski Megawati berpidato:

“350 tahun berapa banyak ibu hamil waktu itu? Ngitung sajalah. Ibu bunting itu berapa banyak ya? KArena suaminya ketakutan. Ibunya ikut ketakutan, bayinya ikut ketakutan, jadi generasi yang ada adalah generasi ketakutan,” kata Bu Mega (11/4/15).

Saya gak keburu bangga pula, meski ada yang menilai:

“Partai itu tidak akan pernah besar selama ada pengurus,” kata Anonim. Belakangan saya sadari maksudnya “Partai itu tidak akan gemuk selama ada pengurusnya, untuk menggemukkannya harus ada penggemuk, bukan pengurus,” kata anonim (10/4/15).

Saya belum menyimpulkan, Anda juga kan?

Saya rasa Bu Megawati ini daya listriknya bisa ukuran MegaWatt. Bukan Mega Gawat ya? Yaps, yang jelas saya tidak ingin keburu menyimpulkan. Anda juga kan?

Note:

1. Prinsip induksi elektromagnetik dipelajari oleh Michael Faraday dalam menghasilkan arus listrik dari medan mahnetik. Setelah Oested berhasil menemukan bahwa arus listrik dapat menghasilkan medan magnet, maka Michael Faraday (1791-1867) seorang ilmuwan dari Jerman bertanya-tanya dapatkah medan magnet menghasilkan arus listrik? termotivasi dari hal tersebut,kemudian Faraday pada tahun 1822 mulai melakukan percobaan-percobaan. Setelah kurang lebih 9 tahun, barulah ia mendapatkan jawabannya yaitu pada tahun 1831 ia berhasil membnagkitkan arus listrik dengan menggunakan medan magnet.

2. Gaya gerak listrik induksi (GGL Induksi) adalah beda potensial yang terjadi pada ujung-ujung kumparan karena pengaruh induksi elektromagnetik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun