Rabuyang lalu (15/10/14) saya mendapat tugas untuk mencari siswa berprestasi agar ikut olimpiade MIPA yg diadakan Yayasan Pendidikan Ganesha di Merangin. Saya menuju SD 282 dengan bersepeda motor.
Di SD ini terpampang Peta Kabupaten Merangin dan Negara KEsatuan Republik Indonesia. Peta tersebut terpampang tepat di depan halaman utama Sekolah.
Pemandangan tersebut mengingatkan saya tentang pentingnyamata pelajaran Geografi karena bisa mengenal bumi dan isinya. Kalau tidak kenaldampaknya seperti Papua yang emasnya dikuasai AS bukan Indonesia. Supaya suatu saat nanti jika mengadakan acara konsolidasi se-Indonesia sangat sedikit muncul keanehan, Ketikaorang Jambi memperkenalkan diri “Saya dari Jambi”. Orang NTB tanya “Jambi di mana?”. Orang Sulawesi Selatan tanya “Provinsi Jambi di mana?”
[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Halaman Depan SDN 282 Merangin (Doc. Pri./15/10/14)"][/caption]
Saya masuk ke kelas 6. Saya menawarkan kepada guru kelas agar guru kelas yang menentukan siswa yang akan didelegasikan ke olimpiade MIPA. Si Bu guru menunjuk salah seorang siswa perempuan. Aneh, Si anak menolak dengan diamnya. Setelah dibujuk dengan suara keras oleh Si Bu Guru, Si anak menjadi menangis. Kemudian melawan diamnya, dengan berkata “Ibu kami dak boleh ”.
Sebenarnya olimpiade ini tidak memungut biaya dan tidak pula menggangu jam pelajaran di sekolah karena diadakan saat hari minggu (13/10/14). Tapi Si anak ini tetap menolak untuk ikut dengan backing pengaruh ibunya di rumah. Mungkin perlu mengajaknya dengan ramah. Mengatasi masalah tersebut, saya dan perwakilan pimpinan yayasan Ganesha (Meranigin) mencari siswa lain yang mau untuk berlomba dalam olimpiade.
Setelah selesai sekitar satu jam berkeliling kelas, saya kembali memandangi peta Indonesia yang sungguh bagus karena melawan hitam putih. Peta itu berwarna. Diukir melekat dengan dinding beton, bukan wujud spanduk.
Masih di hari Rabu, saya ke SD 294 di dalam kelas ada gambar pahlawan Pattimura , sepertinya karya siswanya. Kelas 5 Sekolah ini ada satu, kelas 6- nya juga satu kelas. Jendelanya tidak berkaca tapi cuma ber-trali. Saya membayangkan sekolah ini seperti sekolah zaman dulu karena suasananya merujuk ke makna itu. Catnya kabur. Tapi, paling tidak sekolah ini mengingatkan saya tentang pentingnya sejarah.
[caption id="" align="alignnone" width="300" caption="Ruang Kelas SDN 294 Merangin yang Tidak Berkaca (Doc.Pri./15/10/14)"]
Setelah itu saya ke SD 3, di Sekolah ini saya terpijak kotoran ayam. Tampaknya ini relatif terkesan tidak modern.Seperti umumnya, sekolah lain bahkan sekolah favorit papan tulisnya tidak bersih, seperti wajah saya yang kalau be-gadang timbul jerawat. Papan tulis tersebut tidak mengkilat lagi. Tapi sekolah ini mengingatkan saya tentang sejarah sebab di kelas 5 ada terpampang peta sejarah wilayah nusantara di zaman kerajaan Hindu-Budha dan Islam.
Kamis (14/10/14) saya ke Madrasah Ibtiadaiyah Negeri (MIN) Bangko, saya menyerahkan piala dan hadiah bagi siswanya. Siswa tersebut tersenyum percaya diri memegang piala dan hadiah ketika berfoto bersama. Sekolah ini punya cerita uni.k, sebab kelas 5 C menggunakan Mushola.. Its no problem, because dahulu Masjid merupakan pusat peradaban, ketika abad ke 7 hingga awal abad ke 20. Akhir-akhir ini masjid sedang diarahkan ke sana, paling tidak beberapa masjid sedang dibikin rame di kota-kota.
[caption id="" align="alignnone" width="300" caption="Mushola yang dijadikan Kelasdi MIN Bangko (Doc.Pri./16/10/14)"]
Apakah hubungannya dengan title sebelumnya Uang:PKS HANCUR (Bag. 3)? Adakah sejarawan, ekonom, politikus di nusantara ini yang tertarik mereviewsejarah uang? Sebab, demikian itu sama kontroversialnya dengan SUPERSEMAR, tentang kematian Aktivis HAM (Munir) dan tentang Pusat Kerajaan Sriwijaya.
Sedikit melenceng dari topik. Semoga di hari pelantikan Jokowi-Jk sebagai pemimpin nusantara, berjalan lancar.Seratus hari ke depan menjadi momen bersejarah.
Berhubung terjadinya bipolar power yakni adanya dua kutub [legislatif dan eksekutif] maka akan berdampak berlomba-lomba mewujudkan visi besar bangsa ini. Kalau diibaratkan, seperti atom, koalisi di legislatif seolah proton dan neutron sedangkan eksekutif seperti elektron. Mereka sama-sama memiliki energi dan menjaga posisi maing-masing maka jadilah struktur atom itu kuat. Dapat dibayangkan bahwa elektron mesti lebih aktif. Karena begitulah demokrasi menghendaki bahwa eksekutif fokus sebagai pelaksana. Kita dapat membayangkan elektron berputar-putar dengan kecepatan yang sangat tinggi sementara proton dan neutron mengawasi.
Sekali lagi selamat buat pemimpin baru kita.
Jaya Indonesia!
Bersambung…
read more:
The History of The Money Changers
Is U.S. Currency Still Backed by Gold?
Masalah Besar Bangsa Indonesia
Petition: Banks Need Boundaries
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H