Mohon tunggu...
emha albana
emha albana Mohon Tunggu... Seniman - Jurnalis, Film Maker, Auhtor, Konten Kreator

Hanya pelaku dalam peradaban, penulis di negeri yang enggan membaca, konten kreator zero capital, jurnalis tanpa media, rakyat tanpa pengakuan, seniman tanpa galery, saya tidak hebat tapi terlatih.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dear Presiden : Industrialisasi Sektor Pangan Menuju Indonesia Swasemda Pangan.

2 Januari 2025   01:41 Diperbarui: 2 Januari 2025   01:41 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Industrialisasi Pangan dan Sektor Pertanian Serta Peternakan : Emha Albana

Membuka Mata: Peluang Besar di Tengah Krisis Global

Di tengah ancaman resesi global dan ketidakstabilan ekonomi dunia, Indonesia dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang besar dalam sektor pangan. Saat negara-negara maju bergelut dengan ketergantungan impor dan konflik geopolitik, Indonesia memiliki modal besar untuk menciptakan revolusi pangan. Kekayaan sumber daya alam, keragaman hayati, dan populasi yang besar adalah aset tak ternilai untuk menjadikan negeri ini sebagai pemimpin global dalam ketahanan pangan.

Visi Prabowo Subianto tentang swasembada pangan memberikan harapan baru untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai "lumbung pangan dunia". Namun, visi ini membutuhkan langkah radikal, mulai dari revitalisasi infrastruktur pedesaan hingga pemberdayaan digital dalam pemasaran hasil tani. Apakah kita siap menghadapi perubahan besar ini demi masa depan yang lebih mandiri?

Menelisik Kembali Indonesia Ber-Swasembada Pangan di Zaman Orde Baru

Indonesia pernah menikmati masa kejayaan sebagai negara swasembada pangan, khususnya beras, di era Orde Baru. Pada 1984, FAO mengakui Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil mencapai swasembada pangan. Keberhasilan ini tidak lepas dari program intensifikasi pertanian, revolusi hijau, dan keterlibatan aktif pemerintah dalam penyediaan infrastruktur serta subsidi untuk petani.

Pada masa itu, Indonesia bahkan dijuluki "lumbung padi Asia" karena kemampuan memenuhi kebutuhan pangan domestik sekaligus menjadi eksportir. Hal ini membuktikan bahwa dengan perencanaan dan eksekusi yang tepat, ketahanan pangan bukanlah angan-angan belaka.

Sistem Swasembada Pangan di Era Soeharto

Kunci keberhasilan swasembada pangan pada masa Soeharto adalah pendekatan top-down yang melibatkan kehadiran negara dalam setiap aspek pertanian. Pemerintah menyediakan subsidi pupuk, irigasi yang memadai, hingga teknologi modern melalui program Bimbingan Massal (BIMAS). Selain itu, pengawasan ketat terhadap distribusi hasil panen menjamin petani mendapatkan harga yang layak.

Namun, keberhasilan ini juga memiliki sisi gelap. Ketergantungan pada pupuk kimia dan teknologi impor membuat ketahanan pangan rentan terhadap fluktuasi harga internasional. Belum lagi, sistem tersebut hanya fokus pada komoditas tertentu, meninggalkan banyak potensi lokal yang tidak tergarap optimal.

Mengapa Industrialisasi Sektor Pangan Menjadi Urgensi?

Hari ini, sektor pangan dihadapkan pada tantangan besar. Indonesia, yang pernah berjaya, kini bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan seperti gandum, kedelai, dan daging sapi. Hal ini menjadi paradoks bagi negara agraris dengan sumber daya alam melimpah.

Dalam konteks ini, krisis yang menghantam berbagai sektor justru membuka peluang baru. Perusahaan-perusahaan seperti Giant, Hero, Matahari Department Store, dan beberapa lainnya telah tutup karena berbagai faktor, mulai dari perubahan pola konsumsi hingga tekanan pasar global. Kondisi ini memberikan peluang untuk mengalihkan tenaga kerja yang terdampak PHK massal---yang mencapai lebih dari 500.000 orang pada tahun 2024---ke sektor agrobisnis, mengubah krisis menjadi momentum untuk transformasi ekonomi.

Prabowo dan Visi Penguatan Sektor Pangan

Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, telah menyuarakan pentingnya kembali ke akar kekuatan pangan nasional. Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan perlunya memanfaatkan sumber daya alam dan kearifan lokal untuk menguatkan ketahanan pangan. Langkah ini berpotensi menjadi solusi di tengah krisis global yang berdampak pada sektor ekonomi.

Jika pemerintah serius, industrialisasi sektor pangan dapat dimulai dengan memperkuat infrastruktur desa, memfasilitasi inovasi teknologi pertanian, dan menciptakan regulasi yang melindungi petani dari monopoli tengkulak. Program-program ini tidak hanya memperkuat sektor pangan tetapi juga menekan laju urbanisasi dengan menyediakan lapangan kerja di pedesaan.

Belajar dari Negara Lain: Pertanian sebagai Industri

Beberapa negara telah membuktikan bahwa pertanian dapat menjadi sektor industri yang menguntungkan. Belanda, misalnya, meskipun memiliki lahan yang terbatas, menjadi eksportir produk pertanian terbesar kedua di dunia berkat teknologi modern dan pengelolaan yang efisien. Di Asia, Jepang mengintegrasikan teknologi canggih untuk meningkatkan produktivitas pertanian tanpa mengorbankan kualitas lingkungan.

Indonesia dapat mengambil pelajaran penting dari negara-negara ini: bahwa industrialisasi sektor pangan membutuhkan investasi besar dalam riset, teknologi, dan pendidikan untuk menciptakan ekosistem yang berkelanjutan.

Permasalahan yang Menghimpit Petani dan Peternak

Meski potensial, sektor pangan di Indonesia tidak lepas dari berbagai masalah. Petani dan peternak menghadapi harga bibit yang mahal, pasokan pupuk yang sering tidak tepat waktu, serta monopoli tengkulak yang menekan harga hasil panen. Di sisi lain, distribusi pasar yang buruk menyebabkan ketimpangan harga antara petani dan konsumen.

Monopoli harga juga sering terjadi, terutama pada komoditas penting seperti daging ayam, gula, dan kelapa sawit. Dalam kondisi ini, kehadiran negara sangat diperlukan untuk menciptakan regulasi yang melindungi petani dan konsumen. Misalnya, dengan membangun koperasi tani yang kuat, petani dapat memiliki posisi tawar yang lebih baik.

Hilirisasi dan Industrialisasi Hasil Pertanian

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah melalui hilirisasi hasil pertanian. Misalnya, padi tidak hanya dijual sebagai gabah, tetapi diolah menjadi produk bernilai tambah seperti beras organik atau produk olahan lainnya. Demikian pula, susu sapi dapat diolah menjadi keju, yoghurt, atau produk turunannya.

Pemerintah juga perlu mendorong investasi di sektor ini, baik dari swasta maupun BUMN, untuk membangun pabrik pengolahan di daerah sentra produksi. Dengan demikian, nilai tambah produk pertanian dapat dirasakan oleh petani sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.

Pemberdayaan Digital untuk Pemasaran Hasil Tani

Di era digital, strategi pemasaran konvensional tidak lagi cukup. Petani dan peternak perlu didukung untuk memanfaatkan platform digital seperti e-commerce dan media sosial guna menjangkau pasar yang lebih luas. Digitalisasi tidak hanya membuka akses ke konsumen langsung tetapi juga mengurangi ketergantungan pada tengkulak.

Program pelatihan teknologi bagi petani dan dukungan infrastruktur seperti akses internet di pedesaan menjadi langkah penting untuk memastikan sektor pertanian dapat beradaptasi dengan perubahan zaman.

Menekan Urbanisasi dengan Industrialisasi Agrobisnis

Industrialisasi sektor pangan tidak hanya menjanjikan ketahanan pangan, tetapi juga solusi untuk mengurangi urbanisasi. Dengan menciptakan peluang kerja di pedesaan melalui sektor agrobisnis, masyarakat tidak perlu lagi bermigrasi ke kota untuk mencari penghidupan.

Investasi pada infrastruktur desa, seperti jalan, listrik, dan internet, menjadi faktor pendukung utama. Selain itu, pelatihan tenaga kerja untuk mengelola industri pertanian modern dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di pedesaan.

Masa Depan Indonesia di Tangan Sektor Pangan

Ketika resesi global mengguncang berbagai sektor, sektor pangan bisa menjadi pijakan kuat untuk kebangkitan ekonomi Indonesia. Industrialisasi agrobisnis bukan hanya sekadar strategi ketahanan pangan, tetapi juga peluang untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing global.

Namun, pertanyaannya tetap: apakah kita siap untuk menggeser paradigma dan memanfaatkan peluang ini? Krisis adalah momen refleksi, dan pilihan ada di tangan kita semua untuk menjadikan sektor pangan sebagai lokomotif kemajuan Indonesia. Keputusan hari ini akan menentukan arah masa depan bangsa. Bagaimana pendapat Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun