Mohon tunggu...
emha albana
emha albana Mohon Tunggu... Seniman - Jurnalis, Film Maker, Auhtor, Konten Kreator

Hanya pelaku dalam peradaban, penulis di negeri yang enggan membaca, konten kreator zero capital, jurnalis tanpa media, rakyat tanpa pengakuan, seniman tanpa galery, saya tidak hebat tapi terlatih.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pro dan Kontra : Jika Pemilihan Kepala Daerah Dipilih Badan Legislatif Siapa yang Diuntungkan?! Dan Siapa Yang Dirugikan?!

2 Januari 2025   00:10 Diperbarui: 2 Januari 2025   00:10 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah demokrasi langsung selalu menjadi solusi terbaik? Di tengah gemuruh biaya tinggi dan polarisasi sosial yang semakin tajam, muncul kembali gagasan kontroversial: mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah melalui badan legislatif. Wacana ini, meski dianggap sebagai langkah efisiensi, memancing perdebatan sengit tentang masa depan demokrasi Indonesia. Apakah kita akan maju dengan sistem yang lebih hemat, atau justru mundur ke era di mana suara rakyat hanya sebatas representasi elit politik?"

Menelisik Kembali Sejarah Pemilihan Kepala Daerah di Era Orde Baru

Pada masa Orde Baru, sistem pemilihan kepala daerah dilakukan melalui badan legislatif, di mana anggota DPRD memiliki kewenangan untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota. Pendekatan ini diterapkan untuk menjaga stabilitas politik serta memastikan kontrol pusat terhadap daerah. Dalam praktiknya, mekanisme ini sering kali dikritik karena menjadi lahan subur bagi politik transaksional, yang mengutamakan kepentingan kelompok tertentu di atas aspirasi rakyat.

Efisiensi anggaran menjadi salah satu keunggulan sistem ini. Tanpa melibatkan kampanye besar-besaran, biaya yang diperlukan untuk proses pemilihan jauh lebih rendah. Namun, kekurangan mendasar dari sistem ini adalah minimnya partisipasi masyarakat dalam menentukan pemimpin mereka, sehingga akuntabilitas kepala daerah kepada rakyat pun menjadi dipertanyakan.

Keunggulan lain adalah potensi mengurangi konflik horizontal yang sering muncul dalam pemilu langsung. Namun, di sisi lain, sistem ini rawan terhadap intervensi politik dari kelompok yang memiliki pengaruh besar di legislatif. Transparansi dalam proses pengambilan keputusan menjadi salah satu tantangan utama.

Di Era Reformasi: Pemilihan Kepala Daerah dengan Pemilu Langsung

Reformasi membawa perubahan besar dalam tata kelola politik di Indonesia, termasuk dalam mekanisme pemilihan kepala daerah. Pemilu langsung diperkenalkan dengan tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dan akuntabilitas kepala daerah. Dalam sistem ini, rakyat memiliki hak suara langsung untuk memilih pemimpin mereka.

Namun, sistem ini memiliki konsekuensi anggaran yang signifikan. Pemilu serentak, yang dirancang untuk mengurangi biaya, tetap membutuhkan dana triliunan rupiah. Biaya ini mencakup penyelenggaraan pemilu, logistik, dan pengamanan, yang sangat membebani anggaran negara. Selain itu, proses kampanye yang melibatkan banyak pihak sering kali memicu gesekan sosial di masyarakat.

Kelebihan sistem ini adalah memberikan ruang bagi rakyat untuk menentukan masa depan daerah mereka secara langsung, meningkatkan legitimasi kepala daerah yang terpilih. Meski begitu, sistem ini juga memiliki kelemahan, seperti meningkatnya praktik politik uang dan potensi konflik akibat polarisasi masyarakat.

Wacana Presiden Prabowo: Mengembalikan Pemilihan Kepala Daerah Melalui Badan Legislatif

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengusulkan wacana untuk mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah melalui badan legislatif. Gagasan ini muncul sebagai respons terhadap berbagai tantangan dalam sistem pemilu langsung, terutama biaya yang sangat besar dan potensi konflik yang sering terjadi.

Pendukung wacana ini berpendapat bahwa sistem legislatif lebih efisien secara anggaran dan dapat mengurangi risiko konflik sosial. Selain itu, proses ini dinilai dapat lebih fokus pada kapasitas dan kualitas calon kepala daerah daripada popularitas semata. Namun, kritik terhadap wacana ini juga tak kalah kuat. Banyak pihak khawatir kembalinya sistem ini akan membuka kembali ruang bagi politik transaksional yang marak terjadi di era Orde Baru.

Perubahan ini juga berpotensi berdampak pada lembaga survei dan bisnis terkait pemilu, yang selama ini mendapat keuntungan dari proses kampanye dan pemilu langsung. Jika pemilihan dilakukan melalui parlemen, peran lembaga-lembaga tersebut kemungkinan akan berkurang drastis.

Perbandingan Pelanggaran dan Efisiensi Anggaran

Dalam hal pelanggaran, pemilihan melalui parlemen dinilai lebih rawan terhadap praktik lobi-lobi politik dan penyalahgunaan wewenang oleh elite. Sebaliknya, pemilu langsung lebih terbuka untuk diawasi publik, meskipun tidak sepenuhnya bebas dari kecurangan.

Dari sisi efisiensi anggaran, pemilihan melalui parlemen jauh lebih hemat dibandingkan pemilu langsung. Namun, efisiensi ini perlu diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Dampak pada Hubungan Internasional

Presiden Prabowo sempat menyebutkan bahwa perubahan ini dapat memengaruhi pandangan dunia Barat terhadap Indonesia. Sistem pemilihan melalui parlemen mungkin dianggap sebagai langkah mundur oleh negara-negara yang menjunjung tinggi demokrasi langsung. Namun, di sisi lain, stabilitas politik yang dihasilkan dari sistem ini bisa menjadi nilai tambah bagi investasi asing dan hubungan internasional.

Pro dan kontra mengenai sistem pemilihan kepala daerah melalui badan legislatif adalah isu yang sangat kompleks. Efisiensi anggaran dan pengurangan konflik menjadi poin positif utama, tetapi kekhawatiran terkait transparansi dan partisipasi masyarakat tidak bisa diabaikan. Untuk memastikan sistem ini berjalan dengan baik, diperlukan kajian mendalam dan langkah-langkah pengawasan yang efektif. Dengan demikian, perubahan yang diusulkan dapat memberikan dampak positif bagi demokrasi dan tata kelola pemerintahan di Indonesia.

Meskipun pemilu langsung telah menjadi simbol demokrasi modern, sistem legislatif menawarkan solusi untuk berbagai tantangan yang muncul, seperti efisiensi anggaran dan pengurangan konflik. Dengan mekanisme pengawasan yang ketat, sistem ini tidak hanya dapat menghemat biaya, tetapi juga memastikan pemimpin yang terpilih memiliki kualitas dan integritas yang lebih baik. Mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah melalui badan legislatif dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat stabilitas politik dan efisiensi pemerintahan Indonesia di masa depan.

Bagaimana Menurut Anda?! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun