Pilkada DKI Jakarta 2024, seakan ia kehilangan kepercayaan diri dalam membangun image dan kepercayaan public, beberapa hal yang tertangkap mata dan telinga serta membaca konidis serta situasi yang terjadi baik dari cara berkampanye, isu sosial, dengan pandangan atau perspektif keterbatasan penulis dengan merespon dari hasil pengamatan dan premis-premis serta rujukan segala aspek.
Ada hal yang tak biasa dari mantan gubernur  Jawa Barat Satu ini dalam mengadapi kontestasi diHILANGNYA STRATEGI BRANDING
Kang Emil alias Bang Emil atau RK yang dikenal sebagai penggiat sosial media dan yang selalu nyeleneh ketika membalas komentar  justru akhir-akhir ini lebih menghadapinya dengan sedikit emosional, tidak lagi menggunakan istilah-istilah satir, yang biasa ia lontarkan atau jawaban-jawaban yang cendrung kepada humor ala RK,
Begitu juga setiap kali menjawab tudingan-tudingan nampak jiwa muda dan seakan menyentuh sentimentilnya, apakah pak RK tidak belajar dari jatuhnya arogansi Ganjar Pranowo yang semula image yang dibangunnya baik, namun sikap teduhnya hilang, saat menghadapi tekanan-tekanan terlebih kekalahannya, tanpa legowo tanpa menjungkan sikap kenegarawanannya, bahkan terlihat terbawa atmosfer partai pengusung, apa lagi yang kita kenal dengan sosok RATU KANJEUNG di partai merah.
RK yang selalu berpikir kreatif nampaknya terbawa arus politik PERANG DAGANG, dengan kubu lawan, justru hal baik ditemukan terhadap pasangan Dharma Pongrekun - Kun Wardana Abyoto yang tidak banyak mengobral janji hanya fokus kepada paslon independannya, yang menjadi branding, dan mendapat sambutan baik dari warga DKI.
PERANG DAGANG di Pilgub DKI Jakarta tidak tepat di bawa ke Kota dengan berbagai pola pikir yang cukup cerdas dalam menanggapi segala bentuk gejolak sosial, saharusnya tidak perlu perang dagang, berikan pandangan dan visi yang tidak usah muluk-muluk cendrung berlebihan, hingga akhirnya masyarakat atau rakyat merasa  'gumoh' atau menahan muak dengan spanduk, benner yang membentang seakan POLITIK HANYA PANGGUNG ADU JANJI bukan solusi, dan cendrung emosional yang didapati.
Publik pun melihat, public pun mendengar dan warga Jakarta pun paham mana yang relevan mana yang hanya angan-angan semata atau sebatas janji dalam arena panggung politik.
LUPA MENAWARKAN MENU SIAP HIDANG
Tidakah RK belajar dari kejadian AHOK yang dengan pemikiran serta ide cerdas dan sikap tegasnya, ternyata orang baik tanpa berpolitik cerdas tidak cukup untuk mempin Jakarta, Ahok sang Visioner yang dibungkam dengan isu agama, digoreng dengan bumbu politik gurita kekuasaan, lalu mengap RK memilih berdiri di ujung jurang dengan isu agama yang akhirnya mencuat ke permukaan, tidak kah RK belajar denga napa yang menimpah AHOK?!
Seakan RK lupa akan menu dan bumbu dengan selera lidah Jakarta, sekaan RK memberikan cabe kepada orang yang suka manis, begitu juga sebaliknya.