Mohon tunggu...
Ester Meryana
Ester Meryana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

"Bentor" Juga Ada di Tidung

1 Oktober 2012   15:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:24 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulau Tidung adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu. Butuh waktu sekitar 2,5 jam mencapai tempat tersebut dengan kapal cepat dari Muara Angke, Tanjung Priok. Cukup murah harga karcisnya yakni Rp 35.000 untuk sekali jalan (September 2012). Karena murah, tentunya jangan mengharapkan fasilitas kelas mewah. Penumpang harus duduk melantai beralaskan terpal. Kapal pun sepertinya diisi hingga penuh. Otomatis ruang gerak penumpang menjadi sangat terbatas. Bahkan di atas mesin kapal pun menjadi tempat duduk. Setibanya di Pulau Tidung Besar, Anda bisa menjumpai sejumlah becak motor, bentor sebutannya, yang berbaris di dekat pintu masuk dermaga. Bentor menjadi salah satu moda tranportasi di pulau ini. Alat transportasi ini beberapa kali saya temui di daratan Sumatera. Oleh sebab itu, saya pun agak kaget karena bentor juga terdapat di pulau ini dengan sebutan yang sama. Menurut salah satu pengemudi bentor, sebagian masyarakat di pulau ini memang berasal dari Sumatera. Jadi, kata dia, ada kemungkinan bentor terbawa dari daratan tersebut. Kapasitas normal bentor ini adalah tiga orang. Dua orang duduk di bagian depan, dan satu orang duduk di belakang abang bentor. Bagian di belakang pengemudi terasa tak nyaman di siang hari karena tidak adanya penutup dari teriknya matahari. Alat transportasi lainnya adalah sepeda. Biaya sewa sepeda biasanya termasuk dalam biaya tur. Sepeda tampaknya menjadi moda transportasi andalan di pulau ini selain motor. Keliling pulau dengan menggunakan sepeda menjadi hal yang menyenangkan. Tak ada macet yang mengintai. Bahkan salip-menyalip dengan mobil pun tak ada. Saya tidak menjumpai adanya mobil di pulau ini. [caption id="attachment_202068" align="aligncenter" width="232" caption="Bentor atau becak motor (dok pribadi)"][/caption]

Paling hanya perlu mengalah sebentar jika berpapasan dengan sepeda atau motor lain mengingat cukup sempitnya jalan di Tidung. Kira-kira bisa disebut seperti jalan tikus seperti halnya di daerah perkotaan Jakarta.

Spot wisata andalan di Tidung adalah Jembatan Cinta. Jembatan ini menghubungkan antara Pulau Tidung Besar dengan Pulau Tidung Kecil. Di area jembatan ini, pengunjung bisa menemukan berbagai atraksi wisata air, seperti banana boat, donut boat, dan lainnya. Tetapi saya lebih suka melihat ke berbagai sisi pulau yang memberikan pemandangan cantik nan rupawan. Di bagian barat Pulau Tidung Besar, ada sejumlah spot yang menarik untuk berfoto bahkan berenang. Spot tersebut terletak di Pantai Pasir Perawan. Air cukup dangkal dan jernih sekali di pantai ini. Di tempat tersebut, ada sebuah warung yang menjajakan makanan dan air kelapa. Harga satu buah kelapa yakni Rp 10.000 per buah. Agak mahal karena menurut penuturan pemilik warung, buah kelapa harus "diimpor" dari pulau lain. [caption id="attachment_202065" align="aligncenter" width="300" caption="Pantai Pasir Perawan (dok pribadi)"]

1349104506741306326
1349104506741306326
[/caption] Perlu diperhatikan pula, pengunjung yang membawa sepeda, kena biaya parkir di warung ini. Biaya parkir Rp 2.000 per sepeda. Anda akan ditagih saat hendak pergi meninggalkan area warung. Tulisan biaya parkir terpatok di sejumlah pohon. Dari si ibu pemilik warung, saya pun mengetahui informasi bahwa tak jauh dari tempatnya ada spot yang menarik lagi. Tapi harus melewati hutan dan ilalang yang tinggi. Tak ada rumah penduduk maupun warung dalam perjalanan ke tempat tersebut. Jadi sebaiknya lakukan perjalanan ke tempat ini di siang hari karena tak ada penerangan di sepanjang jalan. Di spot tersebut, ada sejumlah pohon bakau di tepi pantai. Sejumlah dahan pohon yang patah pun menjadi latar belakang yang bagus untuk berfoto. Menurut guide kami, tempat ini menjadi spot yang bagus untuk melihat sunset. Satu lagi moda transportasi yang bisa disewa adalah kapal nelayan. Kapal ini kami sewa seharga Rp 300.000 selama 4 jam. Harga itu adalah hasil tawar menawar dengan pemandu kami. Maklum dalam biaya tur tidak termasuk sewa kapal ini. Dengan kapal ini, saya dan 11 orang teman dipandu ke sejumlah tempat untuk ber-snorkeling. Salah satunya dekat dengan Pulau Payung.

[caption id="attachment_202071" align="aligncenter" width="401" caption="kapal nelayan yang disewakan (dok pribadi)"]

13491054391564456068
13491054391564456068
[/caption] Setelah hilir mudik dari pagi, pada malam hari, bagi pengunjung yang pergi dengan menggunakan paket travel setempat biasanya diadakan kegiatan barbeque. Bukan daging melainkan ikan yang menjadi santapan. Ikan pun disantap dengan duduk beralaskan tikar dan dipayungi bintang-bintang. Sederet kapal yang berlabuh dan sejuknya angin menjadi pelengkap acara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun