Sekitar dua minggu lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi kota Waingapu di Sumba Timur selama 3 hari, untuk sebuah studi.
Sumba Timur adalah bagian dari Pulau Sumba, yang adalah bagian dari provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pulau Sumba dibagi menjadi 4 wilayah kabupaten yaitu Sumab Barat dengan ibukota Waikabubak, Sumba Timur dengan ibukota Waingapu, Sumba Tengah dengan ibukota Waibakul dan Sumba Barat Daya dengan ibukota Tambolaka.
[caption id="" align="aligncenter" width="437" caption="Pulau Sumba"][/caption]
Pesawat yang saya tumpangi berangkat dari Bandar udara Internasional Ngurah Rai di Denpasar sekitar pukul 9 lewat dan tiba di bandara Umbu Mehang Kunda sekitar pukul 11 siang, jadi kira-kira perjalanan memakan waktu 1,5 jam.
Saya senang dengan perjalanan ini karena menggunakan pesawat kecil jenis ATR yang terbang rendah (sekitar 8.000 m), jadi dari jendela saya masih bisa melihat pulau-pulau yang ada dibawah. Ya walau akhirnya saya tertidur juga hehe
[caption id="attachment_322144" align="aligncenter" width="436" caption="Sebelum mendarat (Doc.Pribadi)"]
Waingapu kota yang panas dan tidak padat dengan penduduk, jarak antara rumah satu dengan yang lain berjauhan. Biasanya dalam satu lingkungan itu tinggal satu keluarga besar yang saling bertetangga. Lalu disepanjang jalan (kecuali ditengah kota) hewan-hewan peliharaan bebas berkeliaran, seperti kambing dan anjing.
[caption id="attachment_322143" align="aligncenter" width="436" caption="Rumah penduduk (Doc.Pribadi)"]
Pantai, padang dan bukit
Karena kami pergi untuk bekerja, jadi memang tidak banyak waktu untuk bisa pergi jauh-jauh. Hari pertama kami diajak mengunjungi pantai yang paling dekat dari rumah tempat kami menumpang tinggal.
Jalan menuju pantai cukup jauh, tapi enak. Sepanjang jalan mayoritas dipenuhi padang dengan kuda-kuda yang sedang merumput, sesekali ada rumah penduduk dan tentu saja kambing, babi dan anjing ada dimana-mana. Kadang mobil harus terus klakson sana sini untuk membuat hewan-hewan itu menyingkir.
[caption id="attachment_322146" align="aligncenter" width="478" caption="Jalan menuju pantai (Doc.Pribadi)"]
Pantai yang ada adalah pantai pasir putih, sangat sepi dan bersih. Nampak hanya kami saja yang ada disana. Disepanjang pantai berhamburan cangkang kerang, kalo dibawa pulang bisa menuhin dinding dirumah hehe..
[caption id="attachment_322148" align="aligncenter" width="478" caption="Pantai pasir putih (Doc.Pribadi)"]
[caption id="attachment_322153" align="aligncenter" width="478" caption="Melihat landasan bandara dari atas bukit (Doc.Pribadi)"]
Kota
Karena ini kota kaecil jadi tidak banyak juga yang bisa dilihat, ya jangan berharap ada mall. Kendaraan umum disini kebanyakan adalah ojeg dan becak, dimana becaknya full musik. Jalanan relatif bersih dan tidak terlalu padat dengan kendaraan
[caption id="attachment_322166" align="aligncenter" width="478" caption="Terik sekali (Doc.Pribadi)"]
Makananan
Karena dekat laut, sudah pasti seafood jadi makan malam kami dihari pertama. Esok harinya saya juga berkesempatan mencicipi kue cucur Sumba yang enak dan makan cacing laut dengan sayur yang namanya Nyale.
[caption id="attachment_322170" align="aligncenter" width="478" caption="Ikan segar untuk makan malam (Doc.Pribadi)"]
Cacing laut (Nyale) ini keluar hanya 1 tahun sekali, acara adat Nyale diadakan untuk mengawali acara adat Pasola yaitu acara ktangkasan untuk saling melempar lembing kayu dari atas kuda yang dipacu kencang didaerah Sumba Barat. Acara adat Nyale adalah upacara syukur yang ditandai datangnya musim panen dan keluarnya cacing-cacing laut disepanjang pantai. Jadi ini makanan langka, rasanya rugi datang jauh-jauh ke Sumba kalau tidak mencicipinya sedikit. Rasanya bagaimana? Rasanya asin, karena memang banyak garam dan ada sedikit rasa air lautnya.
Untuk oleh-oleh panganan khas Sumba yang terkenal adalah kacang Sumba, harganya juga rumah berkisar 10.000-15.000/bungkus, ada juga kopi Sumba, Pia Sumba dan dodol khas Sumba.
Rumah dan kain tradisional
Hari terakhir sebelum pulang, saya dan teman-teman berkesempatan mengunjungi salah satu kampung Raja didekat tempat kami menginap. Kami kesana ingin melihat rumah adat khas Sumba, makam-makam batu dan membeli oleh-oleh kain.
Biasanya penduduk langsung menjual kain-kain tenun, dirumah mereka. Kain Sumba terkenal karena keindahan corak dan warnanya, bahkan keindahannya telah menggaung sampai ke luar negeri. Saya dan teman-teman mencoba membeli beberapa kain dan selendang untuk oleh-oleh. Kami mampir disebuah rumah sebenarnya, tapi kemudian datanglah beberapa orang penduduk membawa kain-kain dagangan mereka juga kalung dan gelang yang terbuat dari manik-manik untuk dijual. Suasananya jadi ramai saat itu juga.
[caption id="attachment_322159" align="aligncenter" width="398" caption="Rumah adat Sumba (Doc.Pribadi)"]
Katanya sih kami bisa melihat kampung yang lebih bagus dan makam yang lebih besar didaerah lain, tapi itu jauh dari kota Waingapu. Karena keterbatasan waktu kami tidak mungkin kesana, tapi setidaknya saya secara pribadi merasa puas bisa melihat rumah adat dan membeli kain Sumba untuk oleh-oleh.
Demikinalah sedikit cerita saya dari perjalanan singkat mengunjungi kota Waingapu. Saya berjanji pada diri sendiri bahwa saya pasti akan kembali lagi kesana. Saya jatuh cinta dengan Sumba, dengan orang-orangnya, dengan alam dan budayanya.