Waktu itu sudah maghrib, kulihat dia berjalan menyeruak gelapnya lorong kampus. Dengan tas gendong di pundak, baju kotak-kotak, dan celana jeans longgar dia berjalan penuh semangat menghadap kami, tim pewawancara anggota baru Lembaga Pers Mahasiswa fakultas.
"Apa yang kamu harapkan dengan bergabung di organisasi ini?" tanya rekanku, sesama pewawancara, sambil memasang wajah garang.
"Saya ingin berkontribusi memajukan organisasi ini, kak!" jawabnya dengan lantang. Tidak terdengar sedikitpun keraguan di suaranya.
"Terus, kamu mau jadi apa kalau sudah bergabung di sini?" tanya temanku dengan nada tinggi.
"Sekarang saya bersedia ditempatkan di divisi manapun, tapi dua tahun lagi, saya ingin jadi ketua kak!" ujarnya.
Mataku setengah memicing ke arahnya. Tidak bergeming sedikitpun pandanganku dari anak perempuan berperawakan kecil ini. Aku berpikir, "Andaikan aku di posisi anak ini mungkin jawabanku tidak akan seperti itu."
"Kalau kamu gagal?" temanku nampak makin penasaran.
"Ya, saya akan berusaha keras agar berhasil," jawabnya lantang.
 "Sorry... nama kamu tadi siapa?" tanyaku menyela percakapan mereka berdua.
"Fira kak," jawabnya.
Sebenarnya hal itu bisa saja aku tanyakan ke temanku setelah selesai wawancara, tapi penasaran yang bersarang di hatiku tidak bisa ditahan lagi. Aku penasaran, sudah setahun aku jadi bagian dari organisasi ini, sudah banyak orang kuwawancarai selama kuliah di Semarang, tapi aku belum pernah melihat anak seperti Fira. Sungguh, suatu pemandangan yang baru.