Pada akhir bulan Oktober 2024, tepatnya dari tanggal 22 hingga 25, saya berkesempatan bergabung menjadi volunteer dalam Youth Mangrove Action 2024 di Kalimantan Timur. Ketika mendengar kabar tentang kegiatan ini, hati saya berdebar penuh semangat. Kegiatan Youth Mangrove Action 2024 merupakan inisiatif yang diadakan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) untuk meningkatkan awareness anak muda terkait rehabilitasi mangrove, dan bagi saya, ini menjadi kesempatan untuk berkontribusi aktif dalam pelestarian ekosistem mangrove.
Saya tidak sendiri; bersama dengan beberapa volunteer lain dari Jabodetabek kami berangkat dengan semangat yang membara. Dalam perjalanan dari Jakarta ke Kalimantan Timur, saya merasakan adrenalin yang mengalir menantikan keseruan kegiatan Youth Mangrove Action. Selama penerbangan sambil melihat pemandangan ke luar jendela pesawat, saya membayangkan keindahan alam yang menunggu untuk dijelajahi.
Sesampainya di Balikpapan, kami bergegas menuju SMA Negeri 8 Balikpapan—sebuah sekolah yang terkenal karena terletak di atas lahan yang dikelilingi oleh 23,8 hektar ekosistem mangrove.
Saya terkejut mengetahui bahwa sekolah ini tidak hanya berdampingan dengan ekosistem mangrove, tetapi juga menerapkan kurikulum mangrove dalam pembelajarannya. Misalnya, mereka menyisipkan materi tentang morfologi tanaman mangrove dalam pelajaran biologi dan praktik eco-print dengan dedaunan mangrove saat pelajaran seni budaya.
Menariknya, sekolah ini juga memiliki ekstrakurikuler yang tidak biasa, yaitu Relawan Mangrove. Siswa yang tergabung dalam ekstrakurikuler ini akan mempelajari lebih dalam tentang mangrove, serta turun langsung untuk menanam, menjaga, dan merawat ekosistem mangrove di sekolah mereka.
Bagi mereka, mangrove bukanlah sekadar ekosistem; melainkan menjadi bagian penting dari identitas SMA Negeri 8 Balikpapan.
Melanjutkan eksplorasi, kami berkesempatan untuk mengunjungi Mangrove Center Graha Indah dan bertemu dengan sosok inspiratif yakni Agus Bei. Perasaan takjub melingkupi saat saya menginjakkan kaki dan berjalan menyusuri jembatan kayu. Kecantikan ekosistem mangrove yang ada di Mangrove Center Graha Indah, akar-akar besar juga pepohonan mangrove yang menjulang tinggi membuat saya merasakan nuansa teduh dan damai. Agus Bei berbagi pengalamannya, Ia menyatakan bahwa rehabilitasi mangrove bukanlah perkara mudah, Ia telah memulainya usahanya sejak tahun 2001 silam.
“Menanam saat ini baru dapat dinikmati 15 tahun lagi. Seperti Mangrove Center Graha Indah yang perlu waktu 23 Tahun untuk jadi seperti sekarang” Tutur Agus Bei saat berdiskusi dengan para volunteer. Mendengar perkataan Agus Bei mengingatkan saya bahwa dampak dari menjaga atau merusak lingkungan memang baru akan terasa efeknya di kemudian hari.
Setelah mendapatkan bimbingan dari Agus Bei, kami mencoba menanam bibit mangrove. Saya takjub dengan perjuangan Agus Bei dan seluruh pengelola Mangrove Center. Menanam satu bibit mungkin mudah, tetapi merawat dan menjaganya belasan hingga puluhan tahun adalah tantangan yang besar; mereka layak disebut pahlawan lingkungan. Tidak hanya itu, Pak Agus Bei juga aktif mengedukasi mulai dari siswa, mahasiswa, hingga peneliti, dan wisatawan mancanegara tentang pentingnya ekosistem mangrove.