Melalui upayanya, Agus Bei berharap dapat mengubah pandangan masyarakat tentang mangrove. Ia ingin menunjukkan bahwa mangrove bukan hanya sekadar tanaman, tetapi juga sumber kehidupan yang dapat berkontribusi terhadap efektivitas penyerapan karbon dalam menghadapi perubahan iklim.
Perjalanan kami berlanjut ke Desa Wisata Mentawir. Kami berkesempatan menjelajah wisata mangrove yang ada di desa ini. Melangkahkan kaki menyusuri pepohonan mangrove membuat saya terkesima, di sepanjang perjalanan kami disuguhkan dengan pemandangan indahnya hutan mangrove dan lautan yang mengelilinginya.
Ternyata kami menemukan bahwa Desa Mentawir tidak hanya menjadi destinasi wisata mangrove. Kami bertemu dengan Pak Lamale, salah satu warga desa yang mengembangkan berbagai inovasi berbasis mangrove. Saya pun berkesempatan untuk membantu Pak Lamale dalam pembuatan sirup mangrove, mulai dari memotong, menumbuk, hingga lidahku dapat mencicipi langsung rasa unik yang segar, sedikit asam, dan dominan manis dari seduhan sirup mangrove. Ternyata, proses pengolahannya tidaklah mudah dan membutuhkan waktu cukup lama. Pak Lamale, dengan semangat inovasinya, berusaha menunjukkan potensi mangrove yang sering kali diabaikan. Selain sirup mangrove, ia juga mengembangkan produk lain seperti kopi dan teh mangrove, yang kini mulai menarik perhatian wisatawan. Namun, ia masih menghadapi tantangan dalam memasarkan produk-produk tersebut.
Rasa penasaran soal olahan mangrove mendorongku untuk berdiskusi lebih lanjut dengan Pak Lamale. Beliau berkata bahwa produksi olahan mangrove saat ini masih terbatas, meski secara aktif Ia terus berupaya mengedukasi masyarakat setempat soal potensi pengolahan dan pemanfaatan mangrove, sayangnya masyarakat sekitar masih skeptis dan belum tergerak untuk ikut memproduksi olahan mangrove juga.
“Iya, sekarang baru saya dan nenek saja yang mau repot mengolah mangrove. Beberapa kali saya sudah ajarkan, tetapi (karena) prosesnya panjang dan makan waktu, juga pasarnya belum banyak yang tau, orang-orang di sini masih berpikir lebih baik mencari ikan saja” ungkap Pak Lamale saat menjelaskan tantangannya dalam mengajak warga desa untuk turut ikut serta. Pasalnya, sejauh ini hanya yang sudah pernah mampir dan tahu rasanya saja yang membeli produk olahan mangrove dari Pak Lamale, juga penjualan lewat booth saat ada acara saja.
Pak Lamale sendiri berharap bahwa nantinya akan ada lebih banyak orang yang tahu dan membeli produk olahan mangrove sehingga warga sekitar juga tergerak untuk ikut serta dan perekonomian Desa Mentawir akan meningkat. Meski usaha ini tidak mudah, Pak Lamale percaya bahwa dengan waktu dan kesabaran, lebih banyak orang akan menyadari potensi mangrove sebagai sumber daya yang berharga dan berkelanjutan.
Dengan tulisan ini aku berharap ada banyak orang yang terinspirasi dengan kegigihan Pak Agus Bei dalam mengelola Mangrove Center Graha Indah, juga komitmen dan dedikasi Pak Lamale dalam mengedukasi serta berinovasi untuk melestarikan dan memanfaatkan ekosistem mangrove yang ada di Desa Mentawir.