Ini aslinya komenku buat tulisan Gatot Swandito, yang menulis tentang "Sjafri sjamsoedin jangan gentar sebab tingginya elektabilitas Ahok cuma tahayul",Â
Sori mas Gatot, Saya tempel ulang lagi kesini, lagi greget dan gemes saking lucu lucunya ko Ahok, igh, nggemesin!
Seperti lewat hitunganku dulu, mensimulasi kemenangan Jokowi menjelang pilpress dahulu , pake Monte Carlo Simulasi. Modelku bilang, Ahok ga mungkin menang! Alasannya sederhana, suara sisa yang diperebutkan antara dua kubu Ahok dan non Ahok cuma sisa 20 -22% (yaitu kaum abangan, yaitu kaum yang ga punya masalah mau milih "Ahok", sok ajah. Mo milih "No Ahok" mangga, alias pemilih merdeka.Â
Anggap aja seluruh dobel minor 13-15% pemilih primordial minor memilih Ahok. Lalu 35% pemilih yang takut masuk neraka jelas memilih non Ahok, Kaum loyalis stagnan/status quo sepanjang 5 pemilu empirik, Â dan juga riwayat pilkada/pilgub jakarta, menyisakan 20-22% suara yg direbutkan, karena tersisa dari suara golput 30% yg ga ikut pilgub, atau memang suara hantu jakarta, doble ktp, meninggal, keluarkota, salah daftar, perkeliruan dlsbnya.
Saran gua sigh, lebih baik Ahok menyerah kalah mundur, dan kembali insap kembali percaya dan mengandalkan pada sistem. Percaya pada sistem bahwa Partai, DPR,DPRD, BPK, KPK, Hukum adalah sistim sokoguru di republik ini.Â
Anti sistem jelas menempatkan diri superior diatas sistem, alias berbakat otoritarian, diktator dan OUTLAWS.Â
Karena sistim independen yang tersedia saat ini, adalah sistim anak tiri dan cacat sistim, sistim egois individualis, bebas merdeka tanpa tanggung jawab organisasi, kontrol organisasi dan pertanggungan jawab pada konstituen, Independen adalah sistim habis manis sepah dibuang. (Apalagi bila punya cacat pribadi). Yang jelas nikmat dan untung adalah tokoh pemenangnya, Tak harus bertanggung jawab, dan berdisiplin organisasi, alias FREEMAN.
Mundurlah dan kembalikan legitimasi sistem, bukan merusaknya! Ga percaya sistim jelas menghancurkan negara, jika kesalahan hanya pada oknum, itu hanya hanya gejala sesaat pada saat tempat dan suatu waktu, ga akan sepanjang masa.Â
Karena sistem jelas lebih langgeng daripada oknum.Jadi jelas Ahok ga mungkin menang, dan aku ga suka manusia yang tak menghargai LOYALITAS berbakat OUTLAWS/DIKTATOR, menganggap semua orang/pribumi selalu salah dan bisa dibayar dengan uang, alias budaya memuja uang adalah segalanya. Coba Ahok kerja di propinsi miskin, atau menggaji pegawai DKI dengan uang pribadinya, pasti nangis dia!
Alasanku agar Ahok mundur, jelas ia akan lebih mendinginkan mesin sosial yang keburu memanas akibat katub katub primordial yang tersumbat syahwatnya, siap ekstase. Nah, ia akan sangat berjasa dan bermanfaat bila ia mau dengan rendah hati memupus egonya, bagi saudara saudaranya.
Selanjutnya, sebagai seorang yang tak mampu menunjukkan sikap loyalitas dan kesederhanaan diri, ia jelas tak memenuhi sarat sebagai murid yang baik, justru menyalahinya. Hayoo Ahok, fikirkanlah matang.Ego memang sulit ditaklukan. Semua diktator penyakitnya adalah superego. Mereka memang doyan menuduh  semua orang suka salah, lalu merasa terancam, dan semua orang dimusuhinya. Cuma dia sendiri yang benar, mana mau mendengar.
Tambah lagi yang lumayan parah, menempatkan diri superior, sungguh kelewat jumawa. Rumus jempol, Partai, DPR, DPRD, BPK, KPK, Hukum jelas tak mungkin salah, yang jelas salah adalah oknum oknumnya alias manusia yg memanfatkannya, namun Ahok dan Teman Ahok main gebyah uyah, entah siapa yang dibencinya, PDIP atau Megawati, Gerindra, Prabowo atau Golkar atau Bakrie? Jelas ketidak sukaan pribadi sangat berdampak mendeligitimasi dan mendiskreditkan sistem kenegaraan Republik Indonesia.
Nah, demi kebaikan dan karir Ahok, mundurlah....berdamailah dengan sistem, anda sebagai oknum telah menempatkan diri mengungguli semuanya, Partai salah, DPRD salah, DPR salah, BPK salah, KPK salah, pokoknya semua orang Indonesia harus salah semua, hanya anda yang benar sendirian!
Oh yaa, klaim sukses di Jakarta ga usahlah di besar besarkan, itu semua karena ditunjang uang gerojogan sewu yang tumpah di Jakarta. Cobalah sekali kali jadi gubernur di propinsi miskin, misalnya di Indonesia Timur, jelas ga bakal bisa mengumpani dengan gaji puluh juta rupiah. Atau guwa usul, gimana klo menggaji pake uang sendiri, bukan uang orang lain...huhuhu pasti gak maulah! Karena uang orang, sak mau guwalah! Rh..menyempal lagi dari aturan PGPS seenak perut pula, bikin cembokur propinsi lain.
Susahnya lagi, klo kita diajarin peradaban, duwit adalah mahadewa, uang adalah segalanya, Bisa menyumpal pegawai negeri agar jadi loyal, bisa mengirim opas kempetai dan heiho ke medan bersih bersih dan sapu sapu, waduh.....ga tega aku kok jadi koeli lagi.
Akhirnya aku hanya sambat, haiiii eling dan sadarlah. Mundurlah itu lebih baik dan bermanfaat. Ga nurut usul gwa, ga masalah, ini dunia bebas  merdeka. Tapi jelas Ahok Kalah. Alasannya....baca lagi ke atas!
Bandung, Â 24 Mei 2016.
Hujan, untung ada bapia duren dan kopi.
Tadinya komenku ke:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H