Perih memasung semenjak purnama perpisahan
Hatiku berdarah-darah  di ruang penantian
Rinduku bernyanyi sendu di taman kehampaan
Hadirkan senyummu apabila kau dengar irama angin kerinduan
Sebab, kita terpisah lebih jauh daripada hati yang tetap tabah dan resah yang terus menjamah
Di ujung ketidakpastian, aku tahu kita adalah air mata yang pasrah untuk jatuh
Namun, tidak terbaca di mata pendosa cinta yang dungu
Perihak yang ku takutkan dari perpisahan ini
Adalah duri cinta yang baru sedang tumbuh di hatimu, kekasih
Aku terlena pada langit indah di matamu
Para pujangga di dalam syair duka, berseru
Matamu adalah lukisan tuhan maha sempurna
Membius semua penghuni bumi merayu-rayu dalam doa
Tetapi, aku gelisah bila langit di matamu berubah hujan derita
Dan disaat rinduku dan rindumu menjadi sajadah
Kuharap munajat kita menembus restu alam semesta
Sebab, saat ini aku sudah tak berdaya semenjak temu selalu memaksa
Aku pun juga sering diam, seperti nisan yang menunggu datangnya jenazah
Perpisahan kita adalah hari - hariku yang rapuh
Meski rindu itu bisu bagai belati yang sedia menusuk
Tuhan........
Semogakan air mata suci ku tetap ikhlas dalam penantian
Ambon, Minggu 01 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H