Mohon tunggu...
Embah Minton
Embah Minton Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Membaca, merenung, kemudian menulis ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hikmah di Balik Peristiwa: Dipilihkan Tempat Tinggal

21 Oktober 2020   10:20 Diperbarui: 21 Oktober 2020   10:24 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Demikian, petuah yang sering kita dengar. Hikmah bisa datang segera, bisa lama. Tidak setiap orang bisa memahami atau mau berusaha memahami hikmah dari suatu peristiwa atau kejadian.

Tuturan berikut ini contoh sederhana hikmah dibalik suatu peristiwa.

Dulu, ketika mbah Minton harus pindah dari kota Palembang ke kota Bandung dalam rangka tugas belajar selama setahun setengah, keluarga---istri dan dua anaknya--- diboyong ke kota Semarang. Tujuannya, agar Sang Istri bisa menemani ibunya yang sudah lanjut usia. Sudah dua belas tahun, selama dia mengikuti mbah Minton bertugas, pindah dari satu kota ke kota yang lain, praktis ia tidak pernah bisa lama tinggal bersama Sang Ibu. Paling hanya kalau pas mudik Lebaran, bisa beberapa hari.

Selain menemani Ibunya, tujuan lainnya adalah menunggui rumahnya yang sedang direhab. Rumah yang rencananya hendak ditempati setelah pensiun nanti, lantainya perlu ditinggikan. Sebab, kalau musim hujan sungai di dekat rumah airnya meluap, terjadi banjir kadang airnya sampai masuk ke rumah.  

Sementara, mbah Minton di Bandung indekos. Seminggu sekali, setiap akhir pekan ia bolak balik Bandung-Semarang, menggunakan jasa angkutan Bus Malam. Rutinitas ini dijalani selama setahun setengah lebih.

Akhirnya, tibalah saat pembagian tempat dinas yang baru setelah selesai menjalani masa tugas belajar. Mbah Minton mendapat penugasan di kota Bandung. Berarti tidak perlu pindah ke kota yang lain.

Tetapi, ia perlu menyiapkan tempat tinggal baru, sebelum memindahkan keluarganya dari Semarang ke Bandung, sambil menunggu Tahun Ajaran Baru, anak-anak kenaikan kelas. 

Dibookinglah sebuah rumah dipinggiran Bandung belahan timur, masuk wilayah Kabupaten Bandung, lokasinya di lereng bukit. Viewnya indah, udaranya sejuk, airnya bening dan dingin dari mata air gunung. 

Rumah yang  akan dibayar melalui KPR (Kredit Pemilikan Rumah) sebuah Bank itu, janjinya Developer akan segera dibangun bila uang muka sudah dibayar setengahnya.

Tapi, janji tinggal diingkari. Setelah dipenuhi persyaratan termasuk syarat uang muka, nyatanya rumah tidak segera dibangun. Kalau ditanyakan kepada Developer, ada saja alasannya. Seminggu dua minggu, sebulan dua bulan belum ada tanda-tanda mulai dikerjakan. Belakangan diketahui, tidak seperti tahap-tahap sebelumnya, kali ini ada penolakan dari warga sekitar komplek.

Padahal, rumah itu maunya segera ditempati. Anak-anak tidak lama lagi kenaikan kelas. Harus segera dimutasi. Ditambah lagi, keadaan mbah Minton yang semestinya tidak boleh jauh dari keluarga karena sakit Meniere yang dideritanya. Penyakit pada organ telinga bagian dalam, yang bisa mengganggu saraf keseimbangan, dengan gejala vertigo yang bisa datang tiba-tiba.

Maka, hilanglah kesabaran. Mbah Minton kecewa dan "marah". Dibatalkanlah pesanan rumahnya. Bersyukur, dana yang telah disetor bisa ditarik kembali, utuh. Meski harus menempuh jalan yang tidak mudah.

Singkat cerita, dapatlah rumah pengganti.  Beli rumah seperti beli pisang goreng saja. Sekali dilihat, ditawar langsung jadi. Uang tabungan ---termasuk yang dipakai untuk DP (Down Payment) tadi---ditambah uang pinjaman dari koperasi di Kantor tempat kerjanya  cukup untuk membayar harga rumah yang tidak semahal rumah yang dibatalkan tadi. 

Memang, bukan rumah baru, tetapi kelebihannya letaknya di kota, tidak terlalu jauh dari sekolahan anak-anak dan juga dari tempat kerja. Akses ke lokasi sarana penting, semacam  transportasi, kesehatan, olahraga, perbelanjaan dan yang lainnya cukup mudah. Keuntungan inilah yang menjadi poin penting cerita tentang Dipilihkan Tempat Tinggal ini.

Seandainya saja jadi beli rumah yang di lereng bukit itu, untuk mencapai lokasinya harus melalui tanjakan-tanjakan, ada beberapa yang cukup curam. Bisa dibayangkan Sang  Istri dengan mobil butut harus naik-turun tanjakan, antar jemput mbah Minton dan anak-anak. Sehari bisa dua atau tiga trip, karena ada yang masuk pagi dan ada yang siang. Belum lagi jarak tempuhnya bisa dua sampai tiga kali lebih jauh dibanding rumah di kota yang akhirnya dibeli itu. Celakanya lagi kepadatan lalu lintas ke arah sana sangatlah parah, terutama pada saat pagi dan sore hari.

Mobil tuanya pasti tidak tahan, tidak bakalan berumur panjang, dan tentu saja sulit untuk bisa menggantinya dengan yang lebih muda, apalagi dengan yang baru. Karena, argometer cicilan pinjamannya tentu saja sudah mulai berjalan. 

Tertundanya pengerjaan rumah KPR yang disebabkan penolakan warga, padahal pembangunan tahap-tahap sebelumnya berlangsung mulus. Kemudian diambilnya keputusan membatalkan rumah KPR dan menggantinya dengan rumah yang lain. Dan akhirnya disadari ternyata keputusan itu lebih baik, lebih menguntungkan.

Semua itu tentu bukan peristiwa yang kebetulan. Sebagai orang yang beriman kita percaya bahwa semua itu ada yang menuntun, ada yang memilihkan. Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa; Yang Maha Memberi Petunjuk. Inilah hikmah dibalik suatu peristiwa.

Akhir kata, selalu berusaha memahami hikmah setiap kejadian, bagi warga negara Indonesia, adalah salah satu bentuk pengamalan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Salam Kompasiana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun