Peneliti politik dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan ide penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) itu membuktikan bahwa dari Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II hanya membidik orang, dalam hal ini RJ Lino sebagai Direktur Utama PT Pelindo II.
Padahal, tuturnya, pansus Seharusnya mampu menguraikan masalah di BUMN pengelola pelabuhan itu. “Pansus belum kerja satu bulan tapi kok sudah memunculkan ide SP3. Jalan keluarnya sangat transaksional, “ucapnya saat dihubungi Bisnis Indonesia.
Pansus, tutur Lucius seharusnya bisa menyupai data kepada Bareskrim Polri yang saat ini tengah menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane itu. “Bukan malah intervensi dengan (berencana) memberikan rekomendasi penerbitan SP3,” katanya.
Menurutnya, Pansus seharusnya menjadi kepanjangan tangan dari DPR dalam menjalankan fungsi kontrol. “Bukan malah menjadi kepanjangan tangan orang lain dengan menrbitkan rekomendasi SP3.”
Nuasa Politik
Pernyataan senada diungkapkan pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago. Dia sejak awal menilai pembentukan Pansus memang sangat kental nuansa politiknya. “Saya pesimis. Panus Pelindo II tidak akan menghasilkan sesuatu yang baru,” katanya.
Bahkan dugaan korupsi yang kini ditangani Bareskrim akan menguap lantaran intervensi Pansus yang dipimpin politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka. “Pansus sudah mulai asal-asalan dalam bekerja,” kata Pangi.
Seperti diketahui, sebagai Ketua Pansus, Rieke mengatakan Pansus akan meminta Bareskrim Polri menerbitkan SP3 kepada Lino jika tidak bisa membuktikan keterlibatan yang bersangkutan dalam dugaan korupsi tersebut.
“Rekomendasi itu akan siterbitkan jika Bareskrim tidak mampu mengungkap keterlibatan Lino,” katanya.
Menurut Rieke, penerbitan SP3 itu sesuai dengan sistem hukum yang tidak mengakomodasi check dan balances saat penegak hukum membuka atau menutup kasus.
“Rekomendasi itu merupakan cara terakhir untuk mengakhiri kerja Pansus Pelindo,” katanya.
Sementara itu kuasa hukum Pelindo II akan mengajukan gugatan praperadilan terkait pengeledahaan, penyitaan dan penetapan tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 10 unit mobile crane di perusahaan plat merah itu.
“Kami akan melakukan praperadilan untuk penggeledahan, penyitaan dan penetapan tersangka,” kara Rudi Kabunang, kuasa hukum Pelindo II di Gedung Bareskrim, Jakarta (04/10/15).
Dia mengatakan lima orang kliennya sudah menyatakan mencabut tanda tangannya untuk berita acara penyitaan. Dengan demikian, sambung Rudi, penyitaan yang dilakukan Bareskrim tidak sah. “Setelah kami somasi, barang yang disita itu dikembalikan,” katanya.
Semelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Pol. Bambang Waskito mengaku siap jika dipraperadilankan Pelindo II.
Dia menyarankan Pelindo II untuk mengajukan praperadilan jika keberatan dengan pengusustan kasus ini. “Kalau memang protes, kan ada jalurnya praperadilan. Kita siap saja.”
Menurut Bambang, penyidikan perkara kasus yang disebut-sebut menjadi penyebab pencopotan Komjen Pol. Budi Waseso dari posisi Kabareskrim itu sudah sesuai dengan prosedur, penyitaan, hingga penetapan tersangka. “Kita sudah on the track,” katanya.
Pada Agustus lalu, Bareskrim mengeledah kantor Lino untuk mencari dokumen terkait pengadaan 10 mobile crane. Dalam kasus ini, Direktur Operasi dan Teknik Pelindo II Ferialdy Noerlan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sumber : Bisnis Indonesia 05/11
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H