Saya merasakan betapa kuat keinginan untuk menulis, tapi buat apa ? pertanyaan itulah yang terus menerus berputar di dalam benak, Hal tersebut terjadi sejak di bangku sekolah hingga saat ini, dan belum satupun alasan yang kuat buat meyakinkan saya untuk memulai menulis, akan tetapi tulisan ini tertulis berkat sebuah kisah berikut ini.
Beberapa yang lalu, saya mendapati kisah perihal seorang Biksu di Jepang yang begitu mengagumi sebuah buku Tao Te Ching (1), karena kekagumannya, si Biksu berniat untuk menulis terjemahannya dan menerbitkannya dalam versi bahasanya sendiri. Di dorong semangat itu, mulailah dia menulis sambil mengumpulkan dana hingga sepuluh tahun guna mewujudakan impiannya.
Sementara itu, negerinya sedang di landa wabah penyakit dan sang Biksu memutuskan untuk menggunakan uangnya untuk membantu meringankan penderitaan orang di sekitarnya yang terkena serangan wabah.
Setelah situasi kembali normal, dia mulai kembali menabung hingga sepuluh tahun kemudian, akan tetapi, di saat uang sudah mencukupi untuk menerbitkan bukunya, Negaranya kembali di hantam bencana alam yang memporak porandakan negaranya, seketika itu pula, dia memutuskan menyumbangkan semua jerih payah nya buat membantu saudara saudaranya yang terkena musibah.
Waktu di putar kembali hingga sepuluh tahun lagi buat menabung, hingga bangsa Jepang dapat membaca buku Tao Te Ching dalam versi bahasanya.
Melihat hal ini, ada orang bijak yang mengomentari perihal Biksu itu, dan dia mengatakan kalau si Biksu sebenarnya sudah menerbitkan tiga buku Tao tersebut, dua dalam versi kasat mata, dan satu dalam bentuk yang tercetak. Dia meyakini Utopia-nya (2) untuk berjuang mewujudkan hal yang baik, dan tetap setia pada tujuannya.
Dari kisah itulah, saya mencoba untuk memberanikan diri menulis, sebab menulis dalam media kasat mata jauh lebih sulit daripada di dalam secarik kertas ini.
Horeeeeeeeee …….
Gresik, Kamis 10 Mei 2012
_________________________________________________________________________
1). Tao Te Ching : (道德经:道dao ”jalan”;德de ”kebajikan”;经Jing ”. Kekuasaan”) juga hanya disebut sebagai Laozi , [1] [2] adalah Cina klasik teks . Menurut tradisi, kitab ini ditulis sekitar abad 6 SM oleh orang bijak Laozi (atau Lao Tzu, “Guru Tua”), sebuah rekor kiper di Dinasti Zhou pengadilan, oleh yang namanya teks dikenal di Cina. Penulis sejati teks dan tanggal komposisi atau kompilasi masih diperdebatkan, [3] meskipun teks digali tertua tanggal kembali ke akhir abad ke-4 SM. [1]
Teks ini merupakan dasar untuk kedua filsafat dan agama Taoisme (Daojia, Cina : 道 家 , pinyin : Dàojiā ; Daojiao, Cina : 道 教, pinyin: Daojiao ) dan sekolah lain sangat dipengaruhi, seperti Legalisme , Konfusianisme dan Buddhisme Tiongkok , yang ketika pertama kali diperkenalkan ke Cina sebagian besar ditafsirkan melalui penggunaan kata-kata Taois dan konsep. Seniman China, termasuk penyair , pelukis , ahli kaligrafi , dan bahkan tukang kebun telah menggunakan Daodejing sebagai sumber inspirasi.Pengaruhnya juga tersebar luas di luar Asia Timur, dan di antara karya yang paling diterjemahkan dalam literatur dunia. [1]
The Wade-Giles romanisasi “Tao Te Ching” tanggal kembali ke transliterasi bahasa Inggris di awal abad 19; pengaruhnya dapat dilihat dalam kata dan frase yang telah menjadi mapan dalam bahasa Inggris. “Daodejing” adalah pinyin romanisasi. Sistem pinyin diciptakan pada abad ke-20, dan merupakan standar internasional untuk romanizing Cina, serta sistem romanisasi resmi yang digunakan oleh pemerintah Cina dan Taiwan.
2). Utopia, dalam arti luas dan umumnya, menunjuk ke sebuah masyarakat hipotetis sempurna. Dia juga digunakan untuk menggambarkan komunitas nyata yang didirikan dalam usaha menciptakan masyarakat di atas. Kata sifat utopis digunakan untuk merujuk ke sebuah proposal yang baik namun (secara fisik, sosial, ekonomi, atau politik) tidak mungkin terjadi, atau paling tidak merupakan sesuatu yang sulit dilaksanakan.
Utopia dapat berupa idealisme atau praktis, namun istilah ini telah digunakan sebagai konotasi optimis, idealis, tak mungkin kesempurnaan. Utopia sering juga dikontraskan dengan distopia yang tidak diiinginkan (anti-utopia) dan juga utopia satirikal
Referensi :
- Ser Como O Rio Que Flui – Paulo Coelho
- Wikipedia Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H