Segala musibah yang menimpa, menjadi penyebab untuk berdzikir dan mengintrospeksi diri, agar setiap musibah yang kita alami, kita dapat mengambil sisi positifnya serta meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Bukan sebaliknya, saling menghujat dan saling menyalahkan antar sesama. Agar semua musibah yang menimpa justru menjadi alasan sebagai pembenahan terhadap diri dan lingkungan agar tercipta kehidupan yang lebih baik, aman, dan tenteram.
Hanya orang-orang yang sadar dan sabarlah yang akan meraih kebaikan tersebut. Musibah pun bisa memicu adanya mahabbah (rasa cinta). Kesabaran dan ikhlas dalam menerima musibah adalah cara Allah menghapuskan dosa-dosa.
Seperti dalam hadits Rasulullah SAW. “Tidak ada yang menimpa seorang mukmin dari kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, hingga duri yang menusuk tubuhnya, kecuali Allah menghapus kesalahan-kesalahannya” (HR. Bukhari). Namun yang difokuskan dalam konteks musibah ini adalah kesabaran dalam menghadapinya.
Apa pun bentuknya, musibah adalah sebuah cobaan dari Allah untuk makhluk-Nya yang di dalamnya mengandung maksud dan tujuan baik bagi yang menerimanya. Tinggal bagaimana menyikapinya apakah dengan sabar atau justru ingkar.
Jadi, musibah adalah sarana untuk mengingat sang pemberi musibah, upaya untuk meningkatkan kualitas keimanan, yang pada akhirnya menumbuhkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah setelah merasakan kenikmatan di balik musibah yang menimpanya. Mahasuci Allah yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk makhluk-Nya. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mampu menyikapi segala musibah sebagai sarana peningkatan iman dan takwa. Aamiin
Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan, yang benar hanya dari Allah Ta’ala dan yang salah hanya dari saya semata yang lemah dan penuh akan kekurangan. Wallahu a’lam bish shawab
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh