Mohon tunggu...
Emanuel Hayon
Emanuel Hayon Mohon Tunggu... Editor - •Menulis adalah tanda berpikir

Kritis adalah cara kreatif untuk melatih keseimbangan otak kiri dan kanan•

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perang Atas Covid-19 Yang Setengah Hati

28 Juli 2020   23:19 Diperbarui: 28 Juli 2020   23:18 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Laporan Media Harian COVID-19 (BNPB)

Entah mengapa, pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tentang "perang semesta" terhadap pandemik covid-19 terbukti benar. 

Awal mula, ada yang menganggap bahwa pernyataan tersebut hanya kiasan belaka. Tapi, visi berpikir anak muda ini melampaui anggapan negatif lawan politiknya. Hari-hari belakangan ini, diantara meningkatnya pasien yang positif covid-19, pernyataan "perang semesta" atas covid-19 dari AHY sepertinya harus dijalankan.

Walau demikian, semua tahu bahwa Partai Demokrat tak sedang berkuasa. Hanya alangkah baiknya, ada beberapa hal yang dijalankan oleh pemerintah, meski tak sepenuhnya hal tersebut berjalan dengan baik.

Berangkat dari hal tersebut, muncul banyak persoalan yang serta merta menumpuk hingga perang atas covid-19 masih terkesan setengah hati. Salah satunya tentang apa yang harus dilakukan pemerintah ke depan.

Mempertanyakan Visi Pemerintah

Diantara perdebatan kita hari-hari terkahir ini tentang kerja sama uji coba CoronaVac (obat penawar COVID-19 dalam bentuk vaksin yang diproduksi oleh  perusahaan asal negeri tirai bambu - China Sinovac Biotech) dengan perusahaan plat merah Biofarma, terselip beberapa hal penting yang harus kita kritisi.

Pertama, ada kesan bahwa pemerintah terlalu fokus pada vaksin tanpa menyiapkan strategi apa yang harus diambil sambil menunggu vaksin diproduksi masal. Benar, vaksin adalah senjata terakhir untuk menghentikan penyebaran covid-19, namun antisipasi apa yang disiapkan sebelum vaksin selesai dikerjakan tidak ditonjolkan. Padahal, semua lembaga penelitian menyebutkan bahwa butuh waktu hampir setahun baru bisa diproduksi masal. 

Pertanyaannya, apa yang sudah disiapkan pemerintah untuk mengantisipasi sebelum vaksin disebarluaskan ?

Kedua, berdasarkan data Kementerian Kesehatan per hari ini (28/7/2020) disebutkan bahwa jumlah penderita COVID-19 di Indonesia masih terus bertambah mencapai 102.051 orang. Ini berarti, kurva kasus corona di Indonesia masih tegak lurus. Dengan catatan demikian, penulis tidak sedikitpun melihat adanya evaluasi yang menyeluruh terkait "new normal" yang didengungkan dan dijalankan pemerintah. 

Padahal, jika "new normal" berhasil, pasti curva sebaran angka pasien positif menurun. Rupanya ini tak sesuai prediksi. Bahkan sadisnya, cluster covid-19 bertambah dan menyebar hingga ke ruang kantor. 

Ketiga, upaya menekan kesulitan masyarakat akibat pandemik covid-19 tidak berjalan mulus. Tingkat serapan anggaran dari stimulus yang digelontorkan pemerintah sejauh ini masih 19% atau Rp135 triliun dari total Rp695 triliun. Dari data tersebut, sektor perlindungan sosial baru terserap 38%, sektor UMKM 25%, dan celakanya sektor kesehatan yang harus jadi prioritas baru terserap 7%.

Ketiga alasan ini yang mendorong penulis melihat langkah pemerintah masih setengah hati. Padahal, covid-19 terus bertambah dan menyerang ke sendi-sendi komunitas terkecil masyarakat. 

Lalu kenapa tak ada langkah yang tepat ke depan yang dipersiapkan setahun ke depan sebelum vaksin dirilis ? Penulis menganggap ada beberapa hal yang membuat ini berjalan lambat dan setengah hati.

Pertama, sejak awal ada kesan manajerial kepemimpinan yang lamban. Baik dari segi manajerial kepemimpinan hingga roda manajemen pelaksanaan. Presiden Joko Widodo harusnya berdiri sebagai panglima tertinggi dalam perang atas covid-19. Sudah seharusnya, Presiden Joko Widodo berdiri digaris terdepan. 

Dengan posisi paling terdepan, Presiden bisa membuat keputusan dan langkah yang lebih akurat dan mampu mengontrol kinerja bawahan. Bayangkan saja, sejak dana digulirkan untuk penanganan covid-19 serapan anggaran masih di bawah 50%, bahkan kesehatan yang jadi pos utamanya masih di bawah 10%. Melihat hal ini, sudah saatnya Presiden Joko Widodo mengambil alih komando dan mempercepat penyerapan anggaran sehingga sasarannya tepat dan bermanfaat bagi masyarakat yang terkena imbas pandemik ini.

Kedua, Pemerintah Pusat sudah seharusnya lebih visioner mengevaluasi "new normal" yang dijalankan beberapa bulan belakangan ini. Potensi peningkatan covid-19 akhir-akhir ini juga harus dilihat sebagai bentuk kegagalan atas "new normal" yang diterapkan. Pemerintah seakan tidak tegas dalam penanganan dan lebih mementingkan perbaikan ekonomi tanpa memprioritaskan krisis kesehatan ini.

Sudah seharusnya evaluasi dijalankan. Bila perlu, jika skrining yang dilakukan secara masif dijalankan di pemukiman-pemukiman penduduk harus sejalan dengan PSBB ketat seperti yang dijalankan awal. Ini memungkinkan penyebaran tidak masif dan dapat dikontrol dengan baik.Jadi benar adanya, saatnya "new normal" dievaluasi.

Ketiga, Pemerintah juga harus tegas terhadap penyerapan anggaran. Bagaimana mungkin Presiden Joko Widodo yang menjadi pimpinan negara kaget dengan penyerapan anggaran atas covid-19. Padahal, sebagai pimpinan negara ini adalah tugasnya untuk mendorong dan mengevaluasi.

Sudah waktunya kekagetan demi kekagetan yang dimunculkan Presiden Joko Widodo ini dihentikan. Menyelesaikan persoalan pandemik ini bukan soal kekagetan tapi bagaimana mendorong bawahan bekerja maksimal. Jangan sampai ada kesan melempar kesalahan diantara satu lembaga dan yang lainnya. Padahal fungsi pemimpin adalah merangkul dan bekerja dalam sebuah tim yang hebat.

Sudah waktunya pemerintah mengevaluasi segalanya. Ada baiknya, Pak Joko Widodo mengevaluasi semuanya menyiapkan strategi menghadapi hari-hari sebelum vaksin mulai beredar. Ini penting, agar tak banyak warga yang tertular covid-19.

Sebagai penutup, saya teringat dengan kata-kata indah Michael Jordan yang dikutip Agus Harimurti Yudhoyono pada akun instagramnya siang tadi. Seperti ini kutipannya,  "talent wins games, but team work and intelligence wins championships."

Semoga pemerintah lebih bergerak cepat dan meningkatkan kerja sama. Ini adalah perang total. Jangan jadikan perang melawan covid-19 terkesan setengah hati.

*Penulis adalah Kader Bintang Muda Indonesia, NTT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun