Mohon tunggu...
Emanuel Hayon
Emanuel Hayon Mohon Tunggu... Editor - •Menulis adalah tanda berpikir

Kritis adalah cara kreatif untuk melatih keseimbangan otak kiri dan kanan•

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita (Memang) Belum Siap

3 April 2020   13:54 Diperbarui: 3 April 2020   14:07 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Shutterstock

Sepucuk surat elektronik diterima saat pagi buta. Masih terlalu pagi untuk membacanya. Entah mengapa, pagi buta Jakarta yang sepi terlelap serangan COVID-19 mendorong saya membacanya. Dua baris paragraf saya baca perlahan, bukan karena tulisannya tapi pesannya. 

Seorang Pastor dan mantan dosen saya di Italia mengirimkan pesan tentang Vatikan yang sepi karena pandemik COVID-19. Diujungnya dia berpesan, jika tak ada yang mendesak, jaga jarak dan jangan mudik ke kampung. Jika tidak mengindahkan - justru disitu bencana itu berawal.

Semua orang tahu, Italia saat ini paling terdampak dengan pandemik COVID-19. Berdasarkan laporan Pemerintah Italia pada awal bulan ini menunjukkan bahwa jumlah kematian melonjak menjadi  727 kematian pasien dalam sehari. Bahkan dalam hanya tiga hari terakhir, negeri itu telah mencatat 2.376 kematian pasien COVID-19. Sejauh ini, sudah 13.155 orang meninggal karena virus corona dengan total jumlah kasus mencapai 110.574 kasus.

Mengerikan memang jika membaca tingkat kematian yang terus-menerus bertambah. Bahkan, di Indonesia jumlah yang terpapar pun terus meningkat. Laporan pemerintah, hingga Kamis (2/4), tercatat 1790 warga yang positif terpapar COVID-19, 112 warga yang dinyatakan sembuh, dan 170 warga yang meninggal. 

Semakin bertambahnya warga yang positif COVID-19 ini menunjukkan bahwa pencegahan dengan ragam himbauan belum maksimal sejauh ini. Ada hal baik karena meningkatnya pasien COVID-19 yang sembuh. Hanya itu tidak bisa dibilang sukses. Kesuksesan dihitung jika warga yang positif terpapar COVID-19 berkurang lajunya.

Sementara itu, di tengah hiruk-pikuk warga yang terpapar positif COVID-19, lagi-lagi manajerial kepemimpinan dan komunikasi yang baik dan jelas serta tegas tidak ditunjukkan secara baik oleh Presiden dan jajarannya.

Bagaimana perintah tegas tersebut bisa dijalankan pemerintah daerah kalau informasinya kadang berubah pagi dan sore. Sementara pemerintah daerah juga harus berjibaku menantang COVID-19 yang mulai masuk ke daerahnya akibat jumlah pemudik yang terus menerobos masuk ke daerahnya.

Akibatnya, kita semua tahu dan mendengarnya. Riak-riak pemimpin lokal mengambil kebijakan sendiri atas nama menyelamatkan masyarakat dan generasi selanjutnya.

Perbaiki Komunikasi

Rentetan demi rentetan kritik dan kekacauan pada hari-hari belakangan sudah harusnya diakhiri. Penulis menilai hal yang paling utama dilakukan saat ini adalah memperbaiki komunikasi. 

Pada hari-hari yang berat ini, kita hanya mendengarkan klarifikasi informasi dari simpang siurnya pernyataan yang dikeluarkan pejabat kita. Ditambah lagi dengan bumbu-bumbu yang diletupkan oleh BuzzeRp dan api dendam akibat polarisasi Pilkada dan Pilpres, maka suhu publik baik di media sosial dan ruang publik semakin memanas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun