Salah satu penggugat, Hadar Nafis Gumay, mengakui bahwa aturan tersebut sudah pernah digugat sebelumnya dan ditolak oleh MK.
"Pasal 222 UU 7/2017 dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut hanya mengatur soal syarat, bukan mengatur mengenai tata cara yang diamanatkan dalam Pasal 6A ayat (5) UUD 1945," tutur Hadar saat itu.
Beberapa kalangan aktivis juga kemudian mewanti-wanti kemungkinan terburuk jika PT 20% terus dijalankan pada pemilu 2019. Hasilnya memang seperti yang diprediksi. Bahkan polarisasi muncul lebih dalam dengan sikap saling menghina satu dengan yang lainnya.
Segera Revisi PT 20%
Terlepas dari perdebatan kedua kubu siapa yang memenangkan  kontestasi ini, penting bagi semua pihak untuk mendorong anggota dewan terhormat yang lolos nanti untuk merevisi ambang batas pemilihan presiden mendatang dari 20% menjadi 5% atau jika memungkinkan menjadi 0%.
Dorongan ini dimaksudkan agar pada pilpres 2024 nanti kita akan mendapatkan banyak pilihan calon, sehingga perbedaan yang menyempit bisa dibatasi dengan banyaknya calon dan polarisasi semakin menghilang ke depan. Apalagi, pada edisi pilpres 2024 kita akan disodorkan oleh beberapa tokoh muda baru. Inilah kesempatan yang paling berharga mulai saat ini untuk mendorong agar revisi segera dihentikan.
Meski demikian ada tiga catatan penulis yang sangat penting dalam usaha mendorong revisi PT 20%. Pertama, anggota dewan terhormat penting menyadari bahwa dosa PT 20% ini menjadi awal polarisasi. Dengan demikian, dalam usaha revisi tersebut jangan ada kepentingan politik yang tersembunyi dalam usaha mewujudkannya. Jangan sampai karena suara mayoritas di parlamen menciptakan usaha untuk menggembosi usaha tersebut.
Kedua, kontrol sosial dari semua elemen masyarakat juga penting jika ada niatan untuk melakukan revisi. Kontrol sosial wajib dilakukan dan sangat penting karena ini merupakan kewajiban bersama dalam menjaga situasi sosial bermasyarakat Indonesia ke depan.
Ketiga, pemerintahan yang terpilih nanti juga harus mulai menyadari betapa sulitnya polarisasi yang terjadi belakangan ini.Â
Pemerintah yang terpilih jangan terjebak dalam kepentingan politik. Bagi penulis, pemerintah juga wajib belajar dari dua kali pilpres yang mengisahkan banyak persoalan.
Pada akhirnya, semua bertanggung jawab untuk mendorong revisi PT 20%. Sudah seharusnya semua sadar bahwa untuk ukuran berdemokrasi di bangsa sebesar Indonesia tak bisa dibatasi calonnya. Semakin banyak calon presiden dan wakil presiden akan mempengaruhi keterlibatan masyarakat semakin bervariasi dan tidak menyisahkan polarisasi.