Mohon tunggu...
Emanuel Dapa Loka
Emanuel Dapa Loka Mohon Tunggu... Freelancer - ingin hidup seribu tahun lagi

Suka menulis dan membaca... Suami dari Suryani Gultom dan ayah dari Theresia Loise Angelica Dapa Loka. Bisa dikontak di dapaloka6@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Rahmat Effendi, Mantan Kuli Pengangkut Pasir Jadi Wali Kota

25 Maret 2018   07:14 Diperbarui: 25 Maret 2018   08:44 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Emanuel Dapa Loka

Tulisan ini merupakan bagian ketiga dari tulisan saya berjudul Rahmat Effendi Membawa Kota Bekasi Melejit. Masih bersambung.

Menengok ke masa kecilnya, nyaris tak terbayangkan bahwa suatu ketika Pepen bisa meraih tingkat pendidikan tertinggi (doktoral) kemudian tiba pada pencapaian sebagai wali kota (Kota Bekasi). Betapa tidak dikatakan begitu? Oleh karena keadaan ekonomi keluarga yang tergolong lemah, dia hampir tidak bisa bersekolah sebab harus membantu orangtua di sawah, ngangonkerbau, berjualan rokok di tempat hiburan dan hajatan lalu sewaktu-waktu menjadi kuli pengangkut pasir.

Membayangkan sesuatu yang tinggi sambil melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut, rasanya tak mungkin. "Tapi entah, saat itu dalam hati saya selalu muncul tekad, suatu saat saya harus bisa memperbaiki ekonomi keluarga. Maka saya lakukan apa pun dengan tidak mengeluh dan selalu berpikir positif," ungkap Pepen saat dijumpai di ruang kerjanya.

Karena harus membantu orangtua, Pepen kecil beberapa kali drop outdari sekolah.Beruntung dia bisa masuk sekolah kembali dengan leluasa. Maklum, tanah dan bangunan sekolah SD tempat ia bersekolah itu dari kakeknya.

Membangun Optimisme

Kesulitan di atas sebenarnya bisa menjadi alasan sangat kuat bagi Pepen untuk berhenti sekolah, lalu menjadi seperti kebanyakan orang di kampungnya di Bekasi kala itu yang pendidikannya rata-rata SD. Tapi dengan tekad yang kuat dan semangat yang tinggi, dia membangun optimisme dan akhirnya bisa melewati semua jenjang pendidikan, sampai yang tertinggi, yakni tingkat doktoral ilmu-ilmu sosial, khususnya kebijakan publik dari Universitas Pasundan. Studi doktoral yang dia tempuh di sela-sela kesibukannya di dunia politik itu ia selesaikan dengan IPK 3,8 tahun 2006. Jika ada kesempatan, ke depan dia ingin meraih gelar professor. "Nanti, kalau sudah tidak memungkinkan di dunia pemerintahan, saya ingin kembali ke kampus untuk menjadi pandito,mengabdikan ilmu," ujar pria yang gemar bermain sepak bola dan golf ini.

Dia berharap dengan ilmunya di bidang kebijakan publik tersebut, bisa berkontribusi dalam membangun masyarakat yang plural, menyelesaikan atau mengurai berbagai persoalan menyangkut kebijakan dan pelayanan bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat.

Anak Bekasi Tulen

Sebagai anak yang lahir dan dibesarkan dan mengalami proses di Bekasi, Pepen ingin  membangun Bekasi sebagai sebuah kota yang metropolis, namun tidak meninggalkan peradaban dan kultur lokal. "Bahwa pada tahapan tertentu kita jadi metropolis, iya, tapi budaya kita harus tetap melekat, sehingga kita tidak kehilangan jati diri," jelasnya.

 Sekarang ini menurut Pepen, berbagai kebudayaan di kota Bekasi harus tetap dipertahankan. Yang paling penting, semuanya tetap terikat dalam satu kesatuan dan hidup berdampingan  dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun