Mohon tunggu...
Emanuel Dapa Loka
Emanuel Dapa Loka Mohon Tunggu... Freelancer - ingin hidup seribu tahun lagi

Suka menulis dan membaca... Suami dari Suryani Gultom dan ayah dari Theresia Loise Angelica Dapa Loka. Bisa dikontak di dapaloka6@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tragisnya Nasib Penulis Buku di Indonesia

30 November 2012   02:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:27 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JOKOWI Spirit Bantaran Kali Anyar Telah Dibajak

Makan dan kencing dalam mobil pun oke saja, demi kesuksesan menulis buku. Tapi apa yang terjadi? Dibajak!!

[caption id="attachment_212102" align="alignleft" width="480" caption="Buku JOKOWI Spirit Bantaran Kali Anyar. Foto Oleh: Emanuel Dapa Loka"][/caption]

Seminggu yang lalu (26/11) saat lewat di perempatan Atrium Senen, Jakarta Pusat sekilas saya melihat beberapa penjaja koran dan majalah juga menjajakan dua buah buku, yakni Anak Singkong (Chairul Tanjung) dan JOKOWI Spirit Bantaran Kali Anyar karya Domu. Buku Jokowi karya Domu Ambarita, salah satu kompasianer.

Karena gerimis, niat saya untuk memotret saya batalkan. Namun saya jadi penasaran. Terlebih karena saya tergolong kenal baik dengan Domu. Ada kebanggaan dalam hati bahwa karya seorang temanku laris-manis, sampai dijual di jalan-jalan. Biasanya buku shanya menempati rak-rak buku di toko buku. Ada keyakinan dalam diriku, kalau sebuah buku sudah tembus ke jalan-jalan, itu berarti buku tersebut “meledak”.

Dua hari yang lalu (28/11) saya lewat lagi di tempat yang sama. Kali ini saya jalan kaki. Mata saya pun melihat dengan jelas bahwa kedua buku tersebut dijajakan di perempatan yang sama. Kali ini oleh seorang pria paruh baya berjulit legam. Rasa bangga itu kembali menyeruak. Dengan nekad, saya mendekati penjual itu dan memotretnya, tentu dengan buku JOKOWI Spirit Bantaran Kali Anyar di tangannya. Penjual itu mengira saya akan membeli buku jualannya. Karena sudah punya buku tersebut, saya tidak membeli. Maaf, Pak penjual!

Sekali lagi, saya gembira. Dengan senang, saya mengirimkan foto hasil jepretan saya ke Domu. Saya berharap dengan itu dia tambah semangat berkarya. Domu lalu memberi info bahwa bukunya tersebut dijual juga di beberapa tempat lain termasuk di jalan-jalan di Kuningan. Dalam hati Domu tentu bangga, meski dia tidak ungkapkan secara verbal sambil menepuk dada. Dan wajar jika dia bangga.

Menurut Domu, buku Jokowi tersebut bermula dari sekadar memenuhi order kilat penerbit, PT Elex MEdia Komputindo, lalu mendapatkan izin dilanjutkan briefing tentang konten spesifik + angle micro people + menonjolkan human interest.

Ia berangkat ke Solo 16 Agustus, H-2 Lebaran 2012. “Sambil belajar memahirkan keterampilan mengemudi, saya sendirian dari Jakarta, menyusuri jalur pansel, mengikuti arus mudik, melintasi tol Purbaleunyi, Bandung, dst,  tiba di Solo, pukul 04.00 pagi. Butuh 18 jam, totally perjalanan tanpa tidur. Makan dan kencing (maaf) sendiri di dalam mobil, ditampung botol bekas Mizone, menembus kegelapan hutan-hutan Cilacap, Purwokerto dst... sampai Jogja, Solo,” kata Domu pada saya.

Buku tersebut hanya sedikit menyentuh isu politik mainstream Jokowi, dan lebih banyak memuat hal-hal remeh temeh di masa kanak-kanak, remaja, hingga kekinian Jokowi. Walau terbit jelang putaran kedua Pilgub DKI, buku ini sama sekali tidak memuat visi-misi politik Jokow-Ahok.

Saat ini, ada 20 judul buku bertema Jokowi, termasuk terbitan terbaru yang dilabeli Ofiicial Memoar Jokowi. Dari sejumlah judul itu, buku JOKOWI SPIRIT BANTARAN KALI ANYAR (mengangkat kisah “masa kelabu” Jokowi ketika kecil; antara lain menyangkut hidup miskin, tiga kali pindah kontrakan, mandi di sungai, punya kiat khusus mencari telor bebek di sungai, sampai digusur Pemkot Surakarta tanpa ganti rugi antara tahun 70-71) menjadi pelajaran yang terinternalisasi pribadi dia.

Itulah semangat, spirit Jokowi. Memimpin dengan hati, memimpin bersama rakyat, dan tidak menakut-nakuti apalagi menggusur tanpa ganti rugi. “Dalam hati, mengingat susahnya mencari pemimpin yang membumi dan merakyat di Indonesia, saya sempat bergumam, ‘kawan ini, sangat dibutuhkan untuk menginspirasi bangsa’” kata Domu lagi.

Penerbit mengabarinya bahwa dalam pekan ini buku tersebut akan masuk cetak ulang ketiga. “Saya belum tahu angka persis penjualan. Kecil memang, tidak sefantastis buku CT si Anak Singkong,” katanya lagi.

TAPI! Kemarin saya dapat kabar bahwa ternyata, buku kawanku Domu yang dijual di jalan-jalan itu adalah produk bajakan. Ya, ampun…..!! Saya geram dengan info terakhir ini. Itu artinya, perjuangan Domu telah dibajak oleh orang-orang yang hanya tidak bermoral.

Selintas dalam pikiranku berharap agar pihak kepolisian mengusut dan mengungkap pelaku. Tapi segera setelah itu, saya langsung berpikir bahwa harapanku ini adalah harapan palsu, harapan murni yang tak bakal terwujud. Meminjam istilah Srimulat, “Suatu hil yang mustahal” bisa terungkap.

Untuk menghibur diri dan menghibur temanku, saya berkata pada diriku sendiri begini: Pertama, karya temanku itu pasti menarik dan menjawab rasa haus orang sehingga dicari. Kedua, semoga berbagai hal penuh nilai keteladanan dalam buku ini memberi nilai positif kepada setiap orang yang membaca. Dan ketiga, semoga dengan itu nama Domu kian dikenal orang dan menjadi salah satu penulis best seller tersohor ke depan. Ya, sudahlah……!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun