Bagaimana kita tahu Tuhan bekerja
Beberapa peristiwa menyedihkan menimpa keluarga kami. Belum lama setelah kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kaki kanan Kakak saya diamputasi, istriku menjalani operasi. Tidak lama berselang, ayah mertua meninggal. Lalu hanya dalam hitungan bulan, istriku kembali menjalani operasi akibat sebuah penyakit yang bersarang di tubuhnya.
Menghadapi kenyataan ini, suatu malam istriku mengajakku berdiskusi. “Kenapa ya, Pap, kejadian ini beruntun terus? Apa yang tidak benar dalam hidup kita?” tanyanya. Aku terdiam karena memang tidak mudah menjawab pertanyaan semacam ini. Aku hanya berkata normatif, “Mami, semua peristiwa itu masih bisa kita tanggulangi. Jadi kita jalani saja.”
Ketika bekas operasinya belum kunjung sembuh seperti waktu yang dijanjikan dokter, dia kembali bertanya, “Kenapa ya, Pap. Kok tak sembuh-sembuh?” Pertanyaan ini ia ajukan setelah beberapa kali kami mendatangi dokter untuk menanyakan luka yang belum sembuh itu. Kata dokter, “Tunggusaja. Pasti sembuh”.
Ternyata setelah beberapa bulan, sakitnya justru bertambah dan luka operasi belum sembuh. Dia lalu mendatangi dokter lain. Ternyata, menurut dokter ini, ada jenis “obat wajib” yang tidak diberikan oleh dokter yang menangani sebelumnya. Dia lalu menganjurkan untuk segera mengonsumsi obat tersebut.
Sejak mengonsumsi obat itu, sakit istriku berangsur membaik namun terbilang lambat disertai beberapa sakit lain. Selain itu ia didera oleh rasa takut mati. Kerap kali ia tiba-tiba sedih dan menangis. Ia khawatir dipanggil Tuhan sebelum bisa membesarkan anak semata wayang kami. “Kita akan membesarkan anak kita bersama-sama ya, Pap….!” ujarnya berkali-kali. Saya hanya menanggapi dengan berkata, “Tenang saja, Mami. Itu pasti. Tuhan pasti memberikan yang terbaik buat kita.”
Suatu saat, ia bertanya, “Bagaimana kita tahu Tuhan bekerja dalam hidup kita?" Aku balik bertanya, "Pernahkah Mami menganalisis dengan cermat bagaimana makanan dan minuman yang Mami konsumsi masuk dalam jaringan tubuhmu, atau menghitung berapa banyak dalam sehari Mami menghirup udara dan menghembuskannya kembali? Seperti itulah Tuhan bekerja bagi kita.”
Mendengar kata-kata yang saya “anggap” merupakan ilham dari Tuhan, dia memeluk dan menciumku lalu berjanji untuk pasrah pada kehendak Allah. Puji Tuhan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H