Judul Buku: Revolusi dari Desa
Penulis : Dr. Yansen TP., M.Si
Penerbit: Elex Media Komputindo (2014)
Tebal Buku: XXVIII + 180 halaman
[caption id="attachment_337022" align="aligncenter" width="600" caption="Revolusi dari Desa - membutuhkan sosok revolutif"][/caption]
Revolusi dari desa! Kesan pertama, judul ini terasa sloganistik. Formulasi yang sedikit berbeda yang selama ini galib terdengar adalah ungkapan membangun Indonesia dari desa.Ungkapan tersebut bisa membuat orang desa terbang melangit biru. Jantung, hati dan paru-paru mereka bisa mengembang diterpa angin surga tersebut. Sayangnya, ungkapan tersebut kemudian hanya menjadi “hiburan semu”. Desa tetap saja identik dengan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan sebagainya. Sekarang, melalui buku ini Dr. Yansen TP., M.Si datang dengan tagline “revolusi dari desa”.
Apa yang dibayangkan dengan revolusi? Revolusi sendiri mengisyaratkan terjadinya perubahan yang cepat dan mendasar pada sebuah keadaan atau wilayah tertentu. Dalam konteks ini, ada upaya yang dilakukandi atau dari desa secara cepat dan mendasar. Dan diharapkan, revolusi itu kemudian melanda seluruh wilayah negeri kaya raya ini.
Menurut Yansen, selama ini Pemerintah sebagai pelaku pembangunan telah bekerja, pati yang mereka lakukan hanyalah sebuah kerja keras tanpa hasil yang seimbang dengan jerih lelahnya. Artinya, Pemerintah telah bekerja keras, namun tidak mencapai hasil yang baik karena memainkan atau menggunakan strategi yang salah.
Di mata Yansen, pemerintahan sejak kemerdekaan sampai saat ini hanya sukses menjalankan dan menghidupkanbirokrasi pemerintahan. Mereka silih berganti menjalankan strategi, yang sebenarnya sama saja, ibarat sebuah barang dagangan yang hanya berganti kemasan (halaman 7).
Bupati Malinau, Kalimantan Utara ini berpendapat bahwa dalam rentang waktu yang sudah terbilang panjang—sejak Indonesia merdeka—pemerintah abai terhadap peran aktif masyarakat. Padahal, inti pembangunan adalah memberikan kepercayaan penuh kepada rakyat dalam konsep dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan karena semua masalah pembangunan terletak di desa, maka fokus pembangunan harus dimulai dari desa dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat. Dan inilah yang Yansen maksudkan sebagai revolusi dari desa itu.
Rupanya, “Revolusi Yansen” ini sejalan dengan revolusi yang hendak Jokowi jalankan melalui revolusi mentalnya.Dan harus dikatakan, orang seperti Yansen inilah pejabat yang memiliki mental revolutif itu.
Sastrawan Gerson Poyk sebenarnya telah lama “berteriak” seputar pembangunan desa. "Kita berdiri di bumi subur, dan laut kaya, tapi otak kita di padang pasir. Kalau pemerintah mengembangkan desa budaya dan membuat trasmigrasi modern, kita tidak perlu ekspor TKW yang akhirnya disiksa atau dibunuh itu," demikian kata Gerson Poyk saat meluncurkan bukunya Keliling Indonesia dari Era Bung Karno Sampai SBY: Catatan Perjalanan Wartawan Nekat" yang dimoderatori peresensi di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Barat, Jumat (18/2/2011).
Kata peraih penghargaan jurnalistik Adinegoro pada 1985-1986 itu, oleh karena penanganan desa yang tidak jelas, urbanisasi menjelma menjadi setan yang menakutkan, sebab semua orang lari ke kota. Kalau desa dikembangkan, orang akan tinggal di desa dan bangga berdiri di atas bumi subur, laut kaya kita.
Upaya Konkret Sejahterakan Rakyat
Ketika bertarung dalam Pilres lalu, Jokowi – JK dan Prabowo – Hatta juga menggadang-gadang tema yang sama, yakni keinginan untuk membangun desa sebagai upaya konkret menyejahterakan rakyat Indonesia. Rupanya, ukuran kesejahteraan bangsa ini diukur dari kesejahteraan masyarakat desa.
Kedua pasangan Capres-Cawapres memiliki titik berangkat yang berbeda, meski tujuannya sama, yakni merealisasikannegara Indonesia yang adil dan makmur. Prabowo berkali-kali dengan suara lantang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara besar nan kaya raya yang bisa menyejahterakan rakyatnya asal dikelola dengan baik. Artinya, penekanan Prabowo adalah kekayaan alam yang melimpah. Sedangkan Jokowi menekankan pendidikan dan pembentukan manusia Indonesia agar mampu mengelola kekayaan alam bagi kesejateraan seluruh lapisan masyarakat. Bagi Jokowi, manusia Indonesia adalah “kekayaan” utama yang harus dididik dan dicerdaskan untuk menciptakan kesejahteraan. Inilah yang dia sebut revolusi mental.
Ukuran akhir kedua pasangan adalah kesejahteraan rakyat—tentutermasuk yang di desa; yang di hutan, di bantaran kali,di pantai, di pegunungan, di sawah dan ladang yang sehari-hari terpanggang oleh terik matahari dan peluk hujan untuk memperjuangkan kehidupan.
Betapa pun baik dan hebatnya sebuah program, jika belum terbukti, ia tetap saja sebuah konsep tanpa makna. Ia hanya menjadi “potensi murni”. Konsep Gerdema yang ditawarkan Yansen menjadi hidup dan bermakna karena dihidupi sendiri oleh Yansen melalui kedudukannya sebagai Bupati. Ia breakdown konsep tersebut dalam visi – misi dan pilar pembangunan yang sederhana, operasional, lalu secara konsisten melakukannya. Dengan karisma dan kepercayaan rakyat padanya, ia berhasil menggerakkan partisipasi semua komponen untuk aktif berbuat.
Kekuatan utama buku ini terletak pada pembuktian penulis atas konsep yang ia tawarkan. Dengan demikian bisa dikatakan, buku ini berisi rekam jejak Yansen dalam upayanya membangun Kabupaten Malinau dengan membangun desa terlebih dahulu dalam spiritualitas revolusi.
Buku ini pantas dibaca oleh para pemimpin daerah yang sedang mencari-cari bentuk pembangunan bagi daerah mereka. Yansen telah membuktikan, membangun dari desa dengan menghargai potensi dan partsipasi masyarakat, memberi hasil yang baik. Yansen menunjukkan bahwa matahari Indonesia sedang bersinar dari ufuk desa.
Gerdema terbukti berdampak besar terhadap terjadinya perilaku positif dan bermanfaat dalam membentuk kemampuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Syarat utamanya, memberi kepercayaan sepenuhnya, melakukan pembinaan dan pendampingan yang konsisten dan terus-menerus kepada pemerintah desa, masyarakat desa dan pelaku ekonomi di desa. Kemampuan penyelenggaraan pemerintah desa inilah tulis Yansen, yang menjadi tujuan utama Gerdema (halaman 180).
Khusus untuk para pemimpin daerah yang lain, selamat membaca dan selamat berimprovisasi agar pembangunan “daerah kekuasaan” Anda beranjak dari posisinya sekarang, justru karena mengoptimalkan potensi yang ada di daerah mereka.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H