Pandangan keliru tersebut membuat sebagian Muslim di Indonesia mendistorsi Islam itu sendiri. Islam adalah sebuah ajaran, sebuah tuntunan kehidupan. Kompleksitas Arab, baik dari segi budaya, ekonomi, politik, dan pemerintahan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam.Â
Kita tidak membantah bahwa memang betul Nabi SAW lahir di Arab, al-Quran berbahasa Arab, dan sunah Nabi SAW berbahasa Arab. Akan tetapi doktrin Islam tidak ada kaitannya sama sekali dengan Arab sebagai sebuah bangsa, apalagi kebudayaan negaranya.
Doktrin dan sumber keagamaan Islam bertujuan tidak hanya untuk Arab, melainkan seantero jagat raya yang kita kenal dengan rahmatan lil alamin. Ajarannya tentu ditransformasikan menuju pembangunan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, interpretasi tentang hubungan antara Bangsa Arab dan Islam, sama sekali tidak ada kaitannya dengan realitas sosial kebangsaan.
Tidak ada salahnya kita mengistilahkan Islam Nusantara sebagai identitas kebangsaan yang memiliki ciri khas Islam yang santun, ramah berakhlakul karimah dan berperadaban. Sebagaimana Muhammad Abduh (1849-1905), pernah mengatakan, "Aku pergi ke negara-negara Barat, aku melihat Islam tapi tidak melihat Muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat banyak Muslim tapi tidak melihat Islam."
Mengingat carut-marut dari keragaman dan kerumitan Bangsa Arab yang terus dirundung konflik, justru lebih memperlihatkan bahwa ajaran Islam tidak menjadi solusi, dari sebuah transformasi perubahan sosial yang mempersatukan dalam bingkai perdamaian dan peradaban. Sebuah kesalahan besar memandang bahwa Arab mesti Islam, dan Islam adalah Arab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H