Meski Mekkah mayoritas meyakini pagan, namun di dalamnya terdapat beberapa keyakinan lain yang masih kuat dalam tradisi Yahudi, Kristen, dan keyakinan monoteisme Abrahamik, yakni disebut hanif. Di antara nama-nama yang masih meyakini hanifisme (monotesime Ibrahim) adalah Zayd bin Amr, Abu Karb al-Humayri, Walid bin al-Mughirah dan lainnya. Bahkan Abdul Muthalib (kakek Nabi SAW) sendiri meninggal dalam keyakinan hanifisme.
Dalam pandangan kebanyakan sejarawan, sebelum usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW meyakini hanifisme sebagaimana ayah dan kakeknya. Beliau beribadah dengan cara menyendiri di Gua Hira sampai pada akhirnya malaikat Jibril datang membawa Wahyu untuk meneruskan ajaran monoteisme yang menjadi cikal bakal Islam sebagai sebuah agama.
Di tengah raja-raja yang berkuasa---Kekaisaran Sasanian di Persia, dan Kekaisaran Romawi---Arab tetap dalam kehidupan dan keyakinan yang berbeda-beda. Sampai pada akhirnya Nabi Muhammad SAW menyempurnakan ajaran monoteisme.Â
Betul bahwa di abad pertengahan, tidak ada bangsa yang dapat menaklukkan sebagian besar belahan bumi melalui teologi Islam yang dianut oleh mayoritas Semenanjung Arab. Akan tetapi, tidak semua orang Arab atau rumpun Semit meyakini keyakinan mereka adalah Islam semata.
Ajaran Nabi adalah ajaran perdamaian dan kemanusiaan yang berkeadilan. Fakta tersebut diperlihatkan oleh Nabi sendiri tatkala merebut Kota Mekkah dari Quraysh, melalui perjanjian damai Hudaybiyah.Â
Tidak ada pertumpahan darah sehingga orang berbondong-bondong masuk Islam. Realitas sejarah tersebut tidak terbantahkan. Nabi tidak memaksakan seseorang untuk mengikuti ajarannya. Oleh sebab itu, sampai detik ini Bangsa Arab dalam rumpun Semit, tidak hanya menganut satu agama.
Persepsi dan kesalahpahaman yang salah dari banyak orang berpandangan bahwa Arab adalah "Bangsa Muslim". Memang betul di Arab mayoritas beragama Islam, tapi kenyataannya, banyak dari kalangan mereka yang juga Non-Muslim.Â
Orang Arab sendiri banyak meyakini tradisi gereja---Katolik Ortodoks Yunani, Katolik Maronite di Lebanon, Katolik Koptik di Mesir, Protestan, dan Katolik Ortodoks di Suriah---yang mayoritas mendominasi Non-Muslim di Arab.
Banyak pula orang Arab yang meyakini Judaisme atau Yahudi, Druze, bahkan ateisme dan agnotisisme. Orang-orang Arab atau ras Semit ini tidak monolitik. Meskipun Bangsa Arab memiliki tradisi, budaya, dan bahasa yang sama, tetapi faktor historis, geo-kultural, dan sosiologis yang saling bersinggungan, melahirkan banyak varian dalam budaya lokalitas di antara Bangsa Arab itu sendiri. Termasuk keyakinan-teologis.
Semenanjung Arab yang menurut Philip K. Hitti juga terdiri dari beberapa negara, seperti Irak, Suriah, Oman, Yaman, Qatar, UEA dan Arab Saudi. Belum lagi wilayah Arab lain seperti Palestina, Libanon, Yordania, Mesir, Maroko, Mauritania, Sudan, Aljazair, Somalia, Kuwait, Libya, Bahrain, Comoros, Djibouti, dan Maroko. Dari masing-masing negara, mayoritas penduduk berada di Mesir, Arab Saudi dan Yaman hampir sama tingkat populasi penduduknya.
Jadi, tolak ukur atau barometer Bangsa Arab adalah Arab Saudi, adalah sebuah kesalahan. Tentu masing-masing pun memiliki karakteristik yang berbeda di antara mereka. Budaya berpakaian Arab pun berbeda, tidak seperti dipahami oleh banyak umat Islam di Indonesia bahwa Arab mesti bergamis atau berjubah, memakai serban, cadar dan berkerudung. Mereka hanya sama dalam etholiguistik dan bukan entitas keagamaan.