Walaupun terminologi yang dimaksud Imam al-Asy'ari dan dalam konteks apa Imam al-Asy'ari menggunakan istilah ini, mungkin beragam definisi dan berbeda jika dikontekstualisasikan sekarang ini. Imam al-Asy'ari menggunakan istilah ini untuk menggambarkan setiap sekte---Murji'ah, Mu'tazilah, Jahmiyyah, Imamiyyah, Mufaddilah, Rafidhah, Zaidiyyah, Mughiriyyah, Khitabiyyah, Mansuriyyah, Khawarij dan seterusnya---yang mengklaim diri mereka paling Islam atau Muslim yang tentunya juga paling agamis.
Pada intinya, Imam al-Asy'ari sangat percaya bahwa tidak semua Islamis adalah Muslim, dan seorang Muslim memiliki derajat yang lebih tinggi daripada seorang Islamis. Mungkin jelas berbeda penggunaannya dewasa ini. Akan tetapi seorang Muslim tentu bersaksi bahwa tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah SWT. dan Nabi Muhammad SAW. adalah Rasulullah. Kemudian beriman dan mempertanggungjawabkan setiap ucapan dan tindakan yang kita lakukan.
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, "Sungguh, aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri)?"Â (Q.S. Fushilat [41]: 33).
Seorang Muslim tentu akan berperilaku agamis inklusif. Syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, seorang Muslim agamis yang berserah diri kepada-Nya, semestinya tertransendensi juga dalam akhlak kesalehan sosial. FPI yang menggunakan dakwah melalui metode amar makruf nahi munkar, lebih condong ke nahi munkar saja. Dakwah berarti mengajak pada kebaikan. Orang yang mengajak tentu tidak memaksa, apalagi memerintah. Dakwah merupakan sebuah ajakan yang bernuansa romantik dan bersifat merayu bagai seorang suami mengajak istri yang dicintainya. Karena agama bukan sebuah hubungan antara atasan dan bawahan yang bersifat perintah.
FPI sering kali mengumandangkan nama Tuhan, tapi tidak menghadirkan Tuhan. Agama telah mengalami disrupsi oleh karena perilaku umatnya yang bersifat destruktif. Kelompok Islamis seringkali menampilkan wajah Islam yang cemberut terhadap perbedaan. Bagi mereka, agama merupakan derita dan ketertindasan. Padahal agama adalah pembebasan, ketenangan, dan kedamaian yang menyejahterakan.
Tidak mungkin terwujud keadilan dan kesejahteraan tanpa adanya ketenangan dan perdamaian. Tentu demi tegaknya tonggak perdamaian, diperlukan toleransi, tenggang rasa, gotong royong, dan saling bahu membahu membantu sesama. Menciptakan model moralitas keislaman agamis yang kontributif pada masyarakat. Bukan sebaliknya islamis---demam politisasi agama---yang tidak pernah lelah dengan konflik serta merogoh kocek si bandar besar untuk ongkos sosial, politik, dan ekonomi yang teramat mahal. Hanya akan merusak agama dari dalam tubuh bagai penyakit kronis yang tak terobati.
Pendeknya, FPI merupakan kelompok Islamis yang miskin. Miskin hati, cinta, dan kasih kemanusiaan. Kenyataannya, seorang yang agamis---ulama, cendekiawan, habib, kiai, dai, mubaligh, dan semua komponen beriman pemuka agama---memiliki tugas yang cukup sederhana, yakni melindungi kehidupan dengan keharmonisan penuh kabut kedamaian, dan tidak menciptakan rasa takut. Maka kita bersama menangis bahagia sebagaimana penggalan bait syair Michael Jackson.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H