Al-Quran memberikan perintah yang amat jelas dan konkret. Menumpuk kekayaan pribadi adalah perbuatan yang tercela. Sebaliknya, berbagi harta kekayaan secara adil merupakan hal yang terpuji. Nabi Muhammad SAW. menekankan keutamaan sifat welas asih yang dipraktikkan secara nyata: kepedulian terhadap orang miskin, anak yatim, janda, dan orang tertindas adalah kewajiban utama setiap Muslim. (Karen Armstrong, 2018: 324). Karena itulah Nabi Muhammad SAW. hadir untuk membebaskan manusia lemah dan terpinggirkan dari rantai sistem kapitalistik.
Nabi Muhammad SAW. berjihad tanpa henti untuk memulihkan keseimbangan manusia dan alam untuk lebih sempurna sesuai dengan kehendak Allah SWT. Konsekuensinya, tidak boleh ada sektarianisme dalam agama. Beliau mewajibkan seluruh pengikutnya untuk menghormati ahlul kitab (orang-orang yang mengikuti ajaran wahyu terdahulu). Atas dasar itulah, kebebasan dalam keberagaman semakin terlihat indah di negara Madinah.
Jadi untuk apa kita menderita karena ajaran agama yang indah ini? Hidup, semestinya hanya bertujuan untuk mewujudkan kedamaian dan kerukunan yang menciptakan kesejahteraan semesta. Fakta Kebhinekaan agama di Indonesia, melatarbelakangi adanya prinsip kebebasan beragama tanpa ada paksaan pihak tertentu. Bentuk umum kebebasan dapat meliputi juga kebebasan berekspresi dan kebebasan dari rasa takut. Perwujudan itu dapat kita terapkan dalam bentuk menghormati dan menjunjung tinggi keberagaman.
Sehubungan dengan jaman dan situasi kita Sekarang ini, kesadaran pluralisme yang menjadi syarat mutlak tegaknya demokrasi, perlu dipupuk dalam diri setiap anak bangsa, bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan dari Tuhan. Tidak dapat menghindar, apalagi mengelak. Kesadaran tentang Bhineka Tunggal Ika, harus terus kita dorong melalui pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk sama-sama memperjuangkan humanisme yang mengakui hak-hak asasi manusia.
Termasuk kebebasan beragama bagi semua warga negara, tanpa terkecuali. Dalam hal ini, negara berkewajiban untuk menjamin kebebasan beragama di wilayah kekuasaannya. Tanpa membedakan suku, ras, etnis, warna kulit, dan pilihan politik. Begitu juga tidak boleh ada penindasan ekonomi, politik, tradisi, budaya, dan seterusnya, demi terwujudnya keharmonisan dalam keberagaman yang membebaskan.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, hanya tampak sedikit manusia saja yang dapat merasakan estetika keberagaman yang membebaskan manusia dari ketertindasan dan belenggu hak asasi. Kita seolah diberi kesempatan sekali lagi untuk mempertahankan kebebasan ketika kebebasan itu sendiri sungguh dalam situasi terancam.
Melalui sejarah selaku hakim tertinggi, mari kita semua melangkah berjuang menjaga dan melindungi estetika keberagaman dalam kebebasan---sebuah karya Tuhan luar biasa indah---dalam keharmoniasan, sebagaimana para Nabi membebaskan umatnya yang mengalami belenggu kekuasaan dan kejumudan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H