Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jihad Akbar Santri Memerangi Korupsi

23 Oktober 2020   10:24 Diperbarui: 23 Oktober 2020   10:44 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, mental dan budaya korupsi yang telah dianggap biasa, absah dan lumrah oleh jaringan penjabat, harus dimusnahkan selama-selamanya demi tegaknya keadilan.

Persoalan yang ketiga ini yang menjadi titik fokus santri hari ini. Realitas atas perilaku koruptif yang menggelayuti bangsa ini dengan pelbagai modus, benar-benar menjadi penyakit yang mewabah menjadi epidemi, kian menggerogoti imun bangsa kita. Persoalan transparansi dan akuntabilitas juga berbanding lurus dengan tingkah korup elit politik kita.

Sebagaimana Syamsuddin Haris, seorang Profesor Riset LIPI dalam harian kompas pada rabu (21/10/20), ia mengungkapkan pemilu dan pilkada semakin bebas dan langsung, tetapi politik uang dan korupsi tetap marak dan cenderung meluas. Syamsuddin juga menambahkan bahwa penegakkan supremasi hukum yang diharapkan mampu mengawal demokrasi dan menghindarkan kekuasaan dari perangkap korupsi dan pembusukan masih jauh dari harapan.

Korupsi juga menghalangi terciptanya bentuk institusi yang adil karena ia sendiri mempraktikkan ketidakadilan secara telanjang. Korupsi juga merusak pilar keutamaan dan kebebasan karena ia mempraktikkan kejahatan dan penyelewengan. (Etika Politik dan Kemanusiaan, Haryatmoko, 2003). 

Kejahatan besar korupsi yang merugikan rakyat banyak itulah yang dapat meruntuhkan keutuhan bangsa. Anggaran yang semestinya didistribusikan secara merata untuk mengentas kemiskinan, justru dicolong oleh kantong-kantong pribadi yang serakah dan selalu dalam rasa kekurangan itu. Di sini kemudian peran santri sebagai simbol etik-moral untuk kembali dalam seruan jihad.

Seruan jihad santri kali ini sebagai entitas nasional dalam menegakkan perintah agama untuk berjalan dalam kebenaran dan mencegah kemungkaran (amar ma'ruf nahi mungkar). Perilaku korup ini berimbas sangat merusak dan membahayakan yang dilakukan beberapa elit politik, diposisikan sebagai musuh bersama (common enemy).

Dalam pembahasan fiqih, santri banyak mengenal istilah pidana yang memiliki unsur-unsur korupsi, diantaranya adalah ghulul, sariqah, hirabah, risywah, ghasab, khiyanatul amanah, dan lainnya. Istilah-istilah ini ramai diperbincangkan dalam fiqih jinayah (hukum pidana Islam), lengkap dengan sanksi dan hukum acaranya. (Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi, Lakpesdam NU,2017: 53).

Maka dari itu, apa yang diungkapkan Kiai Masdar F. Masudi (2020) sebagai "Artikulasi Politik Santri" santri tradsionalis maupun santri modernis yang berkiprah, baik teoritis maupun praksis, dari masyarakat santri dalam perebutan dan pengelolaan pemerintahan, maupun keputusan dan sikap politik santri yang wacana dan nalar politiknya itu, harus sejalan dengan berdasarkan nilai-nilai etik-moral, inklusif, dan tidak mendiskriminasi, yakni menegakkan keadilan.

Jadi, dalam pandangan Kiai Masdar bahwa politik kaum santri khususnya dan politik umat Islam pada umumnya, secara normatif kiranya tidak punya acuan lain kecuali keadilan. Terutama sekali dalam perlindungan hak-hak segenap warga negara, apapun latar belakang agama, etnis, atau warna kulit. Dalam pandangan Islam, negara hanya perkakas untuk mengasah tegaknya keadilan bagi mereka orang-orang masakin (duafa, fakir dan miskin).

Oleh karenanya, jihad santri dalam pemaknaan spiritual, dapat memerangi korupsi yang menjadi tanggung jawab dalam menegakkan "Negara Islami" (memerangi budaya korupsi demi keadilan). Aktualisasi santri secara kuratif tidak hanya soal perebutan kekuasaan politik, melainkan menjadi garda terdepan dalam kontrol masyarakat untuk mengkritisi segala kebijakan pemerintah yang terindikasi korupsi. Kejahatan dan kebohongan dalam kecanggihan intelektual koruptor, harus santri perangi dan lawan dengan hal yang serupa.

Sinergitas santri dan seluruh elemen masyarakat, menjadi penting untuk membentuk jaringan anti-korupsi secara konsentris dan merumuskan hal-hal yang menghimpit "para maling uang negara" itu. Bahkan tidak jarang, koruptor mencuci uang (pencucian uang atau money laundering) melalui dalih pemberian zakat dan infak sosial, atau pengelolaan tempat ibadah sebagai hal yang lumrah dan biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun