Semangat nasionalisme Barat, ditandai oleh pemisahan antara negara dan agama dengan apa yang disebut dengan sekularisme. Di Timur seperti kita saksikan dalam pemberitaan media-media, agama bisa disebut sebagai sumber konflik. Walaupun sebagian lagi mengatakan karena faktor ekonomi dan kekuasaan politik yang pada inti persoalannya adalah kebuntuan menemukan perumusan antara agama sebagai landasan moralitas dan negara sebagai kedaulatan aturan hukum perundang-undangan.
Lain halnya dengan Indonesia. Relasi agama dan nasionalisme menjadi pemersatu melawan penyakit imperialisme. Penyemaian sekularisasi oleh kolonial berjalan secara simultan  dengan peran agama dalam mengobarkan gerakan perlawanan dan kebangkitan nasional. Perjuangan dan semangat agama-nasionalisme yang menjadi karakter bangsa kita ini, dapat terus diwujudkan menuju peradaban yang lebih maju. John Gardner (1992) pernah mengatakan bahwa tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika tidak sesuatu yang dipercayainya itu memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar.Â
Oleh karena itu, perlunya kebersamaan dalam menangkal pelbagai peluang dan ancaman manapun melalui keharmonisan agama dan negara dengan diferensiasinya masing-masing, Sebagaimana syair karya KH. Wahab Chasbullah. Kini tidak ada lagi atas nama agama ataupun atas nama negara, yang ada adalah atas nama Indonesia dengan kebhinekaannya. Keduanya dapat berlayar secara beriringan menuju tujuan peradaban yang berkarakter dan berbudaya.[]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H