Kita semua yang memiliki pemahaman wasathiyah (moderat) dalam memandang Islam terhadap realitas dan idealitas untuk kesejahteraan negara, diminta turun langsung pada akar rumput, memberi pemahaman-pemahaman positif pada kalangan Muslim, terutama kaum Muslim urban. Muslim urban cenderung memiliki karakteristik ideologi kaku, keras dan ekstrem dalam konteks ke-Indonesiaan.
Sejumlah aktivitas pejuang khilafah HTI tidak akan jauh dari mengorganisir demontrasi, menyelenggarakan seminar dan diskusi publik, silaturahim ke berbagai ormas yang lebih besar, dan pemegang kekuasaan. Selain itu, mereka juga bergerak di internet dan beberapa platform media, seperti website, Youtube, Facebook, Intagram, Twitter, dan dunia maya lainnya.
Jangan biarkan wacana khilafah HTI terus meracuni ideologi bangsa ini. Sebab khilafah HTI bermuara pada radikalisme yang akan mengubah tatanan negara. Muhammad Khamdan dalam Rethinking Deradikalisasi: Kontruksi Bina Damai Penanganan Terorisme (2015: 3), mengungkapkan bahwa radikalisme merupakan pandangan yang ingin melakukan suatu perubahan mendasar sesuai dengan interpretasi ideologi yang dianut ataupun realitas sosial yang ada. Perubahan radikal tersebut dapat dilakukan secara persuasif yang damai, tetapi juga dapat dengan kekerasan fisik ataupun kekerasan simbolik.
Sebagaimana HTI yang menginginkan perubahan secara radikal pada dasar negara. HTI juga bergerak secara soft. Tapi tidak menutup kemungkinan ke depannya, partai pembebasan itu dapat melakukan sebuah gerakan kekerasan jika sudah menguasai berbagai sektor, lantaran pahamnya sudah merebak ke berbagai kelompok, maupun personal, seperti mahasiswa, pengusaha, akademisi, aparat sipil negara (ASN), influencer dan kaum Muslim urban.
Yang lebih berbahaya adalah ketika aktivis khilafah HTI mendekap aparat keamanan dan Tentara Nasional Indonesia. Dengan alusista dan persenjataan yang lengkap, pasukan keamanan negara, Â dapat mengkudeta, menumpahkan darah, perang saudara dan meracau. Sebagaimana sudah terjadi di sejumlah negara di Timur Tengah dan Afrika. Tidak ada yang lebih mengerikan dari hal itu.
Oleh karenanya, seberapa kecil pun perjuangan kita dalam mengkritisi gagasan dan wacana khilafah HTI, maka nilai manfaatnya bukan hanya untuk kita semua, melainkan untuk generasi mendatang. Selagi kita tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, menanamkan rasa cinta Tanah Air, dan bersatu dalam satu kesatuan Indonesia, maka senjata apapun tidak akan bisa menembus pertahanan politik kebangsaan yang telah ditanam oleh para pendiri bangsa ini.
Suatu hal yang kebetulan dan keberuntungan bagi kita semua pada ungkapan Empu Tantular, yakni "Bhineka Tunggal Ika". Para ulama membuat satu konsensus bersama. Memufakati dan menerima negara yang bukan negara Islam, apalagi khilafah. Para ulama berjuang dengan darah dan air mata demi kita semua. Sebagai cucu dan generasi penerus, sudah sepatutnya kita meneruskan perjuangan serta berupaya sekuat tenaga---tidak akan lelah mempertahankannya dari rongrongan khilafah yang berusaha merusaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H