Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemuda Indonesia di Mata Habib Luthfi bin Yahya

16 September 2020   20:12 Diperbarui: 16 September 2020   20:26 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang filsuf Yunani, Aristoteles memandang pemuda adalah sosok penting dalam kerangka idealisme serta prinsipnya menggawangi ideologi. Aristoteles mengungkapkan, suatu tahap seseorang yang berada dalam masa remaja yang berpikir kritis serta berprinsip untuk mempertahankan ideologi.

Oleh karenanya, Habib Luthfi terus menegaskan, anak-anak muda Indonesia harus terus tumbuh mahabbah (kecintaan) terhadap ideologi bangsa. Pancasila adalah kekuatan agama, terutama pada butir yang pertama. Habib Luthfi juga menetapkan, bahwa Pancasila sudah final, boleh berdebat penafsirannya, tapi tidak boleh mempersoalkan butir-butirnya. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan agar kita taat kepada pemerintah. Ketika bangsa lain sudah fokus membangun peradaban, kita masih saja memperberdebatkan persoalan khilafiyah-khilafiyah.

Habib Luthfi pun mengungkapkan bahwa Pancasila melindungi pluralitas yang ada. Dengan Pancasila, maka akan semakin memperkokoh nasional, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena Pancasila akan selalu dimiliki oleh semua pihak. Jika nilai Pancasila meresap ke dalam sanubari setiap anak bangsa, dan diperkuat oleh keimanan, maka akan terjalin kuat kesatuan dan persatuannya. Dengan begitu, tidak akan mudah digoyahkan oleh ideologi lain. Hal inilah yang akan menjadi cerminan bagi bangsa lain.

Kecintaan pada agama, Tanah Air, dan bangsa, termaktub dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo, Jawa Timur, yang menegaskan Pancasila sebagai asas tunggal negara, dan Jamiyyah Thariqah (Jatman) menetapkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai harga mati.

Pendakwah Islam zaman dahulu begitu toleran, tidak anti terhadap kebudayaan dan tradisi lokal, sebagaimana Sunan Kudus yang melarang menyembelih sapi pada hari raya Idul Adha, dan menggantinya dengan kerbau, kuda, atau kambing, demi menghormati orang-orang Hindu di sekitarnya. Demikian Habib Luthfi menyampaikan.

Dalam beberapa ceramahnya, Habib Luthfi juga selalu berpesan kepada anak-anak muda, bahwa aliran-aliran di luar Ahlussunnah Wal Jamaah yang menolak Pancasila sebagai ideologi negara, dan menganggap pemerintah tidak sah, perlu diatasi. Untuk mengatasi gelombang aliran Islam yang demikian itu, penting untuk ditekankan sosialisasi pemahaman Pancasila kepada anak-anak muda. Jangan sampai pemuda bangsa ini menjadi radikal.

Sebagai anak muda, tentu patut kita bersyukur kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, para ulama, dan para pejuang negeri ini. Bentuk rasa syukur kita, dapat diimplementasikan dan diwujudkan melalui kalimat laa ilaa ha illallah dengan berbudi luhur, serta membantu mendorong pemerintah dalam rangka menciptakan baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun