Kemudian ditunjau dari Kurangnya Perusahaan Swasta atau Negara yang berskala besar di Kabupaten/Kota Kecil ini. Berdasarkan data yang saya peroleh sekitar 14,5% (kerincikab.wordpress.com) .Namun yang pasti secara kasat mata , perusahaan di Kabupaten Kecil ini tidak sebanding dengan Kabupaten tetangga dalam lingkup Provinsi jambi. Jadi masyarakat kabupaten Kecil ini hanya mempunyai pilihan , Merantau Keluar daerah untuk bekerja atau Menjadi Pengusaha,Menjadi TKI Ke Malaysia (Kabupaten/kota Kecil ini termasuk salah satu kabupaten di Indonesia terbanyak mengirimkan tenaga kerja ke Malaysia), dan terakhir tetap di kampung menjadi Petani atau Pegawai Negeri Sipil yang hampir sebagian dilakukan dengan Suap –Menyuap.
Emas Diuji dengan Api ( Manusia Diuji dengan Uang )
Saya selalu ingat apa yang disampaikan oleh salah seorang Prof mata kuliah Manajemen saya disini yang mengatakan bahwa “ Emas Diuji dengan Api (Manusia Diuji dengan uang) pepatah kuno China ini sangatlah terkenal di Dunia. Di Indonesia Artikel ini tentang pepatah kuno china ini ditulis oleh Prof.Rhenald Kasali di Jawa Pos 21 januari 2013 (lebih jelas http://rhenald-kasali.blogspot.ru/2013/01/emas-diuji-dengan-api-manusia-diuji.html).
Si penerima Suap tentulah sudah menjadi Kebiasaan menerima uang Haram ini, kenapa tidak, hanya bermodalkan Bicara, Handphone, dan teman mereka akan mendapatkan uang dengan mudah dalam waktu yang relative singkat. Siapa yang tidak mau mendapatkan uang 80 juta atau 100 juta hanya dengan bermodalkan Handphone , apalagi diperparah sampai saat ini Polisi di Kabupaten/Kota kecil ini belum bisa melacak terlalu banyak para penerima suap ini, diperparah tidak ada kecendrungan masyarakat yang tidak ingin membawa masalah ini ke Polisi, Mereka beranggapan ini akan menjadi lebih parah lagi jika sudah sampai ke polisi, orang-orang di kabupaten.kota ini mengatakan jika masalah sudah sampai ke Polisi .maka “hutang kambing terbayar namun kita akan membayar hutang Kerbau”. Maka dari itulah kebiasaan dari penerima suap ini terbentuk paradigma baru seperti berjualan baju saja, tawar Menawar,uang, dan jadi.jika gagal maka uang akan di kembalikan, jika Lulus maka akan ada acara kenduri bersama.
Sebenarnya, secara psikolgis kebiasaan buruk seperti itu ,akan menimbulkan penyesalan serta penolakan bathin, namun karena adanya ujian uang tersebut itulah dan ditambah sebagian dorongan dari istri-istri/suami-suami yang mengingkan segala sesuatu membuat sang penerima suap dengan tegas mengiyakan atau menyanggupi meluluskan mereka. Karena itulah Kebiasaan ini menjadi mendarah daging di Kabupaten/Kota kecil ini. Jika kebiasaan ini terus terjadi maka Kabupaten/Kota kecil ini tidak akan pernah mampu bersaing atau keluar dari zona biasa saja menjadi luar biasa. Karena biasanya “saya menjadi PNS bayar disini, lebih baik memikirkan bagiamana cara mengembalikan pinjaman uang masuk PNS dengan cara apapun bisa korupsi dan ll. Masalah pekerjaan saya bekerja seadanya saja namun akan bekerja giat jika ada uang". Motivasi ini berbeda jika PNS lulus dengan Murni, biasanya" akan bekerja lebih giat, tanpa beban dan bahkan berpikir bagaimana cara untuk menaikkan Haji orang tua dengan uang halal,bukan dengan uang haram." Jadi Kekuatan Kebiasaan ini tergantung dari kemana arah kita akan membawanya, lebih buruk, lebih baik, atau biasa saja.
Saya tidak bermaksud bahwa Pilihan Menjadi PNS itu adalah pilihan yang buruk, bahkan sayapun berkeinginan mengabdi kepada Negara, namun Caranyalah yang Buruk . Kita berharap Kabupaten/Kota Kecil segera berubah, Bukan saatnya saling menyalahkan, Namun saat ini adalah turun tangan bersama merubah kebiasaan buruk ini, Saya Optimis Jika semakin banyak masyarakat kerinci berniat meninggalkan kebiasaan buruk ini. Saya yakin kabupaten Kecil ini akan menjadi kabupaten Besar walaupun ia berada di perbatasan antara dua Provinsi Di sumatera dan dikelilingi Taman Nasional ini.
Ini cerita tentang kampung halaman ku, Apa Cerita Mu?
salam dari Russia dibawah suhu - 13 Derajat Celcius
Emaridial Ulza
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H